6 . 0

181 6 1
                                    

Tidak ada jaminan kebahagiaan meski memiliki pacar yang tinggal di samping rumah.

Berapa kali dalam sehari aku bertamu menembus dinding pagar rumahnya. Aku sudah tidak ingat. Ketika pagi datang, antara aku atau Junho akan saling bergantian memencet bel untuk saling mengingatkan bahwa saatnya berangkat sekolah.

Atau pada sore harinya, kami akan membagi waktu untuk membantu menyiapkan meja makan. Mengecap hidangan dengan khidmat. Kalau aku malas balik ke rumah, maka dengan senang hati Mama akan menyiapkan tempat tidur lipat untuk Junho dan membiarkanku menginvasi kasurnya.

Karena itu, malam ini aku sengaja untuk tidur di kamar Junho. Meninggalkan makan malamku lebih cepat dan memilih bergelung lebih dulu di atas kasurnya. 

Ini disebabkan karena aku takut Junho akan mengunci kamarnya sebelum aku bisa masuk ke dalam. Setelah pagi beberapa hari yang lalu, Junho benar-benar menghilang dari penglihatanku. Tidak membalas pesanku bahkan semua teleponku dirinya tolak. 

"Ka Erum." aku mendengar panggilannya di antara derakan engsel pintu. Mendengar derap langkahnya yang mendekat. Aku memilih menurunkan selimutnya yang mengurung seluruh tubuhku. Memutar tubuhku menghadap ke arah dia. 

"Aku tidak bermaksud seperti itu." aku membuka suara. Melihat bagaimana Junho berdiri di pinggir kasur membuatku mendudukkan diri dan sedikit merengut.

Sementara Junho hanya terdian tidak dapat ditebak. Tidak, dia membuatku kebingungan karena pesonanya.

Lantas satu helaannya menarikku untuk menatapi wajahnya.

"Satu pelukan berbaikan."

Aku tidak menahan diriku. Membiarkan bagaimana kedua mataku yang sudah sedikit basah menahan air mata kini bersembunyi dalam hangat dekapannya. Yang aku tahu Junho beberapa kali mengecup puncak kepalaku. Mengelus punggungku sayang sampai aku berhenti sesenggukkan.

"Kalau aku boleh egois, aku tidak akan membiarkanmu keluar rumah."

Junho malah terkikih usai aku berujar.

ㅡend.

Sweet Climax - Cha JunhoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang