“Kenneth—”
Volet tidak menyangka Kenneth akan langsung memeluknya malam itu. Pria itu benar-benar memeluknya dengan erat—menyalurkan rasa rindu dan kesal yang ia pendam selama satu tahun. Rindu karena wanita itu sudah meninggalkannya selama satu tahun ini dan kesal karena Violet meninggalkannya sendiri ketika ia butuh sandaran.
Rasanya, pertemuan mereka tadi siang tidak berarti apa-apa untuk menyembuhkan kerinduan mereka. Karena, Kenneth masih merindukan Violet. Sekaligus, ia kesal karena Violet menyembunyikan anaknya dan tidak ingin mengatakannya sejak tadi siang.“Violet...Kenapa?”
Violet tahu apa yang dimaksud dari; kenapa?
Kenapa ia meninggalkan Kenneth tanpa alasan yang jelas?
Kenapa Violet harus pergi?
Kenapa...Violet harus menyembunyikan anaknya? Ralat, anak mereka.
Ini saatnya, Kenneth yang awalnya ingin mengajak Violet pergi keluar dan berbicara tentang apa yang mereka lewati selama satu tahun ini, harus kembali gagal karena ada masalah yang lebih penting untuk dibahas.
“Kenneth, bukankah kau membenciku setelah aku pergi? Kau mengatakan bahwa aku bukan lagi—” morning coffee-mu, oleh karena itu, aku membutuhkan waktu untuk mengatakannya langsung padamu. Oleh karena itu, tadi siang bukan waktu yang pas untuk mengutarakannya.
Kenneth membungkam ucapan Violet langsung dengan bibirnya. Kenneth mencium bibir yang ia rindukan dengan menggebu-gebu. Ia tidak peduli jika Alden Mitchell akan memergoki mereka—atau lebih parah, Alden Mitchell akan menghabisinya karena berani menghampiri putrinya. Karena, walaupun selama satu tahun ini hubungan Alden dan keluarga Kent Wijaya masih baik-baik saja, namun hubungan Kenneth dan mantan mertuanya secara tidak disadari, merenggang.
“Kenneth...” Violet melepaskan ciuman itu dengan muka memerah. Mau dielak sekeras apapun, tetap saja rasa itu tetap ada. Mau sejauh apa Violet menghindari Kenneth, tetap saja ia masih mencintai pria itu.
“Aku ingin bertemu dengan anakku, Violet.” Kenneth menangkup wajah Violet dan menatapnya tepat di bola mata indah Violet.
Kenneth tersenyum sendu. “Kenapa kau menyembunyikannya dariku?”
“Kenneth—”
“Aku tahu itu anakku, Violet. Jangan berlagak seolah kau dihamili pria lain.” Kenneth mengecup kening Violet—menyalurkan segenap rasa yang selalu ia timbun selama satu tahun ini. Ia merindukan wanita yang ada di hadapannya.
“Aku...aku memang tidak bermaksud untuk menyembunyikannya.” Violet menatap Kenneth diam-diam. Terlalu malu ketika Kenneth memandangnya dengan seksama setelah satu tahun ini. “Karena....dia memang membutuhkan ayahnya, kelak.”
Mendengar itu, Kenneth tersenyum. Bukan berarti ia lega karena Violet tidak menyembunyikan identitas anaknya, karena ia masih membutuhkan berbagai penjelasan dari Violet.
Violet membawa Kenneth ke kamarnya. Sebenarnya, Kenneth berharap ia bertemu dengan Alden Mitchell, namun sepertinya Alden sudah tertidur karena Kenneth tidak bertemu pria itu.
Pintu kamar terbuka—terlihat seorang bayi perempuan mungil yang cantik tertidur di tengah ranjang dengan dua guling kecil di kedua sisi tubuhnya. Kenneth membeku melihatnya. Itu....itu sungguhan anaknya, bukan? Violet sungguh sudah memberikannya seorang anak? Ia sekarang officially menjadi ayah?
“Namanya Magentha Taviella Wijaya.” Violet merasakan hatinya terenyuh ketika melihat Kenneth menatap anaknya dengan tatapan sayang—semua orang pasti bisa mengetahuinya dari tatapan Kenneth bahwa pria itu jatuh hati pada anaknya pada pandangan pertama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Morning Coffee [Terbit di Dreame]
Romance"Aku pernah melepaskan seseorang, tapi aku tidak menyesalinya. Untukmu, aku tidak akan melepaskanmu, tidak akan pernah." "Kenapa?" "Cause you're my morning coffee that i'm not gonna miss." *** 100% FROM MY WEIRD IMAGINATION DO NOT COPPY MY STORY! **...