"Kak, kamu gak punya pacar gitu?"Pertanyaan yang terdengar remeh itu nyatanya menyimpan sejuta makna dan harapan.
"Emang kenapa, Yah? tumben nanya kayak gitu."
"Ya kalau emang kamu punya pacar di ajak dong ke rumah, masa nganterin anak orang cuma sampe depan rumah doang sih!" ujarnya tenang.
Sontak mataku terbelalak, "Hah? A-ayah liat?" Ayah benar-benar titisan cenayang, aku yakin!
Ayah mengangguk masih dengan senyuman di wajahnya.
"Udah sering kali, tapi kok akhir-akhir ini mobil yang sering nganterin kamu itu udah jarang keliatan ya, Kak?"Aku menghembuskan napasku lelah, berusaha mengontrol gejolak di dadaku. Demi tuhan! Aku tidak ingin menangis lagi.
"Udah nggak, Yah. Aku gak bisa cerita ke Ayah sekarang. Aku butuh waktu, Yah!"
Aku menatap wajah sendunya, terlihat jelas bahwa Ayah sedang mengkhawatirkanku. Tidak ada tempat ternyaman lain selain berada di dalam pelukan Ayah. Aku butuh waktu untuk mempersiapkan hatiku, tapi ini sudah hampir sebulan sejak aku dan dia memutuskan untuk berpisah.
Bagaimana bisa seseorang hancur sedemikian parah hanya karna cinta?
Ya! Kenyataannya hanya karna cinta aku yang tadinya berada di atas langit benar-benar jatuh hingga ke dasar.
Selama tiga tahun aku berusaha menutup mata dan telingaku dari pertanyaan-pertanyaan yang pada akhirnya mengusikku setelah sekian lama ku tahan. Aku bukan tipe orang yang akan memikirkan cibiran orang lain tentang kesendirianku.
Tapi, lain cerita jika pertanyaan yang sama keluar dari mulut orang yang ku cintai, pertanyaan itu rasanya seperti anak panah yang di lepas tepat mengenai jantungku.
Setelah tak kunjung mendapatkan jawaban dari pertanyaannya. Ayah menatapku dengan senyumnya yang di paksakan seolah sedang menguatkanku...
"Nak, percayalah kepada laki-laki yang menghargai dan menghormatimu sebagai perempuan. Jika kamu merasa tidak di hargai lagi, maka lepaskanlah. Allah akan memberimu yang lebih baik."
Kata-kata itu bagai tamparan keras yang akhirnya menyadarkanku, betapa bodohnya aku. Selama ini aku terlalu sibuk memikirkan kebahagiaan orang lain dan mengubur bahagiaku sendiri.
Bukannya tidak bahagia, tapi bahagia yang ku maksud bukan perhiasan mewah untuk meminta maaf setelah membuatku menunggu selama berjam-jam, bukan tas branded untuk menggantikanmu di hari jadi, bukan liburan mewah dengan fasilitas VIP setelah menyakitiku.Di saat aku membutuhkan seseorang, kau akan datang dan memelukku. Hanya itu! Bahagia memang sesederhana itu.
Harta dan tahta bukan jaminan kebahagiaan. Yes! It's true.
• • •
these three years must end sadly.
Dear, Fabiyan Pratama
Layaknya bintang yang bersinar terang di hidupku selama tiga tahun ini,
Terlihat dekat namun terlalu sulit untuk ku gapai.
Aku pikir, seiring berjalannya waktu aku bisa merubah akhir cerita ini.
Setidaknya tidak semenyedihkan ini.Tapi setelah sekian lama, hasilnya tetap sama seperti apa yang aku pikirkan di hari pertama kita memulai.
Aku akui, aku bodoh untuk sekian lama tapi kamu bukanlah sebuah penyesalan.
Dari sekian banyak momen,
Hanya ada satu momen yang akan aku ingat hingga waktu yang tidak di tentukan.
'Saat dimana kita tertawa bersama' itu lebih berkesan di bandingkan dengan
semua fasilitas mewah yang pernah kamu berikan.Perpisahan ini bukan salah siapa-siapa Aby, masing-masing dari kita hanya lelah untuk terus berlari.
Jika suatu hari nanti kamu ingin kembali
Kamu tau dimana akan kembali.
Semoga sampai pada saat itu, tempatmu masih sama.Elena -
KAMU SEDANG MEMBACA
Elena's Story
RomanceDi cintai oleh Fabiyan Pratama itu anugerah terindah tapi tidak dengan latar belakangnya yang rumit. Jatuh bangun harus mereka lalui untuk bisa bersama, dan itu nyaris membuat Elena gila.