10 - Maaf?

3 1 0
                                    


Tempat yang dikatakan sebagai neraka nya sekolah adalah ruang BK. Sekarang ini Ardin,Arkan, dan Cacha sedang dihadap oleh Pak Gito. Suasana nya hening, tak berani yang membuka suara atau pun memprotes setelah Pak Gito menjatuhi hukuman untuk keduanya.

"Sepakat?" tanya Pak Gito ulang

Arkan mengangguk begitupun Ardin.

Cacha hanya diam membisu, ia tak terlibat hukuman namun menjadi saksi atas perkelahian mereka. Yang otomatis ia harus menceritakan penyebab perkelahian mereka.

"Lakukan mulai besok, setelah acara ulang tahun sekolah" ujar Pak Gito.

"Baik Pak" ucap Ardin dan Arkan bebarengan.

Arkan beranjak, lalu pamit kepada Pak Gito. Disusul dengan Cacha dan Ardin.

Arkan berjalan cepat sepanjang lorong tak mau berhenti walau Cacha sudah memanggilnya.

"Kan!" seru Cacha "Tunggu dulu"

Arkan tetap tak menggubris Cacha. Begitu Cacha menghadangnya,Arkan berhenti. "Tunggu" Cacha masih mengatur nafas.

Arkan menunggu Cacha bicara, "Kenapa lagi?"

"Lo marah sama gue?" tanya Cacha

"Enggak" jawab Arkan singkat lalu beranjak

"Kan jangan salah paham gitu dong, gue ngomong ke Pak Gito sesuai apa yang gue liat"

"Serius? Gak salah nih" ujar Arkan sinis "Kesaksian lo tuh menyudutkan gue, padahal disini bukan cuma gue yang salah"

Cacha hanya menunduk diam. "Gue gak nyalahin lo, gue tau kalian sama – sama salah" ujar Cacha "Cuma- "

"Cuma karena lo suka sama Ardin terus lo ngebelain dia gitu?"

"Kan, kok lo ngomong begitu sih!. Gue kan cerita apa adanya" bela Cacha "Yang mukul Ardin duluan kan elo, kalo lo gak kebawa emosi kalian pasti gak akan berantem"

"Lo nyimpulin sesuatu yang sebenarnya lo gak tau akar masalah nya" Arkan meninggalkan Cacha.

Cacha masih mengejar, sekarang ini mereka berada di pinggir lapangan basket. Karena hari ini ada jadwal ekskul, lapangan pun lumayan ramai. Cacha masih mengikuti Arkan. Cacha menahan tangan Arkan untuk menjelaskan nya lagi. "Maksud lo apa dengan gue nyimpulin masalah tanpa tau akar masalah nya?"

"Pikir aja sendiri, jangan karena gue ini tukang cari masalah terus setiap masalah gue yang jadi tersangka" Arkan kesal-sangat kesal "Orang baik juga bisa jahat begitu juga sebaliknya"

Cacha hanya diam, lalu mulai berbicara saat Arkan selesai "Gara – gara gue kalian berantem. Mungkin gue harusnya gak ada di tengah – tengah kalian karena yang bikin masalah ini bukan lo atau pun Kak Ardin tapi gue sendiri" ujar Cacha "Seharusnya gue tadi gak egois dengan ninggalin kalian begitu aja terus marah – marah gak jelas tapi gue juga kesel sama lo. Gue udah nunggu lo panas – panasan di parkiran terus lo dateng bikin mood gue rusak gara- gara kelamaan nungu"

Arkan diam sejenak lalu mendengus– meninggalkan Cacha di pinggir lapangan. Cacha menatap kosong kepergian Arkan. Mau bagaimana lagi Cacha menjelaskan?. Toh Cacha juga sudah mengakui kesalahan nya.

Cacha berbalik mencari keberadaan Ardin- ingin meminta maaf, namun belum sempat berbalik suara teriakan terdengar ke telinga Cacha. "Awas!"

Sesuatu menghantam kepala Cacha, refleks Cacha memegang kepala nya yang terasa pusing. Bola itu tepat mengenai kepala Cacha–cukup keras. Pandangan Cacha menjadi buram–matanya mengerjab menyesuaikan penghilatan. Namun usaha nya sia - sia, alhasil Cacha pun jatuh tersungkur di lapangan.

Masih dalam keadaan sadar, pandangan nya buram. Cacha memegang kepala nya yang terasa pening. Sakit–ia meringis. Murid lain pun mengerumuni nya – hingga saat ini pandangan nya pun berubah menjadi gelap.

Cacha pingsan.

****

Bau khas obat – obatan tercium oleh indra penciuman nya. Saat sadar Cacha sudah berada di rumah sakit. Ia mengingat kejadian sebelum ia berada disini.

Lapangan–bola, kepala nya pusing dan ARKAN. Tadi sebelum terkena hantaman bola Cacha sempat berbicara dengan Arkan.

Lalu Cacha berusaha bangkit dari tidur nya, ia masih memegang kepala nya yang masih terasa pening. Cacha beranjak dari tempat tidur–akan keluar. Tapi saat membuka pintu ruangan seseorang menunggu nya.

Arkan.

Dia ada di sana, tangan nya menutupi wajah. Tampaknya Arkan sedang gelisah. Apakah Arkan mengkhawatirkan nya? Cacha berjalan menghampiri nya–menyentuh pundak Arkan. "Kan, gue mau pulang"

Arkan kemudian melihat seseorang yang menyentuh pundak nya. Ia kaget karena itu adalah Cacha.

Refleks Arkan memeluk nya.

Cacha diam terpaku, yang hanya bisa Cacha lakukan adalah diam. Membiarkan Arkan memeluknya sampai ia berhenti.

Jantung Cacha berpacu kencang, getaran – getaran aneh muncul. Cacha pun membalas pelukan Arkan dan menghirup aroma tubuh Arkan yang menurut nya menenangkan.

"Lo gak kenapa – kenapa kan?"Arkan mengurai pelukan nya. Cacha hanya mengangguk sebagai jawban

"Maafin gue, karena gue egois ninggalin lo begitu aja" Cacha menatap sorot mata Arkan. Tatapan itu lah yang membuat Cacha seakan jatuh dan terlarut dalam pikiran nya. Tatapan tulus Arkan yang hanya ditujukan untuk Cacha.

"Gue baik – baik aja kok"Cacha mengulas senyum. "Gue mau pulang, gak mau lama – lama disini"

Arkan mengernyit, "Lo belom pulih Cha"

"Ada Kan Rian kok di rumah dia kan bisa ngerawat gue"

Arkan mengangguk "Yaudah kalo emang ada kakak lo dirumah. Tapi tadi gue nelpon nyokap gak diangkat"

"Nyokap lagi ke Banjarmasin, biasa masalah perusahaan" jawab Cacha. "Kenapa lo bawa gue kesini? gue gak kenapa – kenapa kali, di sekolah juga ada UKS"

"UKS dikunci kan udh jam pulang, kalo gak dibawa ke rumah sakit terus kemana?" ujar Arkan "Gue panik karena lo pingsan, untung gue bawa mobil hari ini jadi gak repot bawa lo"

Cacha memajuka bibir nya, "Kalo gue ngrepotin kenapa lo bawa gue kesini?" ucap Cacha kesal

Arkan mendengus "Cha..."

"Kalo gue gak bawa lo kesini terus gue biarin lo pingsan di lapangan?"

Cacha mengangkat kedua bahu nya "Ya terserah lo mau ngapain kek"

Arkan menggandeng Cacha menuju ke ruangan nya kembali "Lo harus tiduran dulu, gue yakin lo masih pusing kan?"

"Tapi gue mau pulang" rengek Cacha,saat ini Cacha sudah berbaring tapi tangan nya tak mau lepas dari Arkan.

"Iya bentar lagi pulang, lo istirahat bentar gue mau nyari makan dulu. Lo belom makan kan?"

"Gue gak laper, gue mau nya pulang Arkan Devano!" Cacha sudah muak dengan ini, Arkan memaksa nya untuk istirahat tetapi Cacha tidak suka rumah sakit.

Arkan menggaruk kepala nya yang tak gatal "Kan udah gue bilang lo istirahat dulu Cha,"

"Enggak!" Cacha mulai bangkit dari tempat tidur "Kalo lo gak mau ngenterin gue pulang gue bisa sendiri" Cacha mulai turun dari ranjang dan melewati Arkan begitu saja.

"Dasar batu"

"Gue masih denger" ucap Cacha kesal

"Bagus kalo kuping lo masih berfungsi"

"Tau ah nyebelin" jawab Cacha.

Sudut bibir Arkan terangkat, melihat Cacha marah – marah lebih menyenangkan dari pada melihat Cacha pucat pasi karena hantaman bola tadi. Karena panik Arkan langsung membawa Cacha ke rumah sakit, dan beruntung keadaan nya baik – baik saja.


****

TBC


Happy Reading

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 16, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Not MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang