Violet berbaring di tengah ranjangnya—masih memikirkan tentang ciuman dan perkataan Kenneth. Ia terlonjak ketika ponselnya berbunyi—menandakan ada pesan yang baru ia terima. Kenneth yang mengirimnya pesan.
“Violet, kau sudah tidur?” Violet menggigit bibirnya saat membaca pesan Kenneth. Apa maksudnya ini semua? Violet masih bigung dengan semua ini.
“Belum, Kenneth.” Violet mengeryit tidak suka ketika membaca lagi pesan yang ia kirim. Sangat kaku dan canggung. Namun, hanya butuh sepersekian detik hingga Kenneth membacanya dan kemudian meneleponnya. Astaga, Violet tidak tahu apa yang harus ia katakan—namun, ia tetap mengangkatnya.
“Hai,” ujarnya canggung.Tetapi, tidak seperti dugaannya bahwa semua akan menjadi sangat canggung, obrolannya dengan Kenneth mengalir begitu saja. Violet bahkan tidak tahu sudah berapa menit ia berbincang dengan Kenneth—ralat, ia sudah menghabiskan tiga jam berada di panggilan itu.
“...iya, kau harus mencoba membuatnya...”
“Tidak akan, Violet. Aku selalu gagal ketika akan merias kuenya.”
Violet tertawa kecil. Tidak ia sangka seorang Kenneth Wijaya bisa membuat sebuah kue—katanya, Alesya yang selalu menyuruhnya untuk membantu, jadi ia bisa jug membuat kue. “Kau tahu letak kesalahannya?”“....hm, nope. Tell me.”
“Granola.”
“Granola?” Kenneth terdengar tidak percaya. “Mungkin nanti kita harus mencoba untuk membuat kue bersama?”
Percakapan mereka berlanjut hingga tiga jam berikutnya. Violet melihat jam dinding di kamarnya—sial, sudah lewat tengah malam.
Namun, ia tidak ingin mengakhirinya—sepertinya Kenneth juga. Violet tidak sadar bahwa dari semua pembicarannya bersama Kenneth—ia lupa bahwa Kenneth akan dijodohkan dengan Olivia. Sekarang, kenapa kata ‘dijodohkan’ membuatnya mengeryit tidak suka?
***
Alden menyesap kopi yang diberikan oleh Alesya dan berterima kasih pada wanita itu. “Kopi buatan istrimu sangat enak.”
Kent tertawa mendengarnya. “Iya, itu yang membuat aku tidak akan meninggalkannya.” Alden ikut terkekeh mendengar jawaban Kent.
“Jadi, Alden, ada apa?” Kent cukup heran ketika Alden Mitchell datang ke rumahnya di Senin pagi ini. Yap, Kent sudah tidak sesibuk saat ia masih muda yang mengharuskannya ke kantor tiap hari—sekarang, ia hanya pergi ke kantor saat ia diperlukan saja, karena sudah ada anak-anaknya yang mengurus. Kesehariannya hanya ia habiskan dengan Alesya—istri tercintanya, dan terkadang bersama cucu-cucunya.
Jadi, ia heran mengapa Alden kemari—karena, hari Senin bukankah seharusnya Alden pergi ke kantornya?“Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan padamu—sebenarnya, lebih kepada aku membutuhkan bantuanmu.” Alden berkata serius pada Kent.
“Anakku sakit, Kent. Dia sakit dan aku tidak tahu sampai kapan dia akan bertahan. Lalu, aku hanya ingin mewujudkan keinginannya, bahwa ia ingin menjadi wanita seutuhnya sebelum...kau tahu, bukan?”
Kent mengangguk mengerti. Ia tahu siapa anak Alden yang sakit—Olivia Mitchell. Kent turut prihatin padanya. “Jadi, apa yang bisa aku bantu?”“Aku ingin menikahkan Olivia dengan anakmu.”
“Kenneth? Karena, anak-anakku yang lain sudah menikah.” Kent tidak cukup terkejut mendengar permintaan Alden. Lagipula, ia juga tidak keberatan jika Kenneth akan menikah dengab Olivia, karena ia tahu Olivia Mitchell adalah gadis yang baik, walaupun ia juga tidak tahu sampai kapan gadis itu akan bertahan... ralat, sampai kapan pernikahan yang mungkin terjadi itu akan bertahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Morning Coffee [Terbit di Dreame]
Romance"Aku pernah melepaskan seseorang, tapi aku tidak menyesalinya. Untukmu, aku tidak akan melepaskanmu, tidak akan pernah." "Kenapa?" "Cause you're my morning coffee that i'm not gonna miss." *** 100% FROM MY WEIRD IMAGINATION DO NOT COPPY MY STORY! **...