7. Akad

334 58 40
                                    

Maafkan aku calon imamku..
Karena dulu, Aku tak bisa menjaga rasa cinta dan kasih itu untukmu.. Tapi perlu kau ketahui. Bahwa sekarang, aku sedang belajar tuk mencintaimu dengan cara yang paling Dia sukai.

-------

Hari ini adalah hari akad ku bersama Mas Irham. Suasana rumah mulai ramai. Semua kerabat yang sempat hadir untuk menyaksikan akad nikah sederhanaku. Yah.. sederhana. Itu adalah keinginanku. Bukan akad dan pesta mewah seperti orang kebanyakan. Aku hanya ingin pesta sederhana yang di hadiri kerabat dan sahabat dekat. Bukan karena apa-apa, hanya saja aku memang tak terlalu menyukai pesta mewah dan meriah.

Di ruang tamu sudah berkumpul semua keluarga menanti kedatangan keluarga Mas Irham. Ada sebuah pelaminan kecil di sana. Dipenuhi bunga-bunga dominan berwarna putih. Aku memang menyukai warna putih. Karena kesannya yang bersih dan menenangkan. Sementara kamarku sendiri bisa dibayangkan gimana suasananya. Sudah dihias dengan begitu indah. Dengan sentuhan warna putih juga tentunya. Ditambah begitu banyak kuntum bunga mawar putih pemberian Mas Irham tadi malam. Karena dia tau aku menyukai warna putih jadi sebelum akad di mulai ribuan bunga mawar putih dia kirimkan ke rumah. Romantis.. menurutku biasa saja. Karena Ikhsan biasanya lebih dari itu. Ahh.. Ikhsan lagi. Kenapa selalu Ikhsan yang menari dalam benak. Tak terasa ada buliran bening luruh perlahan dari kedua netraku. Maafkan aku Ikhsan karena harus mengakhiri kesendirian ini bukan bersamamu. Seperti harapan kita dulu. Dulu sekali.. aku berharap kau yang mengucap akad itu. Tapi semua sudah di gariskan oleh-Nya. Kita bisa apa?

Mengenakan gamis putih bermotif bunga dan khimar putih yang senada aku memang terlihat lebih cantik. Cantik.. seperti yang dulu sering kudengar dari mulut Ikhsan setiap bertemu. Aku mau pakai apa saja tetap cantik. Katanya. Lagi.. Ikhsan bermain dalam khayal. Ada apa ini? Hari ini akadku bersama Mas Irham. Kenapa malah Ikhsan yang bertahta.

"Sudah siap,Sayang.?" Suara Mama membuyarkan lamunanku.
"Cantiknya anak Mama.." Ucapan Mama hanya ku balas dengan senyuman.

"Di bawah, keluarga Irham sudah datang dan akadnya juga sudah di mulai. Sebentar lagi kita turun ya sayang.." Ujar Mama. "Kamu kenapa? Tegang banget?"

"Enggak kok Ma.. Biasa aja." Sahutku singkat. Menutupi debar tak menentu dalam dada. Tak ku pungkiri rasa gugup ini. Ada rasa yang sulit ku terjemahkan. Menikah adalah langkah awal kehidupan. Surgapun sudah berpindah ke suami. Apa aku bisa jadi istri yang baik untuk Mas Irham kelak? Dan melupakan bayangan Ikhsan. Ahh tetap saja Ikhsan yang hadir dalam bayang.

"Maafkan aku calon imamku..
Karena dulu, Aku tak bisa menjaga rasa cinta dan kasih itu untukmu.. Tapi perlu kau ketahui. Bahwa sekarang, aku sedang belajar tuk mencintaimu dengan cara yang paling Dia sukai." Gumam ku dalam hati.

Terdengar suara lantang Mas Irham saat mengatakan. "Saya terima nikahnya Kesya Akanzza Binti Tomi Hadi Wijaya dengan mas kawin dan seperangkat alat shalat tersebut dibayar tunai!"
Sah?

SAH!

Suara dari lantai bawah lantang terdengar. Lantunan doa mengudara untuk kedua mempelai. Aku dan Mas Irham. Perlahan kaca-kaca yang sedari tadi memenuhi rongga mata luruh menjadi butiran bening. Ada haru dalam dada. Pun sesak yang tak kumengerti kenapa. Oh Allah sekarang aku telah menikah ternyata Jodohku adalah Mas Irham dan bukan Ikhsan..

Mama memelukku erat.
"Selamat sayang... jadilah istri terbaik bagi suamimu ya.. lupakan yang lalu dan buka lembaran baru. Mama yakin kamu bisa." Ucap Mama sambil mengusap lembut pipiku dan menghapus air mata yang tak bisa ku cegah hadirnya.

"Ayo kita turun sekarang. Suamimu sudah menunggu di bawah." Ajak Mama.

Melangkah perlahan. Sembari mengatur debaran ini, tak lupa ku lantunkan doa. Semoga jalanku terbaik. Semoga hari-hari ke depan pun dipenuhi dengan kebaikan. Semoga dan semoga. Jutaan asa ku semai..

Maafkan Aku Calon Imamku (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang