Chapter 8 Metamorphosis

1.5K 238 31
                                    

Nadira,

Jakarta, Agustus 2012.

Aku berputar-putar di ruang TV. Ruangan bercat abu-abu itu seolah jadi berwarna, aku melonjak-lonjak kesenangan tak sabar. Kak Seira akan tiba hari ini. Akhirnya setelah 3 tahun aku akan bertemu langsung dengan kakak kesayanganku itu. Sebelum perayaan hari kemerdekaan. Ero tertawa geli melihat tingkahku.

"Anak kecil," katanya.

Dasar Ero sialan, aku kesal sekali kalau dia memperlakukan aku seperti anak kecil.

"Ayo kita jemput sekarang." Aku merengek-rengek pada Ero.

"Sabar dong, ini juga masih jam berapa?"

"Ayolah, kita nongkrong di bandara."

Akhirnya Ero menyerah, setelah pamitan pada mama kami bergegas. Ero duduk di salah satu outlet yang cukup nyaman.

"Kak Seira terlihat seperti apa ya sekarang?" tanyaku. "Aku merasa mama terlalu membebaskan Kak Seira untuk melakukan ini itu. Buktinya mama nggak pernah khawatir ataupun menentang keinginannya. Bahkan after graduation di Sidney dan mendapat tawaran kerja di Ohio mama oke oke aja."

Ero diam saja memainkan smart phone-nya. Aku mulai sebal dengan tingkah lakunya, sok cool, sok cuek. Ih aku merebut hpnya.

"Dira, apaan sih kamu kayak anak kecil."

"Kamu makanya dengerin kalau aku ngomong, hp ini aku sita terserah kamu mau bilang aku kayak anak kecil." Aku memasukkan ponsel Ero ke dalam tas.

"Terserahlah." Tuhkan Ero nggak pernah bakalan marah sama aku.

"Si pedofil itu masih bbm-bbm kamu?" Tiba-tiba Ero bertanya.

Aku terkikik, "Pedofil? Halloo dia itu masih muda dan aku bukan lagi anak di bawah umur, lagian dia cukup keren. Mungkin dia bener naksir aku. Gimana tuh?"

Ero menyentil keningku. "Kamu jangan macam-macam ya," Raut wajahnya menegang. "Nggak akan aku biarkan itu terjadi."

Sejenak aku berpikir, Apa Ero cemburu? Tapi buru-buru kutepis pikiran itu, paling dia cuma khawatir.

"Udah yuk bentar lagi pesawat Kak Seira landing nih," Ero membayar tagihan kami dan segera menarik tanganku ke arah gerbang kedatangan. Kami menunggu cukup lama, tampaknya penumpang masih mengambil bagasi.

Itu dia! "Kak Seira!" Aku menjerit, berlarian menghambur saat melihat sosok semampai itu muncul.

Kak Seira tak berubah sedikit pun, masih terlihat seperti terakhir bertemu. Cantik, ramping, dewasa dan anggun. Kak Seira memelukku erat lalu menangis. Aduh dia pasti udah rindu banget sama keluarganya. Dia memegang pipiku dan memandangku lama sekali dengan mata basah.

"Wah kaget ra, kamu udah jadi cantik banget nih." ledeknya kemudian.

"Ah kakak." Kak Seira kemudian melihat ke arah Ero dan lagi-lagi dia kaget.

"Ero! Astaga kamu juga udah jadi pemuda gagah, very charming." Kakak mencubit pipi Ero dan harus berjinjit.

"Ah kakak apaan sih?" Wajah Ero memerah, rasakan itu kamu tau rasanya diperlakukan kayak anak kecil. Ero mengangkat barang-barang Kak Seira ke trolley.

"Mana oleh-olehnya nih?" todongku.

"Aman," sahut Kak Seira

***

Melihat Kak Seira mama nggak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Tapi ada sekelabat bayangan sendu di mata mama.

"Aku pulang, Ma," kata Kak Seira lirih. Mama memeluk Kak Seira dan berusaha untuk tidak menangis. Kalau memang rindu seharusnya mama suruh aja Kak Seira balik ke Jakarta, bagi lulusan luar negeri seperti Kak Seira pasti tidak sulit mencari kerja di sini.

Kala Kembali (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang