Terima kasih sudah bersabar.
Perlu diketahui, yang namanya nulis kudu pake mood dan niat.
Kalo nggak, yah nggak bakal into it.
Jadi percuma kalo nguber tapi yang nulis lagi gak ada rasa.Cipokan gak pake perasaan, asal nyipok doang rasanya pasti jijik 😌
Yang jomblo paham gak? Sangat.Ada salam dari Babang, yang katanya rindu sama kalian, sehingga beliau minta aku lanjutin part ini agar bisa update malam minggu.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Abby memperhatikan Russell yang sedang menuangkan wine ke dalam gelasnya. Entah kenapa pria itu terlihat berbeda dan tampak mengintimidasi. Menikmati makan malam yang menyajikan steak terenak di kota itu, Russell bersikap layaknya Don Juan yang memanjakan wanitanya. Memotongkan daging steak, menuangkan minuman, memberikan serbet, dan mengusap bibir Abby tanpa ragu.
"Apa kau tidak memiliki kekasih?" tanya Abby lalu menyesap wine dengan pelan.
"Aku tidak pernah memilikinya," jawab Russell santai.
Tentu saja tidak pernah, batin Abby. Untuk pria seperti Russell, mana mungkin berdiam diri hanya dengan satu wanita, sementara dirinya bisa mendapat lebih tanpa perlu bersusah payah.
"Kalau kau? Apa kau pernah atau sudah memiliki kekasih?" tiba-tiba Russell langsung melemparkan pertanyaan yang menyebalkan itu.
"Aku tidak punya banyak waktu untuk terbuang sia-sia dengan omong kosong seperti itu. Seperti kau, aku tidak punya kekasih," jawab Abby hambar dan kembali menyesap wine-nya dengan dalam.
Alis Russell terangkat setengah. "Wow! Aku senang jika mendapatkan lawan jenis yang sepaham denganku."
"Aku tidak yakin jika kita sepaham, Mr. Thompson."
"Russell," ralat Russell dengan lugas. "Di luar jam kerja, panggil namaku saja. Aku tidak suka kau bersikap terlalu resmi dan memanggilku seperti itu, apalagi kita sedang di restoran romantis. Jangan membuat persepsi jika aku sedang membawa simpananku, Abby."
"Siapa yang akan peduli?" balas Abby sambil tersenyum setengah.
"Aku," jawab Russell tanpa ragu. "Lagi pula, kita berdua terlihat cukup serasi secara visual dan saat bercinta. Semua orang akan menganggap kita sebagai kekasih dan jangan mengacaukannya dengan panggilan resmimu itu."
Abby tertawa hambar. "Untuk ukuran pria yang tidak pernah memiliki kekasih, kau termasuk orang yang mempedulikan anggapan orang."
"Apa kau tidak mempedulikan anggapan orang terhadap dirimu?"
"Kenapa harus?"
"Sebagai bekal diri untuk menjadi lebih baik."
Abby tidak merespon ucapan Russell yang terdengar omong kosong. Anggapan orang? Sepenting itukah? Tidak ada gunanya mendengar atau menerima anggapan orang, sebab semuanya adalah penghakiman yang seolah-olah manusia adalah Tuhan. Abby bahkan merasa muak dengan semua omong kosong yang pernah dilayangkan padanya.
"Kuharap apa yang kau katakan sudah terjadi dalam hidupmu, bahwa anggapan orang membuatmu menjadi lebih baik," komentar Abby kemudian, lalu menyesap habis isi wine-nya.
Russell tersenyum. "Tentu saja. Anggapan orang membuatku merasa lebih baik karena dari situ, aku diperhatikan dan diawasi. Mereka kerap kali bersikeras pada pendapatnya bahwa aku seperti ini dan itu, lalu mengawasi untuk membuktikan anggapan mereka benar. And guess what? Aku memberikan tontonan menarik berupa pembuktian bahwa anggapan mereka salah."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Heartbreaker (COMPLETED)
RomanceThe Bodyguard Series #4 : Russell Thompson ***** Kesempurnaan, sejatinya adalah milik seorang Russell. Tampan, hidup bergelimang harta, dan lahir dari keluarga terpandang. Hal itu sudah membuatnya menjadi incaran para gadis muda di Cheetham Hill, Ma...