-three

382 67 7
                                    

Setelah kejadian tadi, kini kalian memutuskan untuk berkunjung ke sebuah cafe di ujung jalan dan menikmati dua cangkir kopi hangat.

"Apa mereka selalu seperti itu?" Asano membayangkan dengan ngeri apa saja yang kau alami selama ini. 

"Tidak juga," tukasmu sambil meletakkan cangkir ke atas meja. "Hanya saja belakangan ini mereka cenderung agresif."

"Jadi kau membutuhkanku karena itu?"

Kau mengangguk, "aku merasa kau cukup dapat diandalkan untuk tidak berubah menjadi lebih buruk dari itu," gumammu, kembali menyesap kopi. 

"Hah?"

"Bukan, kau harus lebih banyak belajar."

Asano terkekeh, seolah meremehkan perkataan kau. "Aku selalu sempurna dalam melakukan hal apa pun. Hanya butuh sedikit beradaptasi."

Kau mengangkat alis sambil melirik ke samping, mendapati seorang gadis yang tengah duduk di dekat jendela sambil menulis. "Baguslah kalau begitu. Kali ini, kau yang kutugaskan untuk mengambil apinya, benar-benar seorang diri."

Asano mengerutkan kening, "kupikir tugasku bukan membunuhnya."

Kau tersenyum miring, "kudengar tadi kau bilang bisa melakukan apa pun. Ini termasuk mudah 'kan?" Kau memajukan tubuh, berbisik dengan nada rendah tepat di samping telinganya. "Lagipula, mereka sudah mati." 

Asano tersenyum kecut lalu mengepalkan tangannya dan tertawa hambar, "sial sekali ya."


[ 🍊 ]


Setelah bertarung setengah mati tadi, Asano kini terkapar dengan mengenaskan di kamar milikmu, membuat kau cukup merasa bersalah. Tidak seharusnya membiarkan seorang pemula bertarung seperti itu. 

"Kupikir kau akan mati setelah menerima ratusan cakaran," ujarmu sambil mengusap kain ke muka pemuda bersurai strawberry itu. Asano berdesis merasakan sensasi terbakar, ia tidak bisa menebak apa yang kau gunakan untuk menyembuhkannya. 

"Gomen, seharusnya aku tidak membiarkanmu melakukannya sendirian."

Asano terkekeh, membuat ia sontak merintih.

"Jangan banyak bergerak atau kau harus mengulangi ini semua dari awal."

"Masalahnya," Asano tetap membuka mulut, "kau tidak boleh menyalahkan dirimu sendiri." Dia berusaha membenarkan posisinya, menatap netra milikmu dengan tajam, "aku yang memutuskan untuk melakukannya dan kau sudah menyelamatkan hidupku berualang kali."

Kau langsung menghentikan kegiatanmu. Terpaku untuk sesaat. 

"Tidak perlu sombong, kalau kau lelah katakan saja padaku." Asano bangkit berdiri, membuat kau mundur beberapa langkah.

"Hei! Luka-"

Dia menyingkap lengan panjang yang kau kenakan, "ck, bukankah lukamu lebih parah."

Kau menepis tangan Asano, "aku memiliki kemampuan menyembuhkan diri, duduk saja sana." Kau mendesah, memasukkan kain ke dalam baskom bening. "Lebih baik menurut."

Asano berdecak, dia benci dengan keadaannya sekarang. Sejak dahulu kata tidak berdaya bahkan hampir tidak pernah menyentuhnya, tetapi begitu mengenalmu dia selalu menjadi tidak berguna. Dan itu menyakiti egonya. 

"Kalau tidak kau yang akan benar-benar mati," protesmu. "Kau bisa membalasnya dengan bekerja keras besok."

Asano kembali mendudukkan dirinya dengan pasrah. "Bisakah kau menceritakan sesuatu dengan lebih detail?" Pertanyaan yang keluar dari mulut Asano membuatmu terdiam.Pemuda itu menyentuh lenganmu yang berada di atas perutnya, "aku tidak ingin menjadi penghambat."

Kau bisa merasakan bibirmu ikut terangkat begitu Asano tersenyum. Manis. Kau lantas menghela napas dan mengangguk perlahan, ini akan menjadi perjalanan yang panjang. 

"Apa kau tau, sejak dulu dunia manusia berdampingan dengan dunia lain. Keduanya dibatasi oleh semacam pelindung, tetapi setiap sore pelindung itu akan menipis?"

Asano mengangguk.

"Katawara-doki. Istilahnya begitu. Orang yang meninggal berada di dimensi lain, biasanya mereka tidak bisa menerima kenyataan dan berusaha kembali, menembus perbatasan. Beberapa cukup kuat untuk lolos dan masuk. Kami memiliki tugas menjaga mereka untuk tidak menyerang manusia dan mengotorinya. Tapi, setiap perayaan halloween, perbatasan itu menghilang. Mereka akan menggunakan setiap kemampuan yang ada untuk masuk."

"Lalu, apa fungsi warna api mereka?"

Kau tersenyum kecil, "seberapa kuat mereka. Merah berarti kuat sekali dan sudah lama meninggal, biru untuk yang sedang dan baru beberapa bulan meninggal. Terakhir adalah warna hijau yang paling muda di antara yang lain."

Asano menggenggam tanganmu, meremasnya pelan, "kau sudah melakukan ini untuk berapa lama?"

"Entahlah, aku dilahirkan dan dijual untuk ini."

Asano meringis tertahan melihat senyumanmu. Dan entah kesintingan darimana, tubuhnya bergerak maju, memelukmu pelan. "Aku akan berada disisimu untuk bertarung bersamamu," bisiknya lembut. "Kau tidak sendirian."

Karena, melihatmu, mengingatkan ia dengan dirinya sendiri.

Karena, melihatmu, mengingatkan ia dengan dirinya sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Orange Magic | Asano GakushuuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang