Chapter 3

49 2 6
                                    




Kira-kira masih pukul enam pagi ketika Emak menggedor pintu kamar Najmi. Sang empu kamar mengerang, dengan nyawa yang belum terkumpul sempurna bangkit dari kasur kesayangan.

"Kenapa, Mak? Liburan pantang bangun pagi tau."

Emak berdecak, lalu berkata, "kamu ini, perawan juga! Udah sholat shubuh belum?"

"Udak, Mak. Tapikan tidur lagi tadi." jelas Najmi sambil menampakkan cengirannya.

"Di pesantren itu gak bisa tidur sesuka kita, Naj! Kamu harus tau itu."

"Iya, ya, Mak. Emak kenapa dah? Tumben.

"Tumben apaan? Sekarang kamu ke pesantren, ambilin dompet Emak yang ketinggalan."

Najmi mengucek kedua mata, "serius, Mak? Emak kok teledor banget sih?"

Emak melotot tak terima. Belum sempat Emak menjawab, Najmi langsung bergegas masuk kamar mandi. Emak yang melihatnya dibuat heran, kenapa dari kemarin Najmi getol amat, ya?

Najmi bersenandung ria. Keteledoran emaknya ternyata ada untungnya juga. Karena dengan ini, dia bisa bertemu Fathan. Najmi tersenyum membayangkan.

***

Gerbang pesantren An-Nuur tampak tertutup rapat. Jelas saja, libur panjang masih berjalan. Jadi siapa yang hendak masuk kecuali satpam yang tengah berjaga namun tidur di pos?

"Assalamualaikum!"

Tiga kali salam namun tidak mendapat jawaban. Najmi mengetuk kaca jendela sambil melihat pria 40 tahunan yang tertidur di kursi.

"Astaghfirullah. Waalaikumussalam! Pelan-pelan kan bisa, Neng."

Najmi menampakkan cengirannya, "udah 3 kali Najmi salam, tapi kayanya Mamang tidurnya pules banget."

Wajah mamang memperlihatkan rasa penyesalan, "maaf ya, Neng."

"Ya Allah. Selow, Mang. Najmi mah santai."

Mamang tersenyum dibuatnya, "ada perlu apa dateng ke sini, Neng?"

"Najmi ada perlu sama ustadz ganteng, Mang. Ada?"

Najmi langsung menutup mulut dengan kedua tangannya. Kenapa dia bisa sefrontal ini?

Mamang tersenyum menggoda, "ustadz ganteng? Yang mana? Hayoloh siapa!"

Najmi menggeleng, "nggak, Mang. Bukan! Bukan kok!"

Najmi panik sendiri, tangannya bergerak menyiratkan tanda menolak, "bukan, Mang! Bukan!"

Mamang tersenyum mengejek.

"Najmi tuh disuruh ke sini buat ambilin dompet emak yang ketinggalan. Iya itu!" Najmi mengucap syukur dalam hati. Untung selamat.

Mamang mengangkat kedua alisnya hendak meledek Najmi lagi, namun tiba-tiba sebuah suara mengagetkan keduanya.

"Najmi di sini ngapain?"

Yang mempunyai nama itu menoleh. Seketika jantungnya berdegup amat kencang. Ya, dia Fathan!

"Sa-sa-ya, ma-ma-u ..."

Mamang memotong, "Najmi mau ngambil dompet emaknya yang ketinggalan, Fath."

Fathan mengangguk. Lalu berkata, "Mang, boleh minta tolong belikan kertas hvs? Najmi biar sama saya saja."

"Siap komandan!"

Fathan tersenyum kecil, lalu mengisyaratkan kepada Najmi untuk mengikutinya. Saat Fathan telah balik badan, Najmi memekik tertahan dan joget-joget kegirangan. Mamang yang belum beranjak mengernyitkan dahi heran. Kemudian otaknya berpikir ... aha!  Dia sudah tau jawabannya.

Mamang memanggil Najmi, lalu bertanya, "waras, Neng?"

Najmi seketika berhenti dan memutar bola mata. Nyebelin! Dengan berlagak marah, Najmi berlari menyusul Fathan yang telah jauh. Mamang yang melihatnya terkekeh.

Najmi harus berlari agar sejajar dengan Fathan. Lelaki itu langkahnya sungguh lebar. Apakah karena kakinya yang panjang? Najmi menoleh menatap lelaki itu. Tingginya pun hanya sepundaknya.

"Di ruang pendaftaran 1, kan?" Fathan bertanya.

Najmi gelagapan menjawab, "i-yya."

Fathan menatap lurus ke depan. Tatapannya tenang. Setelah itu tidak ada lagi pembicaraan.

Kenapa Fathan secuek ini?!

"Kamu asli sini?"

Fathan memecahkan keheningan. Lagi-lagi Najmi yang kaget menjawab gelagapan, "i-iya."

Terjadi keheningan lagi.

"Kalo Ustadz?" Najmi memberanikan diri bertanya.

"Saya asli bandung. Oh ya, panggil saya kakak saja. Saya itu pra-pengabdian." Jawab Fathan sambil tersenyum. Najmi yang memang sedari tadi menatap wajah Fathan langsung membuang muka saat melihat senyum itu. Najmi tidak bisa menahan getaran di dadanya.

"Najmi, ini ruangannya! Najmi!"

Najmi berhenti berjalan. Kemudian menyadari dirinya sekarang jauh dari posisi Fathan berdiri. Dia kelewatan! Aduh, kenapa bisa begini? Najmi merutuk diri.

Dengan cengengesan, Najmi mengucap kata maaf. Lalu dengan terburu-buru berjalan mendekati pintu lalu memegang knop, "ayo masuk, Kak!"

Namun yang terjadi adalah Najmi terpental sedikit. Kepalanya kejedot pintu karena pintu yang terkunci.

Fathan tertawa dibuatnya. Perempuan ini kenapa konyol sekali?

Najmi menunduk. Mengusap dahinya yang agak sakit. Dia merutuk diri. Emang dasar Najmi pinternya kelewatan! Malu-maluin kan jadinya!

"Getol banget sih, Naj. Saya buka nih pintunya."

Najmi memperhatikan Fathan yang memasukkan kunci ke pintu.

"Silakan masuk dan cari."

Najmi menuruti perintah Fathan masih dengan menunduk. Malu.
Dia mengedarkan pandangannya, dan menemukan dompet emak tergeletak menyedihkan. Seketika terbesit pertanyaan, apakah tidak ada yang memeriksa ruangan?

Najmi keluar, "udah ketemu."

Fathan mengangguk. Mengunci pintu kembali.

"Kamu balik sendiri, ya. Saya ada urusan. Assalamualaikum."

Najmi mengangkat kepalanya. Saat menjawab salam, Fathan telah melaluinya. Pergi dari hadapannya. Najmi memperhatikan sampai sosok Fathan hilang tertelan belokan. Seutas senyum muncul dari bibirnya. Lalu dia kembali joget-joget kegirangan.

"Uhuy dapet salam dari Kak Fathan! Uhuy!"

31/Des/19.

Asmara di AsramaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang