LIE

67 9 2
                                    

A/N: Kritik dan saran sangat dibutuhkan! Jangan lupa komentar apa pendapat kalian tentang FF ini ♡

   Jam pulang sekolah tiba, Jimin duduk di perpustakaan sembari membaca buku. Ia menaruh ponselnya di sampingnya seperti menunggu pesan dari seseorang.

Tak lama, sebuah pesan masuk ke ponselnya. Ia menaruh bukunya dan mengambil ponselnya.

"Taman belakang sekolah ya!" tertulis pesan masuk disana

Jimin menghela nafasnya. Ia berdiri dan berjalan keluar dari perpustakaan. Lalu kemudian keluar dari gedung sekolah dan berjalan ke arah taman belakang. Sekolah itu hanya diisi oleh beberapa murid yang terlalu rajin belajar dan sisanya pegawai sekolah.

Sesampainya di sana, matanya tertuju ke arah seorang wanita yang berdiri sendirian.

"Kupikir kita akan berbicara di perpustakaan?" Tanya Jimin.

Wanita itu tersenyum, "Aku butuh udara segar, Jimin-ah." Jawab wanita itu.

Jimin mengangguk-anggukan kepalanya, "Jadi, apa yang ingin nuna (kakak) bicarakan?" tanya Jimin.

Wanita itu mendecak sebal, "Hahh, kau terlalu to the point, Jimin-ah." Ujar wanita itu dengan nada malas. Ia menatap Jimin, "Kau tidak menyadari sesuatu?" tanyanya.

Jimin tampak berpikir sejenak. Ia kemudian menatap wanita itu, "Biar ku tebak. Kau ingin membuatku jadi bahan bully sekarang?" Tanya Jimin.

Wanita itu tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban Jimin yang terdengar sangat polos itu. Jimin menaikan sebelah alisnya melihat wanita itu tertawa puas.

"Kau sangat lucu, Jimin-ah. Pantas saja kau sangat ceroboh," Ia kemudian menyeringai, "Kau pikir aku tidak tahu kalau kau yang membunuh Kang ssaem?" wanita itu menggeleng-gelengkan kepalanya, "Hm, kau terlalu ceroboh membiarkanku merekam kejadian itu," ujarnya dengan senyum kemenangan.

Jimin memiringkan kepalanya, "Dari kapan kau merekamnya?" tanya Jimin

Wanita itu tersenyum, "Dari kau meninggalkan mayat itu," ujarnya. Namun senyumannya itu memudar ketika Jimin tersenyum miring, "Ah," Jimin tertawa kecil, "Sepertinya kau salah sangka, Jaein-ssi,"

Jimin melangkah maju, "Kau hanya merekamku keluar dari ruangan dimana Kang ssaem mati?" Jimin menggelengkan kepalanya, "Sepertinya kau ketinggalan banyak, Jaein-ssi," ujar Jimin.

Jimin tertawa, "Apakah kau tidak sadar?"

Jaein mengernyitkan dahinya.

"Kaulah yang ternyata jatuh ke dalam perangkapku," Jimin menaikan sudut bibirnya, "Kau ingat kenapa kau bisa disitu?" tanya Jimin

"Tentu saja, aku kan-" Perkataan Jaein terhenti ketika ia menyadari bahwa ia tidak mengingat apapun. Jimin tertawa kecil, "Memangnya kau pikir apa yang sedang Kang ssaem lakukan disana sebelum aku datang?" tanyanya

"Ma-maksudmu?" tanya Jaein

  Jimin mendecak sebal, "Kau mengatai aku bodoh, tapi sekarang kau sendiri menjadi bodoh." Gerutu Jimin. Jaein menelan salivanya sementara Jimin terus melangkahkan kakinya.

"Kau tidak ingat bagaimana aku menyuruhmu pergi dari lab dan kembali lagi untuk melihat kematian Kang ssaem kan?" tanya Jimin. Jae in menatap Jimin dengan takut sekarang.

Jimin kini menghapus jarak diantara mereka. Ia menyentuh pipi Jaein dengan lembut, "Jangan takut. Aku akan membuat hari ini menjadi sangat spesial untukmu," Ujar Jimin. Kaki Jaein bergetar hebat. Ia takut. Ia sangat-sangat takut.

Sementara itu, seorang lelaki tengah menonton adegan yang terjadi disana itu. Ia sedikit bergidik ngeri melihat Jimin yang memancarkan aura mengerikan.

Ia hendak merekam kejadian itu, tapi ponselnya hanya menampilkan warna putih seakan itu menjadi barang rongsokan.

"Heol (wow), dia benar-benar bukan manusia," ujarnya dalam hati.

Jimin tersenyum menatap Jaein yang tampak ketakutan itu. Jantung Jaein berdegup kencang ketika tangan Jimin menyentuh pipinya. Jaein benar-benar terpaku menatap mata Jimin yang membuatnya tidak dapat berpikir jernih.

Jimin menaikan sudut bibirnya, "Nikmatilah hari terakhirmu, nuna." Ujar Jimin dengan nada seperti anak kecil.

Ketika Jaein mengerjapkan matanya, mereka sudah berada di ruang musik. Ia mengepalkan tangannya erat hingga buku-buku jarinya memutih.

Jimin berjalan-jalan di sekitar ruangan itu. Mata Jaein hanya terpaku menatapnya. Jimin terhenti di depan piano, "Kau menyukai musik nuna?"

Jimin membuka penutup piano dan jari lentiknya itu mulai memainkan sebuah alunan musik.  Jaein masih terdiam di tempatnya. Rasa takutnya itu seakan menghentikan jantungnya untuk berdetak.

Hanya sedikit alunan musik yang Jimin mainkan, dan ia berhenti memainkannya, "Kupikir nuna sudah bersiap-siap berhadapan denganku," ujar Jimin. Ia berdiri lalu berbalik menatap Jaein yang hanya menatapnya. Jimin mengerucutkan bibirnya, "Kenapa nuna mendadak jadi pendiam seperti ini? Kau takut?" tanya Jimin

Jaein menggeleng, "a-an-ani. Aku, aku tidak takut. Hahahaha. K-kau, kau pikir kau bisa menipuku eoh? Ha, ja-jangan bercanda." Suara Jae in benar-benar terdengar bergetar.

Jimin berjalan ke arah Jaein, sementara Jaein melangkah mundur perlahan. Jimin berhenti dan menatap jam tangannya. Ia kemudian menghela nafasnya, "Ah, sudah mau jam 6 sore? Cepat sekali waktu berlalu ya?"

Jimin menghapus jarak di antara mereka. Ia mencekik leher Jaein dengan satu tangannya. Jaein terkesiap ketika tangan Jimin itu hampir meremukan lehernya. Perlahan tubuh Jaein terangkat ke atas. Kaki Jaein mulai bergerak-gerak berusaha lepas dari Jimin. Jimin menatap Jaein yang bahkan tidak bisa bersuara. Ia hanya membuka mulutnya berusaha meraup oksigen.

"Aku tidak ingin berlama-lama, jadi selamat tinggal," Jaein membulatkan matanya ketika Jimin mengeratkan cekikkannya dan mematahkan lehernya.
Seekor kupu-kupu hitam muncul dari tubuh Jaein. Jimin melepaskan tubuh Jaein ke lantai. Matanya masih membuka lebar tetapi jantungnya sudah berhenti berdetak.

Muncul sosok Jaein yang tampak pucat di depan Jimin dan ia tampak terkejut menatapnya. Tangan Jimin meraih kupu-kupu hitam, dan menggenggamnya. Kupu-kupu hitam itu hancur menjadi debu dan Jaein yang berada di depannya itu menutup telinganya.

"Andwae, andwae, ANDWAEE!!" (andwae = tidak, jangan, ini tidak seharusnya terjadi)
Ia menjerit keras. Tubuhnya perlahan menghilang menjadi debu. Jimin kemudian berdiri di samping mayat Jaein. Ia mengarahkan tangannya ke arah leher Jaein, dan mengusap bekas cekikkannya itu. Secara ajaib, bekas cekikannya itu menghilang. Lalu ia mengangkat tubuh Jaein.

   Ia menggendongnya dan berjalan ke arah jendela. Tangan satunya itu membuka jendelanya. Ia kemudian melompat keluar dan pecah menjadi puluhan kupu-kupu hitam lalu menghilang. Sementara itu tubuh Jaein terhempas ke tanah dan darah langsung menggenang disekitar tubuhnya.

Jimin muncul secara mendadak di balik lelaki yang sedari tadi menonton adegan itu. Ia melihat tas lelaki itu terbuka dan terdapat sebuah suntikan disana.

   Lelaki itu terkejut karena merasakan kehadiran seseorang dibelakangnya. Ia berbalik dan hendak memukul Jimin, tapi Jimin lebih cepat darinya. Jimin mengambil suntikan di dalam tasnya dan menancapkannya ke tangan lelaki itu. Mata lelaki itu membulat sempurna melihat suntikan itu menancap di tangannya.

"Jawab pertanyaanku dengan jujur sebelum aku menyuntikan seisi suntikan ini ke dalam tubuhmu. Kenapa kau mengikutiku?" tanya Jimin

Jimin menahan tangannya untuk bergerak. Ia sedikit demi sedikit menekan suntikkan itu. Lelaki itu tampak tidak ingin membuka mulutnya walaupun isi suntikan itu perlahan bersatu dengan darahnya.

   Jimin menaikan sebelah alisnya, "Tidak mau menjawab? Kalau begitu selamat tinggal," Jimin memasukan semua isi suntikan itu ke tubuhnya dan meninggalkan lelaki itu disana. Lambat laun lelaki itu mulai kejang-kejang hingga mulutnya mengeluarkan busa. Tubuhnya bergetar hebat dan kemudian dia ambruk seketika.

-tbc

A/N: Jadi.. pemeran utamanya jahat atau baik? ~( • v • ~)

ㅋㅋ 안녕~

blackbutterfly [BTS FANFICTION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang