#8

3.7K 195 1
                                    

Prilly merebahkan tubuhnya di sofa, matanya menatap langit-langit ruangan dengan tatapan kosong. Kejadian yang baru saja di alaminya seperti mimpi sekaligus dirinya menjadi pemeran utama di dalam cerita dongeng yang biasa dia baca dulu bersama kakaknya.

Tanpa sadar dia tersenyum.

"Gak panas." Prilly mendongak, menatap tajam seseorang yang berdiri di hadapannya.

"Lo sakit? Senyum-senyum begitu?" Ucapnya polos. Prilly mendengus.

"Pergi sono lo ah, ganggu aja!" Usirnya, Ricky geleng-geleng kepala.

"Ada apa ini ribut-ribut?" Suara lembut itu menyahut dari dalam, bersamaan dengan langkah kakinya yang datang mendekat.

"Prill, kenapa kamu pulang terlambat, tidak seperti biasanya?" tanyanya.

"Ada pelajaran tambahan Bun."

"Yasudah, yuk bantu Bunda beres-beres ruangan dulu. Besok pagi ada yang mau datang."

"Siapa?"

"Dokter Randy."

"Bunda yang minta dia kesini, sayang. Untuk check up berkala karena Bunda gak mau datang ke rumah sakit, Bunda takut." Prilly mengangguk pelan.

"Ya udah mandi sana." Perintahnya, Prilly berjalan gontai menuju tangga.

***

Gadis itu mengeringkan rambutnya dengan hair-dryer. Memeriksa ponselnya yang tidak ada tanda pesan masuk satupun.

Ting.

Sebuah pesan masuk membuat Prilly men scroll notifikasi itu.

Selamat malam.

Melihat foto profilnya, Prilly tersenyum lebar.

Perasaannya berkecamuk. Prilly mengabaikan pesan itu, dia merebahkan badannya ke ranjang kingsize milik nya, menepuk pipinya memastikan bahwa dia sedang tidak bermimpi.

Prilly? Ini gue Ali.

Dia hanya membaca pesan itu dengan senyum yang tertahan. Prilly membaringkan tubuhnya, dan mulai memejamkan matanya karena sejak tadi dia sudah mengantuk.

Sebuah telepon masuk membuat dahinya mengernyit, dia melihat id pemanggilnya. Lagi-lagi dia tersenyum.

Halo?

Suara berat itu mulai terdengar, Prilly masih tetap diam, mengulum senyumnya.

Bisa dengar suara gue?

Setelah lama tidak mendapat jawaban di seberang sana Ali menguap sambil berbicara.

"Gue tutup ya?"

"Ada apa?" Sahut Prilly.

Cuma mau mastiin kalau lo baik-baik aja.

"Gue gak apa-apa, Ali."

Ya syukurlah, istirahat ya. Good night.

"Too Ali."

Percakapan singkat yang entah mengapa membuat Prilly merasa seperti ada kupu-kupu yang terbang di dalam perutnya.

Akhirnya Prilly tidak bisa tidur malam itu.

***

Blash!

Suara cipratan itu membuatnya mengerem mendadak. Beruntung saja tidak ada motor lain di belakangnya.

Ali meminggirkan motornya ke tepi jalan, membuka helm nya.

"Rasain lo! Gara-gara lo Ali mutusin gue." Pekik seseorang yang menyembulkan kepala dari balik kaca mobil berwarna merah menyala itu. Dia tertawa keras, melajukan mobilnya kembali.

Mata Ali memicing, memperhatikan seseorang yang mencoba membersihkan rok dan kaki nya dengan tangan kosong.

Ali menghampiri nya.

"Ali."

"Lo gak apa-apa?" Tanya nya, Prilly hanya menunduk.

Ali membuka jaket jeans miliknya, dan menyodorkannya ke arah Prilly.

"Jaket lo yang kemaren aja belum gue cuci, Li." Tolaknya halus.

"Udah pakai aja."

Prilly menerima nya ragu, dan memakai jaket Ali yang kebesaran di badan mungilnya itu.

"Makasih Li."

Sebuah taksi melewatinya. Prilly menghentakan kakinya.

"Kesel ih dari tadi taksinya ke lewat terus! Udah siang tau gak." Prilly menggerutu, Ali menepuk bahunya, membuat Prilly menoleh.

"Ayo naik."

"Gak Li, gue gak mau ngerepotin lo terus."

"Santai aja sih. Udah siang lho, nanti telat." Prilly mengangguk kecil.

"Prill?" panggil Ali, Prilly menoleh ke arah spion. Ada wajah Ali di sana.

"Kenapa lo disitu? Bukan masih jauh banget ya arah dari rumah lo ke sekolah?"

Prilly menghela napas.

"Taksi yang gue naikin mogok Li berhenti di tengah jalan."

Ali mengangguk paham. Mereka sampai di area parkir. Semua mata tertuju pada keduanya, saling berbisik dan tertawa.

"Makasih ya Li!" Prilly melepaskan helmnya, dan memberikannya pada Ali.

"Makasih mulu, kayak gak ada kata lain aja." laki-laki itu terkekeh.

"Udah yuk." ajak Ali, mereka berjalan beriringan.

Tanpa sadar, sejak tadi ada beberapa pasang mata yang menatapnya benci.

"Pagi guys!" sapanya ceria, gadis itu merangkul kedua temannya yang bersedekap dada.

"Fel, liat tuh." Felly menoleh, tangannya mengepal.

"Tadi mah gue mampusin aja sekalian!" dia menggeram dan siap melabrak keduanya. Namun, kedua tangan temannya menahan.

"Jangan! Itu bisa malu-maluin diri lo sendiri. Kita atur rencana nanti."

"Ide bagus!"

***

To be continue

Hai, maaf cerita ini sedang di revisi maaf kalau kalian bacanya agak terganggu.

Semoga suka, jangan lupa vote dan komentar nya ya guys.

Thank you.

Pacarku PsikopatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang