Sudah seminggu ini aku tak melihat Krista di kantor. Lega rasanya, tak perlu menghindarinya. Tapi tentu saja sebagian besar hatiku sangat merindukannya. Tapi aku tak boleh memanjakan perasaanku itu, kan? Jadi, biarkan saja kerinduan ini merajalela.
Ponselku berdering pagi-pagi sekali. Tanpa melihat pun aku sudah tau siapa. Ibu.
"Pagi, sayang.. Selamat ulang tahun.."
Aku tersenyum dengan mata yang masih terasa berat.
"Terima kasih, bu.."
"Makan malam di rumah ibu?" pintanya
"Boleh.."
"Nanti ibu telpon Krista dulu, ya.."
"Oke, bu.."
"Jangan telat ke kantor.. Assalamualaikum.."
"Waalaikumsalam.." aku meletakkan kembali ponselku di atas nakas. Mengerjap berulang-ulang. Menguap sekali.
Ya, ini hari ulang tahunku. Tapi, ada yang aneh. Adik kecilku belum mengucapkan selamat ulang tahun padaku.
Kuraih kembali ponselku, dan, nihil. Tak ada pesan dari Krista. Ya, mungkin dia marah padaku. Tak apalah, ini perkembangan yang bagus. Aku harus terbiasa, selanjutnya dia juga tak akan lagi menjadi sosok pertama yang mengingat hari pentingku.
Aku bergegas ke kamar mandi, dan bersiap untuk bekerja.
Sesampainya aku di ruang kerjaku, kedua sahabatku sudah menunggu di dalam, dengan senyuman lebar di wajah mereka.
"Tumben.." ucapku, meletakkan tas kerja di meja kerjaku.
"Ando bilang, takut kau kesepian. Dia memaksaku ke sini pagi-pagi. Sudah bukan CEO malah kerja dengan jam suka-suka.." Asa mencibir Ando, yang hanya nyengir bodoh dan mendekat untuk memelukku, menepuk punggungku hangat.
"Sudah ada Al, dan dia nggak mungkin memecat direktur keuangan yang super ganteng ini.." jawab Ando setelah melepas pelukannya dan menggumamkan kalimat selamat ulang tahun untukku.
Kemudian gantian Asa yang memelukku dan juga menggumamkan hal yang sama.
"Kau sudah 30. Sudah ada gambaran seperti apa hidupmu ke depan nanti?" tanya Ando seraya duduk di sofa, diikuti aku dan Asa.
Aku hanya menggeleng.
"Jangan memburu kami untuk segera jadi sepertimu. Mentang-mentang kau sudah sukses dengan kehidupanmu.." Asa yang menjawab, aku hanya mengangguk setuju, sementara Ando tertawa geli.
"Padahal kalian sudah punya gambaran tentang bagaimana mengurus wanita hamil dan anak bayi yang merepotkan.."
Aku terkekeh pelan. Asa tersenyum. Kurasa dalam kepala kami, melintas memori yang sama, saat kami mengurus istri Ando yang sedang hamil tua sementara Ando sedang dalam masa bodohnya, sibuk dengan pelariannya.
"Sudahlah, jangan mengingat kebodohanku lagi.." ucap Ando, sukses membuatku dan Asa terbahak.
"Jadi, apa yang akan kita lakukan?" tanya Ando.
Aku menggeleng. "Aku banyak pekerjaan. Lagipula ini sudah ulang tahunku yang ke 30. Dan kau bahkan sudah 32, Sa. Kurasa sebaiknya kita nggak merayakan ulang tahun lagi. Ando bahkan sekarang sibuk merayakan ulang tahun anaknya.."
Ando mengangguk setuju.
"Oke-oke. Kalau kau bosan, hubungi kami.." Asa bangkit dari duduknya, menepuk pundakku sekilas dan bergerak pulang.
"Ya, selesaikan pekerjaanmu.." Ando menambahkan, dan mengikuti Asa.
Aku mengangguk, bangkit dan melepas mereka keluar dari ruanganku. Lalu aku duduk di kursi kerjaku dan mulai berkutat dengan semua pekerjaanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak Cinta
RomanceIni kisah tentang aku, yang memendam cinta pada adik tiriku sendiri. Cinta yang terus tumbuh selama 11 tahun lamanya. Yang meninggalkan jejak yang pedih dalam kisah cintaku. (Dehyan Finanda) Copyright © 2014 by ikadelia