Tak perlu bertanya pantas atau tidak. Berusaha untuk saling memantaskan saja.
***
Adzan sudah berkumandang lima menit lalu saat Daliya masuk ke kamar putri semata wayangnya. Seperti yang diduga olehnya, Abisha masih tertidur pulas. Biasanya gadis itu yang terlebih dahulu bangun, lalu membangunkan yang lainnya untuk melaksanakan kewajiban shalat subuh secara berjamaah di mushala yang tersedia di dalam rumah besarnya, tetapi kali ini berbeda. Daliya maklum, anaknya pasti tidur larut semalam sehabis mengerjakan tugas sekolah.
Wanita berstatus janda itu menatap sayang anaknya. Ada rasa tak tega jika membangunkan, tetapi selaku orangtua, Daliya harus memastikan anaknya tidak lalai dari kewajiban beribadah. Seperti saat ini contohnya.
"Aby, bangun, Nak. Ini sudah waktunya shalat subuh, loh." Daliya menepuk-nepuk pipi Abisha, tetapi dia tetap bergeming, tampak tak terpengaruh sama sekali, bahkan masih mendengkur.
"Abisha Maheera," panggil Daliya sambil menggoyangkan tubuh Abisha. Sayangnya, tidak berhasil.
Daliya tidak habis ide. Dia mencium pipi putrinya berulang kali, membuat Abisha bergerak gelisah, tetapi matanya tetap terpejam.
Wanita tua itu kembali berdiri tegak, dan memikirkan cara ampuh lainnya untuk bisa membuat Abisha bangun. Anaknya ini benar-benar susah dibangunkan. Sekali tidur sudah seperti orang mati dalam artian yang sebenarnya. Aha! Daliya dapat ide cemerlang. Entahlah akan berhasil atau tidak, dia akan mencobanya.
Perlahan, Daliya mendekati telinga Abisha yang tertutupi dengan kain jilbab.
"Siapa Tuhanmu?" bisik Daliya dengan suara bariton yang dibuat-buat.
Tak sampai sedetik, Abisha membuka matanya, dan secepat kilat mengambil posisi duduk.
"A... A... A-"
"Hahaha," tawa Daliya pecah melihat Abisha yang tampak linglung. Ternyata idenya mantap betul.
Nyawa Abisha seketika terkumpul semuanya saat mendengar bundanya yang berderai tawa. Menyadari bahwa ini adalah ulah bundanya, Abisha berteriak kesal, "BUNDAAA!"
"Ada apa, putriku sayang?" ledek Daliya sembari mengkondisikan tawanya. Abisha melotot pada bundanya. Dia tidak habis pikir bahwa terkadang Daliya menjadi sosok yang menyebalkan.
"Jangan tatap bunda seperti itu, Sayang. Sebaiknya kamu wudhu, dan cepat menyusul ke mushala," ucap Daliya seusai tawanya reda.
Abisha hanya diam. Rasa kantuk sebenarnya masih menggerayanginya, sehingga berencana untuk tidur barang sebentar saja jika Daliya sudah keluar dari kamarnya.
"Jangan turuti bisikan setan, Nak. Tidak baik menunda-nunda shalat," tambah Daliya seperti mampu membaca pikiran Abisha, lalu meninggalkan kamar putrinya.
Abisha tidak jadi berbaring kembali. Ucapan bundanya bagaikan tamparan untuknya. Kantuknya sudah menguap entah ke mana. Sebelum beranjak, Abisha sempat melirik jam weker bentuk bintangnya di atas nakas.
"Pantes bunda segitunya bangunin Aku. Tidur udah kayak kebo, sampai-sampai alarm ngga kedengeran," omel Abisha pada dirinya sendiri, sebelum masuk ke kamar mandi untuk bersih-bersih diri dan berwudhu. Selepas itu, Abisha mengenakan mukenanya kemudian keluar kamar untuk menuju mushala yang terletak di lantai dasar.
Tampak ada Daliya, Bibi Wati, dan Bibi Laksmi di bilik shalat wanita. Seharusnya ada satu ART lagi yaitu mbak Lian. Dia sedang berhalangan, jadinya absen shalat untuk beberapa hari ke depan.
YOU ARE READING
Another Feeling
Romance"Jika rasa itu hadir di antara kita, lantas akankah kita akan ditakdirkan oleh-Nya bersama?" Sebuah tanya yang terpatri dalam benak Abisha maupun Farras, diharapkan terjawab pada akhir kisah.