Seorang gadis berjalan menyusuri lorong suatu sekolah yang cukup sepi. Padahal saat ini sedang dalam kondisi istirahat pertama. Mungkin semua murid sedang sibuk mengganjal perut mereka di kantin.
Dengan santai dia berjalan sambil melihat beberapa poster dan karya lainnya dalam mading yang berjejer. Tangannya yang dia gunakan menggenggam tali tas warna abu-abunya sesekali membenarkan letak posisi kaca mata yang bertengger manis di atas hidungnya.
Hari ini adalah hari kepindahan gadis itu ke sekolah yang baru. Walaupun semester pertama belum lama berlalu gadis itu terpaksa pindah karena pekerjaan ayahnya.
Saat sedang menikmati perjalanan menuju ruang guru, suara bel tanda jam pelajaran akan segera dimulai berbunyi. Sekolah yang seakan tidak berpenghuni kini berubah menjadi gelombang manusia. Seakan gerombolan domba yang sedang berlari ke arah kandangnya.
Dalam kerumunan orang, kaca mata gadis itu terjatuh. Menghela nafas kesal dia mencoba mencari di mana letak kaca matanya terjatuh. Beberapa lama mencari tapi tidak kunjung ketemu. Kerumunan orang tadi sudah hilang entah kemana.
Dalam kondisi ini indra pendengarannya menangkap suara dan membuatnya berhenti sejenak. Mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara dan mencoba melihat hingga menyipitkan matanya. Namun nihil. Hingga matanya membentuk garis lurus dia tidak bisa melihatnya dengan jelas.
"Berapa kali harus gue bilangin sih Put, makannya tuh yang cepetan dikit. Tiga menit langsung abis gitu. Sekarang kita jadi telat masuk kelas kan" suara protesan terdengar dari arah belakang gadis itu.
"Yaelah.. woles aja kali Ghe. Baru aja bel juga. Gurunya belum masuk. Lagian makan tuh ga boleh buru-buru. Ga baik buat otak, nanti perutnya cacingan" Lawan bicaranya menjawab dengan santai.
"Lhah.. apa hubungannya sama dengkul?" balas Ghea dengan malas.
"Mulai nyindir."
"Anu.. mbaknya..."
Panggilan seseorang menghentikan langkah dan percekcokkan absurd dari Ghea dan Putri terhenti. Mengalihkan pandangannya ke arah orang yang memanggil.
"Oh iya mbak ada apa?" tanya Putri yang berada tepat di hadapan gadis itu.
"Bisa minta tolong bantu cari kaca mata saya yang terjatuh?" tanya gadis itu dengan sopan.
"Oh tentu saja..." begitu balas Putri tidak menolak walau sedang terburu-buru.
Seperti janji kita yang sering kita ucapkan, Trisatya. Di situ disebutkan --menolong sesama hidup dan ikut serta membangun masyarakat--.
Putri menoleh ke arah sekelilingnya. Ghea yang berada di sebelah Putri juga melakukan hal yang sama. Mereka bertiga mulai berpencar untuk mencari.
Gadis yang meminta tolong tadi berjongkok dan meraba-raba di area sekitarnya. Putri mencari di lorong yang adad di dalam. Sedangkan Ghea mencari di sekitar ujung lorong dekat mereka bertemu.
Setelah beberapa saat mengamati, mata Ghea menangkap kilatan cahaya yang terlihat seperti sebuah kaca kecil di bawah mading di ujung lorong. Dengan segera dia mengambilnya. Di dapatnya kaca mata yang sedikit tergores akibat benturan dengan lantai. Lalu dia serahkan kaca mata bergagang hitam itu kepada pemiliknya.
Gadis itu mengucapkan "Terima kasih" atas bantuan Ghea dan Putri. Sebelum sempat melihat orang yang membantunya dengan jelas, mereka sudah pergi karena sedang terburu-buru.
"Aduh.. gue lupa tanya nama mereka."
'Ah.. nanti pasti juga ketemu lagi' dengan berpikiran seperti itu gadis itu melanjutkan perjalanannya.
× × ×
Di dalam ruang kelas sebelas IPS satu suasana begitu ramai. Guru yang bertugas mengajar di kelas ini belum hadir. Gigih dan juga Zakky yang kebetulan menjadi satu kelas di semester tiga ini sedang mengobrol dihalangi oleh meja.
Di tengah percakapan mereka tentang kegiatan pramuka yang akan di agendakan untuk minggu depan di kacaukan oleh seorang manusia.
"Gih gih gih... breking nyus breking nyus" ucap seorang anak lelaki sambil mengetok meja antara Zakky dan Gigih.
"Apaan sih Fan? Breaking News apalagi?" tanya Gigih cukup kesal. Pasalnya beberapa saat yang lalu dia baru saja mengatakan hal yang sama hanya karena ingin memberi tahu kalau hari minggu itu libur. Setelah mendengarnya secara seksama ternyata hanya candaan, jelas saja membuat keduanya geram.
Di sisi lain. Zakky masih mencoba untuk sedikit menaruh kepercayaan pada Arfan. Mungkin saja ada hal yang penting untuk diketahui.
"Ini berita penting banget Gih, kalian berdua harus tahu!" ucapnya dengan nada serius setelah mendudukkan dirinya di meja sebelah.
"Udah ga usah banyak cincong deh"
"Jadi gini, tadi gue lihat ada anak baru. Cewek. Cakep lagi, ala ala Jepang begitu" jelasnya penuh semangat. Sedangkan yang diberitahu mendengus kecewa.
"Kirain ada apa Fan Arfan" Kali ini Zakky menyahut.
"Gaya lo ga peduli. Awas kalo lo jadi suka sama itu cewek"
× × ×
"Kan.. apa gue bilang gurunya belum datang" kata Putri saat mereka baru sampai di kelas dan mengetahui kelasnya masih ramai dengan candaan teman-temannya karena belum ada guru yang mengajar.
Tak ada sahutan. Hanya helaan napas lega dari Ghea yang dia terima. Walaupun sering terlihat cek-cok. Itu hanya percakapan biasa mereka. Tidak ada rasa permusuhan yang keluar dari setiap kata mereka.
Menempatkan dirinya di bangku kedua dari depan dan kedua dari kiri dekat meja guru, adalah tempat duduk mereka. Dengan cekatan Ghea mengeluarkan buku pelajaran yang akan segera berlangsung. Diikuti dengan Putri yang mengerjakan hal sama dengan santai.
Suara langkah kaki terdengar. Tiga orang tampak memasuki ruang kelas yang mensenyapkan suara candaan saling beradu.
Wajah heran dan penasaran muncul di raut murid kelas sepuluh IPA dua. Guru yang datang ternyata bukan hanya pengajar saat ini, melainkan wali kelas mereka juga. Dan siapa itu? Murid baru?
Seakan membenarkan tebakan muridnya, bu Ratna, wali kelas sepuluh ipa dua memberitahukan bahwa ada seorang murid baru yang akan menjadi teman baru mereka. Kemudian bu Ratna meminta anak baru itu untuk memperkenalkan dirinya.
"Hai semua.. nama saya Sophia Milka Hideoshi. Saya baru saja pindah dari Jambi beberapa hari yang lalu karena pekerjaan ayah saya. Walaupun sebenarnya saya asli orang Jiken. Dan untuk itu saya akan menjadi teman kelas kalian untuk beberapa tahun ke depan. Jadi, mari berteman ya.." dengan ceria gadis berkacamata itu memperkenalkan dirinya.
"Iya Ibra ada pertanyaan?" ucap bu Ratna setelah melihat salah satu anak didiknya mengankat tangannya dengan semangat.
"Mau tanya bu. Sophia, kamu orang Jiken kok namanya kayak orang Jepang?" tanya sorang anak lelaki yang duduk paling belakang pojok kiri.
"Oh itu, kakek saya asli orang Jepang. Jadi saya pakai nama marga kakek saya. Sedangkan kedua orang tua saya asli orang Indonesia."
Ghea dan Putri saling berbisik-bisik.
"Bukannya itu anak yang kita tolong tadi ya?"
"Iya, jadi dia anak pindahan, sekelas sama kita lagi"
"Ih tapi keren Ghe, dia keturunan Jepang. Nanti kita harus ajak dia berteman"
"Murid baru? Teman baru?"
Lalu mereka tersenyum. Mengalihkan pandangan ke arah depan lagi.
"Baiklah. Pertanyaannya bisa di simpan dulu. Nanti bisa di tanyakan lagi saat istirahat. Pelajaran akan segera di mulai. Bu Lina sudah menunggu dari tadi. Anak Sophia silakan duduk di bangku keempat dengan Dea"
"Baik bu"
Saat melewati bangku Ghea dan Puti, Sophia mendapat sapaan dari keduanya yang ia balas dengan senyuman.
Dan begitulah pertemuan dengan gadis cantik keturunan asal Jepang berlalu.
-abc-
KAMU SEDANG MEMBACA
Scarf (Cerita Pramuka)
Teen Fiction[slow update] Gheyhaliza Pradani, seorang gadis manis yang sering dipanggil Ghea dan sangat mencintai alam. Masa sekolahnya hanya diisi dengan belajar dan kegiatan pramuka, hingga pertemuannya dengan Gigih memberikan sebuah pengalaman baru baginya. ...