#18

822 52 2
                                    

Minggu penuh dengan kesedihan bagi Prilly. Dua orang dekatnya masuk ke tempat dimana sangat dia benci, rumah sakit.

Gadis itu merasa miris dengan hidupnya, karena satu-satu malaikat pelindungnya kini tidak lagi mengingatnya, sejak kejadian dua minggu lalu yang menimpanya.

Pikitannya tidak fokus, mendengarkan seseorang yang berbicara di depan. Hingga dia mendapat teguran.

"Hei, coba kamu maju kedepan, saya perhatikan dari tadi kamu tidak menyimak pelajaran saya." katanya dengan mata yang membelalak.

Prilly menunjuk dirinya.

"Ya iyalah, siapa lagi?!" Prilly menggeser bangku, berjalan menghampiri papan tulis. Secepat kilat dia mengisi titik kosong dengan berbagai rumus, membuat guru itu mempersilahkan nya duduk.

Dia menopang dagu dengan tangannya, menatap jendela yang menerbangkan gorden yang behembus pelan. Matanya kembali terfokus, menatap siluet laki-laki jangkung yang berjalan, dan tertawa bersama seorang gadis.

"Ini lucu!" gadis itu memekik, kemudian tertawa. Prilly mengenal itu suara siapa. Jelas, itu suara Felly.

Dia telah kembali.

Otaknya kembali memutar kejadian terakhir di rumah sakit. Saat Felly datang, menjenguknya dan membawakan bucket bunga dan buah-buahan. Seolah-olah Ali tidak menganggap kehadirannya saat itu.

Melihatnya tertawa dan senyuman itu untuk perempuan lain, membuat hati Prilly seakan teriris. Meskipun dia bukan siapa-siapa. Dia merasa tidak berhak mendekati Ali, lagi.

Bu Rani, guru matematika merasa terusik keluar dan menegur keduanya. Namun, dia kembali dengan raut wajah yang mengeras, karena mereka tidak mengindahkannya.

"Prill!" bisik Milla yang duduk di belakang, memukul pelan bahunya menggunakan penggaris miliknya.

Prilly menoleh sebentar kemudian kembali menatap papan tulis itu.

"Kok, Ali bisa sama Felly?" sepertinya Milla juga merasa aneh, Prilly menghela napas, dan mengangkat bahunya acuh.

Sepertinya Milla salah bicara.

***

"Bunda!?" Prilly menghentikan langkahnya memperhatikan, seseorang tengah memeriksa keadaan Ully.

Orang itu tersenyum manis pada Prilly.

"Sini sayang, kenalin ini dokter favourit Bunda. Dokter Randy namanya!" Ully nampak antusias mengenalkan Randy pada anaknya itu.

"Randy." dia mengulurkan tangannya.

"Prilly," gadis itu menjabat tangannya dan tersenyum kecil, kemudian menghampiri Bunda nya.

"Bagaimana keadaan Bunda?" tanyanya, Ully tersenyum tipis.

"Sudah lebih baik sayang." Randy yang masih sibuk dengan alat-alat medisnya, mendekat.

"Benar. Kamu tidak perlu khawatir, Prilly. Ibu kamu sudah mulai membaik, berkat kamu yang menjaga dan selalu menemaninya untuk memeriksa keadaannya lebih lanjut." Randy tersenyum sangat manis.

"Ya sudah, saya permisi dulu." pamitnya. Keduanya mengangguk pelan.

***

Bukan hal mudah baginya membagi waktu antara kegiatan di sekolah, dan menjaga ibunya di rumah sakit.

Siang ini dia pergi setelah mengganti seragam sekolahnya. Dengan pakaian yang lebih santai. Karena, ada pelajaran tambahan untuk anak kelas dua belas.

Prilly menunggu taksi yang tidak kunjung tiba, berulang kali dia menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Kok gak ada sih? Hp ku lowbat, gimana cara ke sekolah supaya cepat sampai?" gerutunya, merapikan anak rambutnya yang tertiup angin.

Pacarku PsikopatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang