Mencintai itu butuh ilmu.~Senja yang manis -Nio-~
Tiga gawai layar sentuh bergetar bersamaan di tiga tempat berbeda; di dalam tas, di saku jaket, dan di saku celana. Para empu masih sibuk mempersiapkan diri berangkat kerja. Mereka tidak menyadari adanya pesan masuk sampai tiba di tempat tujuan.
Pandu memeriksa pesan sebelum meninggalkan gawainya di loker. Iqbal menyalakan layar gawai sebelum menyimpannya kembali dalam saku celana. Fahmi menengok gawainya sebelum menitipkannya ke Staf TU. Melihat isi pesan yang memprovokasi, gerak kilat jemari mereka membalas pesan di grup percakapan.
Ulatbuluk [KODE MERAH]
Pandu [Bukannya kmarin hijau?]
Iqbal [Yang bener aja, cepet banget]
Fahmi [Bahaya ni, awasi trus bro]
Ulatbuluk [Ngawasi terus? Kapan gua kerjanya woi?]
Iqbal [Gini aja, awasi selagi sempat srperti biasa]
Fahmi [Fotoin bro, pingn lihat wajahnya. Penasaran]
Ulatbuluk [Ok, diusahain. Gua ambil orderan dulu]
Setelah diskusi singkat, kembar tiga memutuskan mengadakan rapat darurat di rumah nanti malam.
***
Surya tenggelam, berganti bulan berselimut awan. Pandu, Iqbal, dan Fahmi berkumpul di meja makan setelah Damar tertidur pulas.
"Sudah lihat fotonya, kan?" Pandu memulai rapat.
"Sudah," jawab Iqbal.
"Cowok itu berangkat dan pulang bareng Wulan hari ini," terang Pandu.
"Sepertinya Wulan harus diantar jemput lagi," usul Fahmi.
"Kalau antar jemput bisa ngambek lagi dia." Iqbal mengingatkan kedua saudaranya.
"Benar, kita sudah janji hanya akan mengantar atau menjemput jika dia yang minta." Pandu memijat dahinya.
"Kita harus cepat cari cara lain mengurangi frekuensi kebersamaan mereka." Fahmi bersandar, memandangi langit-langit seakan mencari tulisan di sana. Sedangkan Iqbal serius mencari ide di dunia maya.
"Mau pakai cara lama?" Usul Iqbal.
"Maksudmu ngelabrak bocah itu?" Fahmi menanggapi.
"Ya."
"Kalau cara lama Fahmi yang paling cocok."
"Kok aku lagi?" Protes Fahmi, "kamu aja Pan, lebih serem. Bawa pisau ke mana-mana."
"Aah udah, yang penting kumpulin info tentang bocah itu dulu. Alamat, tempat biasa nongkrong, kalau perlu keluarganya sekalian."
"Iqbal benar. Kita harus tahu secara detil setiap cowok yang dekat dengan Wulan," ujar Pandu.
"Nggak peduli itu teman atau cuma kenalan," tambah Fahmi.
Mereka bertiga menyatukan pandangan dan tangan, seraya mengucap sumpah akan selalu menjaga dan melindungi adiknya.
Sikap protektif ketiga kakak Damar sangat beralasan. Pasalnya, setelah orang tua mereka meninggal, Damar mengalami stres mental. Butuh waktu 3 bulan perawatan intensif untuk menstabilkan kondisinya. Sejak itu, ketiga kakak Damar mengantisipasi segala kondisi yang bisa membebani pikirannya.
Seiring pertumbuhan Damar menjadi remaja, mereka lebih ketat pada pergaulan adiknya. Mereka harus tahu siapa saja teman Damar baik di lingkungan rumah maupun sekolah, terutama teman lelaki. Sistem antar jemput mereka terapkan agar keamanan terkendali.
Bagi beberapa orang, mereka mungkin terlalu berlebihan dalam hal ini. Akan tetapi, mereka hanya berusaha maksimal untuk menjalankan kewajiban sebagai seorang kakak sekaligus pengganti orang tua.
Damar sangat mengerti akan bentuk kasih sayang ketiga kakaknya. Dia juga berusaha menjaga perasaan mereka. Tapi, dia juga menyadari tidak mungkin selamanya bergantung pada mereka, dia harus belajar mandiri.
Semenjak masuk SMA, Damar minta dibelikan sepatu roda sekaligus keamanannya. Dia ingin mandiri. Tak lagi merepotkan ketiga kakak lelakinya yang seharusnya sudah mulai berpikir untuk menikah.
>>Bersambung>>
KAMU SEDANG MEMBACA
CAMAR
Teen FictionPertemuan dua remaja dengan segala permasalahannya. Cahyo dengan kekakuannya dan Damar dengan keluwesannya. Dua hati yang perlahan menyatu. Namun, akankah berakhir bahagia? Design cover by nioz19 **Update: Sabtu ***Novel mini fiksi pertama saya 😅...