Tenang saja, aku cukup tahu diri jika aku hanyalah pilihan kedua untuk hatimu.
***
Sudah sekitar 2 minggu Ane bersama dengan Agam. Dan sejauh ini Ane merasa diperlakukan dengan sangat baik oleh Agam. Dan itu pula yang membuat hatinya semakin tak karuan, karena di sisi lain masih ada orang lain yang mengisi hatinya. Terkadang Ane juga harus menyadari bahwa Agam hanya akan ada di sampingnya sampai lelaki itu kembali. Mungkin setelah lelakinya kembali, Agam akan menjauh dari Ane, mungkin.
"Tumben kamu bisa nemenin aku jalan siang-siang, emang nggak kerja?" tanya Ane pada Agam.
"Mmm, hari ini cuma masuk setengah hari." Jawab Agam.
"Ohh, aku seneng deh bisa sama kamu terus. Makasih ya Gam." Ucap Ane sambil menatap lekat-lekat mata Agam.
"Tapi cepat atau lambat aku akan pergi." Jawab Agam dengan yakin. Sebenarnya kalimat ini bukan hanya untuk Ane tapi juga untuk dirinya sendiri. Untuk menyadarkan dirinya sendiri bahwa dia hanya seorang "cadangan" dalam kisah cinta Ane.
"Gam, jangan gitu. Aku sayang sama kamu." Jawab Ane sambil menatap Agam. Tak ada sorot kebohongan di mata Ane.
"Ya tapi kamu milik dia." Jawab Agam dengan santainya. Ia cukup tahu diri.
Ane menarik nafasnya panjang. Ia tahu semua akan menjadi serumit ini. Seandainya saja waktu itu ia tidak jatuh cinta pada lelaki yang saat ini entah pergi kemana. Seandainya saja kebahagiaannya tidak tergantung pada lelaki itu, mungkin saat ini ia masih punya hak lebih untuk menempatkan hatinya pada siapa saja yang ia mau.
"Aku mau kamu." Jawab Ane mantap.
Agam reflek melihat ke arah Ane. Mencoba mencari sebuah kebohongan yang ia yakini hanya untuk menyenangkan perasaannya. Tapi nihil, Agam tak berhasil menemukan kebohongan ataupun kepalsuan di mata Ane.
"Kamu yakin?" jawab Agam.
"Iya, aku nggak bisa bohongin hati kecilku kalau aku udah sayang sama kamu Gam." Jawab Ane.
"Aku juga sayang sama kamu. Tapi aku juga harus mempersiapkan diri jika nantinya kamu harus kembali kepadanya." Jawab Agam sambil tersenyum ke arah Ane.
"Agam, kenapa ngomong gitu?" Ane mulai tak bersemangat. Hatinya kembali bimbang. Ia tak ingin menyakiti siapa pun disini. Tapi ia juga tak ingin menjadi pihak yang merasakan kesakitan. Egois memang, bahkan itu pula yang Ane pikirkan tentang dirinya. Semua ini terjadi karena dirinya sendiri yang ingin merasakan bahagia.
"Udah nggak usah dibahas lagi. Dua hari ke depan aku nggak bisa nemuin kamu dulu ya, aku ada kerjaan di luar kota." Ucap Agam mencoba untuk mengalihkan pembicaraan.
"Ini bukan alasan kamu untuk ninggalin aku kan Gam?" ucap Ane dengan mata yang berkaca-kaca.
Ternyata Agam salah. Maksud hati ingin mengalihkan pembicaraan, tapi yang ada jadi memperkeruh suasana.
"Ane, aku cuma lagi ada kerjaan di luar kota. Lagian ini juga cuma dua hari. Aku bukan dia yang akan ninggalin kamu tanpa pamit." Jawab Agam mencoba menjelaskan.
"Kalau begitu tetap saja kan kamu akan ninggalin aku, cuma bedanya kamu pamit dulu." Jawab Ane.
Wanita sungguh sangat menyebalkan, batin Agam.
Bukan seperti itu maksudnya. Agam hanya ingin berpamitan karena ada urusan di luar kota, tapi kenapa jadi serumit ini. Ia tak ingin melihat Ane menangis lagi, meski kini kenyataannya mata ane sudah berkaca-kaca.
"Aku nggak akan ninggalin kamu Ane. Aku cuma lagi ada urusan dan beneran nggak bisa nemuin kamu. Tolong kamu mengerti dan jangan mikir yang enggak-enggak." Jawab agam mulai kesal.
Memang selama ini hampir tiap hari Agam selalu menemui Ane. Sebisa mungkin ia selalu menjemput Ane ke kampus, selagi ia bisa. Mungkin itu pula yang membuat Ane merasa sudah dekat dan terlalu nyaman dengan Agam. Belum lagi semua perhatian yang diberikan Agam tak bisa ia pungkiri telah membuatnya jatuh cinta.
"Tapi beneran ya kamu nggak akan menghilang begitu saja?" tanya Ane.
"Iya Ane bawel." Jawab Agam.
"Ih aku nggak bawel."
"Ceriwis," ucap Agam pelan.
"Enggak ya, aku baik dan pendiam."
"Terserah," jawab Agam lelah.
"Tuh kan mulai kumat cueknya," ucap Ane dengan manja kepada Agam.
Agam memang cenderung lelaki yang pendiam dan cuek. Hanya saja dengan Ane ia bisa berubah menjadi lelaki yang super protektif dan perhatian. Pertemuan singkatnya dengan Ane memberikan cerita tersendiri bagia Agam. Untuk saat ini, ia merasa bahwa Ane adalah kebahagiaan yang Tuhan kirim untuk mengganti kebahagiaan yang juga telah lama hilang dalam hidupnya.
Tak banyak memang yang Ane tahu tentang Agam. Tapi Agam cukup bisa tahu tentang kehidupan Ane dari cerita-cerita singkatnya. Ya memang Agam termasuk lelaki yang tertutup, apalagi terkait dengan kisah hidupnya. Ia merasa belum siap untuk membagi kisah hidupnya pada siapa pun. Meskipun sebenarnya ia sudah merasa bahwa Ane lah orangnya. Ia merasa Ane adalah orang yang tepat untuk mendengarkan kisah hidupnya. Hanya saja ia belum siap jika Ane tahu siapa dirinya sebenarnya. Ia juga takut jika kebahagiaan yang baru saja ia rasakan akan pergi bersamaan dengan semua rahasia hidupnya yang terbongkar.
***
hai hai gais, update lagi nih
jangan lupa vote + komen yaa :*

KAMU SEDANG MEMBACA
GREY
Teen FictionHidupku tak terlalu berwarna untuk membuatku menyukai warna-warna pelangi. Dan untuk semua petualangan rasa yang aku rasakan, entah akan kembali berujung pada kamu atau seperti apa. Yang aku pahami saat ini hanyalah aku tak bisa memastikan untuk sia...