Chapter 21

2.5K 118 7
                                    

Kenneth tiba di rumahnya saat hari sudah menjelang dini hari. Ia melihat Olivia tertidur di sofa yang ada di ruang keluarga mereka. Kenneth cukup terkejut karenanya. Ia mendekat ke arah Olivia dan menyentuh kening wanita itu. Tidak demam, batin Kenneth lega. Dengan perlahan, Kenneth membopong Olivia untuk memindahkannya ke kamar mereka. Olivia menggeliat pelan saat tubuhnya berada di atas ranjang mereka.

“Kenneth?” Kenneth cukup terkejut ketika Olivia memanggilnya dengan lirih. Kancing kemeja yang akan ia lepas, akhirnya diurungkan dan memilih untuk menghampiri wanita itu.

“Kau darimana saja?” Olivia mengusap pelan lengan Kenneth dengan mesra.

Tidur dengan kakakmu. “Aku terpaksa lembur di kantor.”

Olivia tersenyum. “Pantas saja rambutmu berantakan.”

Ulah kakakmu, Olivia. “Iya, pekerjaanku sangat berat.” Kenneth tersenyum sebelum beranjak untuk membersihkan tubuhnya. Saat ia membersihkan tubuhnya, Kenneth tidak merasakan apapun—sesuatu yang seharusnya ia rasakan. Rasa bersalah. Seharusnya, Kenneth merasa bersalah pada Olivia. Ia mengkhianati istrinya sendiri dengan meniduri kakaknya. Ia harusnya bersimpuh di bawah kaki Olivia untuk memohon maaf pada wanita itu. Semuanya akan terjadi jika ia mencintai Olivia. Sayangnya, tidak. Ia tidak mencintai Olivia. Ia menghargai wanita itu sebagai istrinya, namun tidak untuk mencintainya.

“Berengsek,” gumam Kenneth seraya menonjok tembok kamar mandinya. Ia mencoba untuk mencari rasa bersalah yang seharusnya ia rasakan. Namun, nihil. Ia tidak menemukannya, ia tidak merasakannya. Kenneth merasa bahwa ia harus merasakan rasa itu. Tapi, kenapa rasaya sangat sulit?

Apakah rasa cintanya pada Violet mengalahkan rasa bersalahnya pada Olivia?

***

“Mama?” Violet cukup terkejut melihat kedatangan Alesya ke restorannya siang ini. Ia tersenyum dan menghampiri Alesya untuk menyambutnya.

“Kenapa Mama kemari? Jika ada yang ingin dibicarakan, lebih baik aku yang menemui Mama,” ujar Violet seraya memberikan secangkir teh hangat di depan Alesya. Alesya tersenyum kecil sebelum memperhatikan ke sekeliling restoran yang tidak pernah terlihat sepi.

“Kau baik sekali, Violet. Tapi, kebetulan saja, aku dan Clarresta baru pulang dari mall. Jadi, aku menyempatkan diri untuk kemari, Cla tidak bisa ikut, karena suaminya menunggunya.” Alesya menjelaskan dan membuat Violet mengangguk kecil.

“Aku hanya ingin mengajakmu ke acara makan malam hari  ini. Di rumahku, dan ini hanya makan malam biasa. Karena, Sean dan Alexa akan pulang hari ini, jadi kenapa tidak jika aku menyambut mereka dengan makan malam keluarga?”

Violet terdiam mendengarnya. Ia ingin sekali ikut makan malam itu, tapi mengingat apa yang sudah terjadi kemarin malam, rasanya sulit jika ia harus berhadapan dengan Kenneth dan Olivia dalam satu waktu. Semalam, ia tidak bisa tertidur dengan pulas. Entah karena otaknya selalu memutar reka adegan pergulatan panasnya dengan Kenneth atau karena hatinya merasa bersalah pada Olivia.

Seharusnya, ia menjadi kakak yang baik untuk Olivia. Seharusnya ia mendukung Olivia untuk sembuh. Bukan....tidur dengan satu-satunya sumber kebahagiaan Olivia—Kenneth Wijaya.

“Violet? Kenapa kau terdiam?”

Violet gelagapan begitu ia ketahuan melamun oleh Alesya. Ia menggeleng. “Tidak apa, Mama.”

“Jadi, bagaimana? Kau mau?”
Violet mengangguk kecil. Ia berpikir, jika ia menolak ajakan Alesya, maka wanita itu akan marah padanya—tidak secara langsung, namun Violet yakin Alesya tidak akan menyukai itu. Kedua, akan terlihat sekali bahwa ia menghindari Kenneth jika ia tidak hadir. Terlepas dari hubungan gelapnya dengan Kenneth, ia akan selalu berusaha untuk terlihat baik-baik saja di hadapan pasangan itu.

Morning Coffee [Terbit di Dreame]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang