10. Now I Know

9.3K 573 11
                                    

Aku diam bersandar pada daun pintu kamar, memandangi Krista yang sedang tertidur. Tentu saja aku tak mungkin masuk ke sana. Bisa-bisa aku lepas kendali dan membuat para setan tertawa bahagia karena akan dengan mudahnya menyeretku ke neraka.

Aku bersyukur beribu kali karena ternyata Krista ingin kembali bersamaku ke Jakarta secepatnya. Sungguh membahagiakan, bukan? Tapi aku sedikit dihantui pikiran buruk dalam kepalaku ketika aku tersadar tentang status kami di mata semua orang. Aku ingin menikahinya. Tapi, bagaimana dengan status kami yang diketahui orang sebagai adik kakak?

Ketika pertama ayah mulai membangun perusahaan keluarga kami, yang orang tahu adalah bahwa kami berdua kakak-adik. Tidak ada yang tahu bahwa ketika menikah, ibu dan ayah adalah janda-duda. Yang kukhawatirkan adalah para pemegang saham mungkin akan tidak menyukai keadaan ini. Karena khawatir akan rusaknya image perusahaan di mata klien.

Sebenarnya sebagian diriku tak begitu memusingkan masalah ini. Soal pekerjaan, aku tak keberatan kalau harus mencari pekerjaan baru kalau memang tak dipercayai lagi oleh dewan perusahaan dan para pemegang saham.

Ah, kuharap Krista juga berpikiran terbuka tentang ini.

"Kak.. Udah bangun.." kudengar suara Krista, yang membawaku kembali dari pemikiranku. 

Aku tersenyum padanya. Betapa indahnya menyambut pagi dengan menatap wajah cantik itu.

"Aku buatkan sarapan ya, kak.." ucapnya seraya berjalan melewatiku setelah aku mengangguk padanya.

Aku berjalan mengikutinya, memandanginya yang mulai asyik menyiapkan sarapan. Indahnya pagi jika dinikmati seperti ini, membuatku tak sabar ingin mempersunting wanita tersayang ini. Tapi kapan tepatnya aku bisa mempersuntingnya?

Ta, bagaimana? Bisakah kita menikah? Aku semakin tak mampu melihatmu tanpa membangkitkan angan yang menggila dalam kepalaku. Godaan setan juga semakin kuat terdengar di telingaku. Memandangimu seperti ini saja tentu saja tak cukup bagiku. Aku ingin kamu. Maukah kau hidup bersamaku?

"Nanti malam kita makan di luar yuk, kak?"

Aku menaikkan alisku, mendengar ucapan Krista setelah kami menuntaskan sarapan. Artinya, dia tak berniat pulang hari ini? Jangan bilang dia ragu untuk kembali bersamaku. Tapi, aku tak bisa memaksanya untuk pulang hari ini, kan?

"Dimana, Ta?"

"Di tempat kita bertemu kembali.." jawabnya dengan senyuman.

Aku menaikkan alisku.

Restoran itu? Baiklah. Sepertinya aku akan menanyakan tentang hal-hal yang mengganggu pikiranku saat makan malam nanti saja.

Jadi, aku mengangguk padanya.

*

"Jadi kita akan kembali, kan, Ta?" tanyaku pada wanita yang tersenyum memandangiku itu, duduk nyaman menikmati makan malamnya di restoran yang ternyata menjadi tempat favoritnya sejak tinggal di Jogja. Restoran tempat kami bertemu kembali.

Dia tersenyum. "Bukankah ibu merindukanku, kak?"

Aku mengangguk. Seharusnya aku lega karena dia sudah menegaskan bahwa dia mau kembali, kan? Tapi, aku dihantui pikiran tentang bagaimana kami bisa hidup bersama nanti. Aku ingin menikah dengannya, ingin melamarnya segera. Tapi, sudikah dia menghadapi semua ini bersamaku?

"Lalu kita bagaimana? Saat kembali nanti, jika kita bersama, mungkin akan banyak gosip miring tentang kita, Ta.." ucapku, mulai menyuarakan pergumulan batinku.

"Memangnya kenapa, kak?"

"Seperti yang kakak bilang, masyarakat kita masih awam, kebanyakan mereka menganggap saudara tiri itu haram untuk menikah... Kurasa pihak perusahaan mungkin akan enggan menerima sesuatu yang bisa dianggap skandal semacam ini," ujarku.

Jejak CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang