Kyuhyun baru saja tiba di rumah setelah mendapat kabar dari Bibi Jung.
Ia mencemaskan Yuri yang belakangan ini selalu menyendiri. Kyuhyun ingin menemaninya hari ini dan mengajaknya keluar untuk berbelanja atau makan bersama di luar. Namun, pintunya terkunci. Kyuhyun tak memiliki kunci cadangan.
"Bibi Jung, kau ada kunci cadangan? Aku ingin memberi kejutan untuknya." tanya Kyuhyun. Sang bibi menggeleng. "Catherine yang menyimpan semua kunci cadangan di rumah ini." jawab wanita tersebut. Satu-satunya cara membawa Catherine pulang adalah membuatnya panik, mengatakan sesuatu terjadi di rumah.
Oleh karena itu ia meminta Seohyun sedikit berakting untuk membawanya kembali pulang dalam waktu singkat dan untungnya gadis itu terbawa oleh akting sang sekretaris yang tak diragukan lagi.
"Appa! Apa yang terjadi?" tanya Catherine yang baru tiba. "Tidak ada yang terjadi. Berikan kunci cadangan kamar appa sekarang." jawab Kyuhyun santai. Catherine mendesis kesal merasa dibohongi sang ayah. Ia mengambil kunci itu dari kamar dan melemparnya ke arah sang ayah.
"Mempermainkan perasaan anak hanya untuk istrinya? Cih, menyebalkan sekali. Kupikir sesuatu besar terjadi." cibir Catherine marah. Kyuhyun segera membuka pintu kamar dan justru mendapati sesuatu yang lebih mengerikan di depannya.
Yuri sedang memasukkan hampir setengah botol obat tidur ke mulutnya hingga pipinya mengembung. Pria itu langsung berlari dan menepuk keras punggung sang istri hingga seluruh pil itu keluar dari mulutnya dan dimuntahkan ke tempat sampah di samping meja.
"Yuri! Yuri! Apa yang kau lakukan? Apa yang kau coba lakukan? Kau mau membunuh dirimu sendiri?" seru Kyuhyun terkejut. Wanita itu jelas terlihat tidak baik-baik saja. Tangannya yang gemetaran meraih pistol dari dalam laci dan mengarahkannya ke dagunya namun Kyuhyun dengan sigap menepisnya ke lantai.
Catherine dan Bibi Jung menjadi saksi bisu kejadian tersebut dari depan pintu kamar yang terbuka lebar. Melihat sang nyonya rumah ingin mengakhiri hidupnya sendiri dengan dua cara sekaligus; overdosis dan pistol. Mengerikan.
Tangisan dan teriakan kecil terus terdengar dari bilabial Yuri yang kering itu. Memberontak ketika Kyuhyun berusaha mencegahnya mengambil pistol itu. Semua kini tahu mengapa Yuri sangat berubah belakangan ini; depresi. Wanita itu mengidap depresi yang cukup berat. Itu sebabnya buku hariannya dengan kalimat kosong, sifat penyendirinya, semua belakangan ini muncul.
Kaki Yuri yang melemas mulai menekuk perlahan sebelum terjatuh ke lantai. Kyuhyun ikut berlutut di lantai dan memeluk sang istri yang menangis tanpa henti itu. "Aku lelah... biarkan aku, Kyuhyun. Aku sangat lelah. Aku ingin berhenti. Semuanya menyakitkan." tangis Yuri di bahu Kyuhyun.
"Eomma!"
Catherine berseru untuk pertama kalinya dengan panggilan itu setelah beberapa lama memanggilnya 'ahjumma'. Ia melangkah cepat menuju sang ibu yang pada detik itu juga tak sadarkan diri di pelukan Kyuhyun. Pria itu tentu saja panik. "Yuri-ah? Yuri? Yuri sayang? Kau dengar aku?" tanya Kyuhyun takut kehilangan lagi.
Catherine yang tadi mau menghampiri Yuri melangkah mundur. Ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya sebelum berlari meninggalkan rumah menangis. Tak menyangka bahwa sikap buruknya itu membawa malapetaka seperti ini kepada sosok yang sebenarnya amat sangat disayanginya di lubuk hati terdalam itu. Ia menangis di taman kompleks perumahan elit itu. Dosa yang ia perbuat.. besar sekali rupanya.
Kyuhyun membaringkan Yuri ke atas kasur dan menyelimutinya. Bibi Jung lekas menyiapkan makanan dan minuman hangat untuk sang nyonya rumah yang baru saja mencoba membunuh dirinya sendiri tanpa ia ketahui. Padahal, dirinya ada di rumah dua puluh empat jam.
"Seohyun, minta dokter khusus atau psikiater dari tim dokter kepresidenan untuk segera mengatur jadwal besok untuk Yuri." perintah Kyuhyun berat hati kepada sekretarisnya. Seohyun mengangguk lalu meninggalkan kamar pasangan tersebut.
Pria itu lalu naik ke atas kasur dan berbaring di samping Yuri yang terlihat sangat-sangat kacau itu. Ia terlihat pucat dan kurus. Kyuhyun tahu, Yuri memendam semuanya seperti biasa namun tak tahu hingga ia menderita depresi berat seperti ini. Hingga dirinya mencoba mengakhiri hidupnya sendiri dengan overdosis obat tidur juga pistol.
"Aku merusakmu. Maafkan aku. Sejak menikah kau benar-benar tidak bisa hidup nyaman dan tenang. Aku akan mencoba sebaik mungkin untuk memperbaiki semuanya di masa depan." ucap Kyuhyun sambil mengucap punggung tangan Yuri.
Dirasakan tubuh sang istri kembali panas. Demam menyerangnya seketika. Sudah biasa terjadi jika Yuri banyak pikiran dan stress berat, dicampur dengan kelalahan. Namun, Kyuhyun berharap kali ini Yuri tak perlu dibawa ke rumah sakit karena Yuri memiliki histori yang buruk dengan tempat itu.
Keguguran, percobaan pembunuhan, penusukkan... semua berakhir di tempat tersebut.
"Kyuhyun..." panggil Yuri pelan. Pria itu menoleh dan segera duduk. Ia mengusap rambut sang istri lembut. "Maafkan aku, sayang. Maafkan aku. Maafkan aku." bisik Kyuhyun penuh rasa bersalah. Yuri masih memejamkan matanya. Mengerutkan dahinya. "Semua akan baik-baik saja." ujar sang pria.
Yuri menggenggam erat tangan sang suami setelah meraba-raba kasur di sekitarnya. "Catherine... dimana? Sudah pulang?" tanyanya lemah. Kyuhyun terdiam. Di saat-saat seperti ini, wanita itu masih mencari anak sulungnya yang durhaka itu.
"Dia sudah pulang. Sedang berkunjung ke tetangga." Kyuhyun berbohong. Ia tahu Catherine sudah pulang, namun pergi lagi ketika melihat kejadian percobaan bunuh diri dari ibu tirinya itu. "Istirahatlah dulu, sayang. Setelah itu baru kita bicara. Kau harus cepat sembuh dan jangan membebani pikiranmu lagi. Semuanya akan baik-baik saja," Kyuhyun menenangkan sang istri.
Lama, Kyuhyun berusaha menenangkan Yuri hingga akhirnya ia tertidur lagi. Kyuhyun sudah menyembunyikan barang-barang berbahaya dari dalam brankas dan kamar tidurnya dengan Yuri, termasuk obat-obatan sekalipun. Takut.
Ia melangkahkan kakinya keluar kamar pukul dua belas malam ketika ia mendapati putrinya, Catherine, berada di depan pintu kamar kedua orangtuanya dengan wajah bengkak dan mata sembab pasca menangis.
Kyuhyun menghela napasnya. "Bicara dengan ibumu setelah psikiater datang besok. Jangan sekarang, dia sedang beristirahat." kata Kyuhyun sebelum meninggalkan putrinya begitu saja.
Catherine terdiam di posisinya, menahan tangis. Semua ungkapan iri teman-temannya terputar di kepalanya. Dirinya memang jahat. Yuri menyelamatkan nyawanya, mengurusnya sejak umur setahun, melindungi sang ayah, walau dirinya bukan ibu kandung.
Rasa bersalah Catherine yang menumpuk itu membuatnya menjadi durhaka, dengan puncaknya saat ia mengatakan Yuri tidak becus di acara teater itu. 'Apakah aku terlahir menjadi pembunuh? Ahj— eomma, mianhae. Mianhae...' tangisnya dalam hati. Siapa yang menyangka Yuri yang sekuat baja mulai melembut seusai menikah, lalu meleleh di akhir ketika pernikahannya baru berlangsung sepuluh tahun?
Bunuh diri bukanlah hal yang dapat dikaitkan ketika melihat sosok itu.
to be continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving You in Every Way
FanfictionPerjalanan panjang dalam dunia politik sudah sampai pada akhir bagi seorang Cho Kyuhyun. Di usianya yang masih muda, empat puluh enam, ia memutuskan untuk mundur. Setelah ia rasa pengabdiannya kepada Korea sudah cukup sebagai perdana menteri dan pre...