Chapter 2

62 4 0
                                    


Pagi itu pondok pesantren An-Nuur tampak ramai. Suara dari kumpulan anak yang hendak mendaftar itulah yang membuat ramai. Dari arah pintu masuk, Najmi dengan wajah tercengangnya berjalan masuk.

"Najmi serius masih mau masuk sini?" Tanya Emak sembari menatap Najmi yang mencari seseorang.

"Seriuslah, Mak. Kapan emang Najmi pernah main-main?" Jawab Najmi dengan matanya yang ke mana-mana, kemudian mendesah kecewa karena mendapati seseorang yang dicari tidak ada.

Emak tersenyum, mengucap syukur dalam hati lalu mengajak Najmi memasuki ruangan yang bertuliskan; PENDAFTARAN 1.

Najmi mengambil posisi di barisan paling depan. Kurang lebih selama 10 menit Najmi menunggu. Belum ada seseorang dari pihak pesantren yang masuk untuk mengambil alih acara. Sehingga sedari tadi yang Najmi dapati adalah sana-sini saling ngerumpi.

Tak lama setelah itu, terdengar suara ketukan pintu. Dua orang masuk.

"Assalamualaikum, Ibu, bapak dan adik sekalian!" ucap laki-laki yang berusia 30an itu sebagai pembuka. Semuanya serempak menjawab.

"Alhamdullilah, atas izin Allah dan rahmat-Nya, kita semua bisa berkumpul di sini. Dia-lah yang membuka hati ibu dan adik sekalian untuk tergerak mendaftar di pondok ini. Untuk pendaftaran, akan ada sesi pertanyaan dan mengisi formulir. Dimulai dari sesi pertanyaan, kami akan memanggil ananda satu per satu sesuai kedatangan paling awal." Jelas orang yang memakai sarung dan baju warna hijau lumut. Ada juga orang di sampingnya yang mengenakan baju batik biru dengan celana hitam hanya diam.

Najmi yang sedang memainkan ponsel kemudian tersadar, 'suaranya seperti tidak asing.'

Najmi langsung mendongak demi melihat siapa orang itu. Kemudian saat dia tau, energi dalam tubuhnya seperti tersedot sempurna.

Dua orang itu ... adalah Ustadz Luthfi dan Fathan!

Najmi melotot, kegirangan sendiri tidak jelas. Emak yang melihatnya mengerutkan dahi heran.

"Mari kita mulai sesi pendaftaran ini dengan mengucap basmalah. Bismillahirrahmannirrahim."

Fathan membuka lembar buku data, lalu menyebut nama, 'Annida Humairoh, nomor kedatangan 1.'

Yang merasa terpanggil tak membutuhkan waktu lama untuk segera beranjak.

Dari awal sampai akhir Najmi masih setia memperhatikan. Terlebih memperhatikan Fathan yang terlihat menawan hari ini. Astaghfirullah, jaga pandangan, Naj! Najmi pun memilih memainkan HP. Emak sibuk berbincang-bincang dengan ibu-ibu yang lain. Maklum, emak-emak.

"Sesillia Najmi. Nomor kedatangan 20." Emak menyadari nama anaknya dipanggil, sedang Najmi terlalu fokus ke HP.

"Naj, ayo maju." Ajak Emak.

"Eh, udah dipanggil, Mak?"

"Udah, kan! HP mulu sih yang diliat."

Tersirat kekesalan dalam nada bicara Emak, Najmi jadi dibuat mengerutkan dahi. Mending liat HP daripada liatin Fathan yang belum halal buat dia, kan?

Najmi mengelus dada, sabar. Emak dan Najmi duduk bersebelahan. Di depannya ada Ustadz Luth dan Fathan. Ustadz Luth tampak berbisik kepada Fathan. Entah apa yang dibicarakan, yang jelas Najmi dan Emak tidak bisa menangkap suara beliau.

"Sebelumnya saya minta maaf, perut saya sakit. Jadi, sementara Fathan menggantikan saya. Boleh, ya?"

Najmi melotot. Ada kaget, takut, dan bahagia yang bercampur menjadi satu.

"Oh iya tidak apa, Ustadz."

Tapi Emak seakan tidak tau apa yang Najmi rasakan. Ustadz Luth bangkit dari duduknya, lalu kehadirannya hilang tertelan tikungan. Najmi berusaha menetralkan detak jantung. Dia akan berbicara dengan Fathan, pemirsah!

Fathan membetulkan posisi duduk agar lebih sejajar dengan ibu dan anak itu. Ada sedikit senyum di wajahnya.

"Bismillah dulu, ya. Udah siap, kan?"

Emak mengangguk mantap, tapi tidak dengan Najmi. Jantungnya berdetak tak karuan. Asli gugup.

"Sejak kapan Najmi berhijab?"

"Sejak masuk SMP, Ustadz." Jawab emak mantap. 

"Eh, Ibu. Jangan panggil saya ustadz. Saya masih santri, hehe."

"Oh iya? Gak papa deh."

Najmi mendengarkan baik-baik. Satu informasi tentang Fathan ia dapatkan.

"Ya sudah, balik ke pertanyaan lagi ya, Bu."

Emak mengangguk.

"Orang tua Najmi masih ada? Keduanya pekerjaannya apa?"

"Alhamdullilah masih. Kami hanya petani."

Lalu, sepuluh menit berjalan dengan pertanyaan-pertanyaan yang Najmi tidak perhatikan. Dia seperti kehilangan konsentrasi, dan konsentrasi itu hanya ia dapatkan untuk memperhatikan Fathan. Aneh memang.

"Najmi pernah pacaran?"
Emak menyenggol Najmi, dia tersentak kaget. Tadi dia bilang apa?

"Kenapa, Mak?" tanya Najmi dengan wajah cengo.

Fathan terkekeh, lalu mengulang pertanyaannya, "udah pernah pacaran?"

Najmi tersenyum malu, lalu menjawab, "b-belum."

"Kalo jatuh cinta?"

Najmi membeku. Kenapa pertanyaannya sampai ke situ? Perasaan tadi dia dengar yang lain tidak mendapatkan pertanyaan seperti itu. Najmi menggeleng, membuang jauh-jauh pikiran buruk.

"Belum pernah. Tapi sekarang kayanya lagi." Jawab Najmi sembari tersenyum. Emak di sampingnya kaget, sedangkan Fathan ikut terkena virus senyuman Najmi.

"Oke, semoga Najmi bisa bersikap dewasa ya buat menangani rasa cinta itu. Karena di sini, dan memang dalam syariat islam tidak mengajarkan pacaran."

"AKU PASTI BISA KOK! KAN JATUH CINTANYA SAMA KAK FATHAN!"

Fathan membulatkan mata. Emak memegang dada. Semua yang ada di ruangan langsung fokus ke Najmi yang sekarang berdiri.

Oke, itu hanya ada dalam khayalan Najmi.

"Ini formulir pendaftarannya. Silakan diisi. Oh ya, pengumuman diterima atau tidaknya pekan depan, lalu pekan depannya lagi masuk."

Emak menerima kertas yang disodorkan Fathan. Lalu duduk ke tempat semula. Tak lama berselang, Ustadz Luth datang. Menggantikan kembali posisi Fathan.

*******

Sepuluh menit sebelum adzan Dzuhur berkumandang, Najmi dan Emak sudah sampai di rumah. Tergolong cepat dibanding yang lainnya. Sembari berbaring, Najmi memainkan HP. Tiba-tiba muncul notifikasi dia dimasukkan di grup, "Calon Santri An-Nuur."

Najmi mengklik nama grup, lalu melihat siapa adminnya. Demi apa pun Najmi langsung kejang-kejang ketika foto Fathan yang mengenakan jas hitam terpampang.

Rasanya Najmi ingin berteriak kegirangan. Namun, seketika tersadar.

Kenapa harus? Kenapa dia begitu bahagia hanya karena melihat foto Fathan, lelaki yang baru ditemuinya kemarin?

Najmi merenung. Dia merasa ada yang janggal dengan dirinya sendiri.

*****

Maaf baru dilanjut, baru ada waktu😅 Elaah sok sibuk😁

Selamat Hari Raya Idul Adha semuanya😉

Depok; 11/8/19.

#EsErBerkarya

Asmara di AsramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang