"Melamun itu tidak baik untuk kesehatan."
Suara Kim Bum memecah lamunan So Eun yang sejak tadi diam dengan wajah murung di taman belakang sekolah. Pria duduk di bawah pohon besar tepat di sebelah sahabatnya yang tengah hilang semangat hidup.
So Eun hanya melirik kawan menyebalkannya itu kemudian kembali membuang wajah. Dia masih marah pada Kim Bum yang lupa pada hari ulang tahunnya, plus kebohongan menyakitkan yang dikarang pria itu kemarin.
"Kau masih marah padaku?"
"Tidak."
Mulut gadis itu mengatakan tidak marah namun cara bicara dan juga air mukanya sudah menjelaskan isi hati So Eun yang sebenarnya.
"Maafkan aku, Sso."
"Iya."
"Benar aku sudah dimaafkan?"
"Hm."
Astaga... Kim Bum lebih suka melihat So Eun beringas dan memakinya habis-habisan daripada menjadi irit bicara seperti ini. Sumpah pria itu angkat tangan. Dia tidak kuat menghadapi sikap dingin So Eun dan hal itu sangat membuatnya tidak nyaman.
"So Eun lihat aku kalau kau benar-benar tidak marah padaku," pinta Kim Bum sambil meraih kedua pundak So Eun dan dihadapkan padanya.
"Apa sih Bum, mood-ku sedang jelek sebaiknya kau pergi kalau tidak ingin kena amukanku."
"Aku lebih senang kau memarahiku daripada didiamkan olehmu seperti ini."
"Sayangnya aku sedang tidak minat untuk memaki siapa pun. Lebih baik sekarang kau pergi dan temui saja teman barumu itu. Main sepuasnya dengan Erina dan lupakan saja aku. Tidak usah membuat janji yang tidak bisa kau tepati, aku muak mendengarnya!"
Emosi So Eun meluap, dia yang tadinya tidak akan berkata apa-apa mengenai kejadian kemarin tiba-tiba memuntahkan semua uneg-unegnya. Pikiran gadis itu sedang kacau dan mumet. Tidak ada ruang kosong untuk memendam kedongkolannya pada Kim Bum jadi terpaksa dia meledakkan semuanya. Kim Bum tersentak mendengarnya, pria itu memejamkan mata dengan kepala sedikit tertunduk. Pria itu mulai menyadari pangkal masalah yang membuat So Eun menjauhinya sejak tadi pagi.
"Kau melihatku bersama Erina kemarin?" sebenarnya tidak nyaman menanyakan hal itu namun Kim Bum ingin tetap memastikannya.
"Iya, saat kau bilang sedang di mall aku melihatmu bergandengan tangan dengan Erina sambil saling melempar senyum. Tiba-tiba hujan turun sangat deras dan aku berdiri di atap gedung sekolah seperti orang idiot yang tetap mengharapkanmu berbalik dan berlari ke arahku. Menemaniku meniup lilin ulang tahun dan mengaminkan semua doa dan harapanku. Tapi kau tidak datang, aku menunggumu sampai tubuhku menggigil dan langit menggelap kau tetap tidak muncul, Kim Bum!"
"Ja-jadi semalam kau demam karena itu? Sso aku..."
"Sudahlah, aku sedang tidak ingin mendengar alasan apa pun darimu. Kalau boleh jujur, saat ini aku sangat marah dan kecewa padamu, Kim Bum. Untuk sementara jangan menemuiku lagi. Aku ingin menenangkan hati dan pikiranku dulu."
Dingin, ketus, dan penuh kekecewaan. Begitulah rasa yang bisa Kim Bum cecap dari setiap ungkapan yang So Eun lisankan. Pria itu dirundung penyesalan mendalam, dia memang salah karena tidak berani berkata jujur kemarin. Seharusnya Kim Bum bilang saja kalau sore itu dia ada janji nonton film dengan Erina dan bukannya mengarang kebohongan yang justru semakin melukai hati sahabatnya.
"Dasar bodoh!" maki Kim Bum pada dirinya sendiri.
***
Ungkapan yang semula Kim Bum anggap sebagai gertakan benar-benar dipraktikkan oleh So Eun. Gadis itu selalu menghindari Kim Bum di setiap kesempatan. Bahkan ketika Kim Bum sengaja menghampirinya di kantin pun So Eun langsung pergi dan menganggap Kim Bum tidak pernah ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Go (TAMAT)
Teen FictionKisah sahabat jadi cinta, klise tapi tetap istimewa.