Bab 10

1.1K 55 0
                                    

Happy reading

Maaf ya, aku lama update. Mungkin beberapa hari terakhir ini aku mengalami masalah hati yang cukup rumit. Jadi pikiran dan hati terbagi-bagi. Semoga saja hati cepat di ajak kompromi dan update lebih cepat lagi.

Sekarang aku sudah kembali dan mulai bisa menulis lagi

Salam Literasi

Ayu Wandira.

***

Mince menatap penampilannya di cermin, dress classy berwarna biru menjadi pilihannya saat ini. Ia biarkan rambutnya terurai, entahlah ada perasaan semangat ingin bertemu dengan Arnold lagi. Jujur ini adalah pagi yang sangat luar biasa sejak satu tahun berlalu. Ia memandang ke arah jendela, karena mentari sudah menampakkan sinarnya. Ia tahu ini bukanlah mimpi untuk sekedar menyambut pagi dengan senyum.

Ia memgambil tasnya di nakas, sambil melirik jam melingkar di tangannya menunjukkan pukul 06.30 menit. Ia lalu melangkah turun ke bawah, sepertinya Sinem masih belum bangun, karena ruang tengah masih gelap dan pintupun masih tertutup rapat. Mungkin Sinem tadi malam bergadang karena menonton acara dangdut akademi. Ia lalu melangkah keluar dari rumah, Ia memandang mobil grab sudah menantinya di depan rumah.

Beberapa menit kemudian, ia tiba di Bubur Cikini H.R Sulaiman. Ia mengedarkan pandangannya ke segala penjuru area, sudah banyak pengunjung memadati ruangan. Ia tahu bahwa bubur Cikini ini sangat legendaris dan begitu ramai penggemarnya. Biasa jam sembilan pagi bubur ini sudah habis dan sudah di padati para pengunjung.

Ia mencari keberadaan Arnold, tapi tidak ia temui di sini. Padahal ia melihat bahwa ada mobil berlogo Zuri Hotel di pinggir jalan. Ia yakin laki-laki itu sudah berada di sini.

Sebenarnya ruangan ini tidak sebanding dengan animo pengunjung, lihatlah yang para pembeli masih mengantri untuk memesan. Tempat ini sangat sederhana, dan memiliki dua lantai. Kemungkinan besar Arnold memilih di lantai atas, karena suasan lebih lenggang dari pada di bawah.

Benar dugaanya, ia memandang Arnold sedang duduk di salah satu kursi kosong sambil memandang ke arah layar persegi yang ada di tangannya. Lihatlah dia begitu tampan, dengan kemeja berwarna putih sangat pas di tubuhnya. Sedetik kemudian laki-laki itu menyadari kehadirannya. Lihatlah, dia menyungging senyum ke arahnya, ah, senyumnya selalu menggoda imannya.

"Selamat pagi Minara,"

Ucapan selamat pagi, adalah sapaan termanis yang pernah ia dengar. Ya, sapaan itu selalu berhasil membuat paginya lebih bersemangat. Tak jarang bahwa ucapan selamat pagi, selalu menjadi moment yang ia tunggu dari laki-laki itu dulu.

"Hai, selamat pagi juga," ucap Mince kikuk, ia mendaratkan pantatnya di kursi, lalu menyimpan tasnya di meja.

Arnold memandang penampilan Mince, dia semakin menawan. Dress biru itu sangat pantas di tubuh rampingnya. Ia senang bisa bersama seperti ini lagi, tanpa adanya permasalahan hidup yang rumit. Sekarang di sini, mereka mengukir kisah baru di dalam catatan buku biru.

"Aku sudah pesan bubur untuk kita, mungkin sebentar lagi akan datang,"

"Terima kasih,"

Arnold menyungging senyum, memandang iris mata bening itu, "Kamu cantik hari ini,"

Mince tersenyum mendengar pujian dari laki-laki tampan itu. Ia memandang iris mata Arnold yang sedari tadi memperhatikannya.

"Tumben kamu mau sarapan di sini," ucap Mince membuka topik pembicaraan.

"Lagi pengen makan bubur sama kamu,"

Mince tersenyum simpul, Ia memandang waitress menyajikan dua mangkuk bubur ayam dan teh hengat di atas meja. Semangkuk bubur ayam hangat, di sajikan dengan suwiran ayam dan kerupuk, merupakan menu favorite orang Indonesia.

GAIRAH CINTA HOT DUDA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang