#1

7.7K 344 0
                                    

Siang hari terik, para siswa
SMA Harapan Bangsa berhambur keluar dari gerbang sekolah, berdesak-desakan. Seolah pintu itu adalah gerbang keluar mereka, dari tempat yang sangat membosankan.

"Permisi pak." gadis manis berpipi berisi itu, memberikan senyuman manisnya kepada satpam yang berdiri disisi gerbang. Bapak setengah baya itu mengangguk singkat, memberikan senyuman tipis di wajah datarnya.

"Prilly Latuconsina!" pekik seseorang, berlari kecil ke arahnya.

"Dari tadi gue panggil gak nengok, budeg banget sih!" omelnya, Prilly terkekeh.

"Sorry, Mil."

Dia, Prilly Latuconsina. Orang lebih mengenalnya begitu.

"Mau bareng?" ucap Prilly, Mila mengangguk cepat.

"Yuk." ucap Prilly, Mila berjalan di sebelahnya dengan napas yang terengah.

***

"Bunda, Abang. Aku pulang!" pekik Prilly melepas sepatu sekolahnya, dia tersenyum menghampiri dan menatap Ricky Sanjaya Karen kakaknya, yang tengah asik dengan play station miliknya itu.

"Mau apa?" tanya Ricky, dia paham betul jika adiknya bersikap manis dan menghampirinya pasti lagi ada maunya.

"Beliin aku baju baru ini dong, Bang!" Prilly menunjukan ponselnya online shop. Ricky menatapnya malas.

"Halo, Bunda!" Ully tersenyum tipis menoleh kebelakang, anak gadisnya itu mengecup singkat pipinya.

"Hai, anak Bunda yang cantik. Cepat sana ganti baju! Habis itu makan dan bantu Bunda bereskan ini, ya." Prilly mengangguk semangat dan bergegas menuju kamarnya.

Satu anak tangga lagi, yang Prilly pijak untuk sampai di lantai dua. Kakaknya itu berdiri didepan kamarnya, sambil bersedekap dada. "Mana kaset JB gue?" tanyanya dengan sorot mata yang tajam.

Prilly mengernyitkan dahinya, bingung.
Kaset? Kaset yang mana?
Menurutnya dia tidak meminjam kaset apapun kepada kakaknya itu.

"JB apa? Justin Bieber? Gue gak minjem kak! Lagian tuh punya gue udah setumpuk kaset cowok gue sampai posternya ada semua," jawabnya tidak mau kalah dari kakaknya itu.

Kirun memutar bola matanya.
"Ck bukan itu! Kaset James Bond punya gue mana? Lo masih gak inget juga? Gue aduin bunda nih."

Prilly menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Setelah mengingatnya, dia tersenyum lebar.

"Hm itu--"

"Apa hm hm hm?" Kirun berkacak pinggang.

"M-masih dirumah Milla Bang." Ricky memandang tidak percaya. Pasalnya, sudah dua minggu kaset itu tidak kembali juga, alasan Prilly selalu sama. Ricky menerobos masuk kedalam pintu kamar berwarna cokelat terang itu, jantungnya terasa mau lepas dari tempatnya karena apa yang dilihatnya. Ricky menarik napas panjang sebelum berbicara.

"Astaga Prilly, adek gue yang mulutnya kayak mercon. Lo tau gak, ini kaset kesayangan gue, gue beli make duit jajan gue. Itu kaset ori! Bukan bajakan, apalagi pasaran. Gue beli pas baru pertama rilis. Gue gak mau tahu lo harus ganti, atau lo gue aduin bunda!" Omel Kirun panjang lebar memajang kaset miliknya, yang sudah terbelah berkeping-keping itu.

Prilly merutuki kebodohannya, dia lupa. Seharusnya dia membuang kaset itu, kaset kusut yang tidak berguna. Baru dipakai beberapa menit saja sudah rusak gambarnya. Terpaksa Prilly remukkan menjadi beberapa bagian. Dan yang Prilly herankan reaksi Kakak semata wayangnya itu yang berlebihan. Membuat Prilly ingin tertawa saja, tetapi dia juga takut kakaknya itu mengadu pada Bunda nya, yang melarangnya menonton kaset 18+ itu. Jika ia melanggar bundanya mengancam akan mengambil fasilitasnya juga memotong uang jajannya.

Uang jajan boleh dipotong. Asalkan hp, laptop dan dvd-ku jangan sampai disita bunda.

Katanya dulu, sewaktu pertama kali ketahuan Bunda saat menonton kaset action secara diam-diam. Kirun yang melihatnya juga menahan tawanya, menjulurkan lidahnya ke arah Prilly.

"Sorry deh Bang, nanti gue ganti." pasrahnya.

Kirun menatapnya malas. "Bener lo ya? Awas aja kalo enggak!" tandasnya, membanting pintu dengan keras.

***

"Prill, nanti sore bunda ingin ke makam Ayahmu. Sudah sebulan ini Bunda tidak mengunjunginya." ucap Bundanya menatap Prilly sendu.

"Yaudah, aku ikut bun. Aku juga kangen sama ayah." Jawab Prilly. Mengganti channel tv, merasa tidak ada film yang seru. Dia mematikan tv nya

***

Pusara itu bertuliskan Ferry Sanjaya Karen.

Bunda Ully memandangi nisan suaminya sesekali mengelusnya, tak terasa air mata yang ia bendung seketika jatuh.

Prilly yang melihat Bunda nya tidak kuasa menahan tangis. Selama ini, dia berusaha terlihat tegar didepan bundanya. Dia merindukan sosok Ayah nya, yang melindunginya dan sangat menyayanginya.

"Yuk, kita pulang." ajak bunda Ully usai mereka berdoa.

"Bunda pulang duluan aja. Aku masih mau disini, nanti aku izin kerumah Itte sebentar ya!" ujarnya.

"Yasudah, kamu juga tidak boleh berlama-lama ya berada dimakam seperti ini." Bunda Ully mengingatkannya.

"Iya Bun, cuma sebentar kok."

"Ayah, aku tau siapa orangnya yang membuat Ayah seperti ini, aku janji akan membuat Ayah bangga. Aku sayang Ayah. Semoga ayah tenang di alam sana." Prilly berbicara serak, suara itu tertahan di tenggorokan nya. Dia menitikan air matanya, dan mengusapnya dengan kasar.

"Aku pergi dulu ya Yah. Aku janji setelah kembali ke sini, aku pastikan penjahat itu sudah mati dengan cara yang sama, seperti Ayah."

**

Nah lho. Ada dendam ternyata.
Baca terus kisahnya ya! Vote dan komentar jangan lupa, biar aku makin semangat lanjutinnya.

Terima kasih.

Pacarku PsikopatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang