Chapter 22 Merangkai Tanya

1.3K 204 46
                                    

Ero,

'Ero Alanka diserang oleh pacar yang cemburu.'

'Kronologis perkelahian Ero Alanka dengan pianis muda.'

'Benarkah ada orang ketiga dibalik perkelahian Ero Alanka?'

Begitulah judul pemberitaan mengenai kejadian di atas panggung kemarin. Kak Seira mematikan televisi, berita sudah sangat heboh menggelinding bagai bola liar kemana-mana.

Kak Seira seharian ini juga sangat sibuk menjelaskan melalui telepon, belum lagi foto Ero yang memeluk Dira beredar di media sosial ditambah bumbu dari tangisan Kiara saat diwawancarai oleh wartawan infotainment, beberapa media mulai mencap Ero sebagai seorang 'Don Juan.'

Komentar di akun-akun media sosial dipenuhi oleh haters yang muncul ke permukaan dan dibalas sengit oleh fans militan Ero membuat situasi semakin panas.

"Keberuntungan tidak selamanya berpihak pada kita Ero." Keluh Kak Seira.

"Kakak jangan ikut-ikutan memojokkan aku."

"Kakak tidak pernah memojokkan kamu, kakak hanya bicara fakta."

"Ah aku tidak peduli itu semua."

"Ero!" Tampaknya Kak Seira mulai lelah dengan sikapku yang keras kepala.

Masalah dan masalah, hidupnya tidak pernah tenang belakangan ini. Padahal sederhana sekali yang dia inginkan, ingin gadisnya bahagia tentunya bersama dia. Ya mana aku percaya dengan kata-kata bullshit itu 'Mencintai tak harus memiliki?' Tidak!! Cinta harus diperjuangkan.

Aku yakin dia hanya untukku kalau tidak betapa kejamnya Tuhan telah mempertemukan kami, membuat kami bersama sejak lama dan saling mencintai hanya untuk dipisahkan. Aku tak ingin merasakan cinta platonis. Itu terlalu kejam!

Berapapun sel-sel masalah yang terjadi saat ini, beranak pinak dengan cepat dan membelah diri bagai wabah. Aku tak peduli. Aku akan menghancurkannya.

"Ero, tidak boleh mencintai sampai begitu dalam. Apalagi sampai mempertanyakan Tuhan."

Aku terhenyak, masa kak Seira tahu apa yang dia pikirkan?

"Kakak mau memberiku ceramah agama?"

"Tidak."

Aku terdiam.

"Kakak sudah mengalaminya. Cobalah untuk ikhlas maka kamu akan dapatkan yang terbaik. Itu selalu saran kakak untukmu."

"Tidak..tidak kak, aku tidak akan pernah mengikhlaskan Dira. Masalahnya Dira juga tak bisa hidup tanpa aku kak."

Apa iya? Lagi-lagi keraguan menyelinap di hatiku. Aku terus meyakinkan diriku sendiri, tapi aku pun kadang bertanya-tanya.

Aku masih terus meratap, seperti mulai kehilangan akal sehatku. Kembali seperti dulu. Belum lagi barusan asisten mama mengabarkan kalau beliau melihat berita di televisi dan terus menangis sedih karena rindu.

"Kak, aku sangat takut kehilangan Dira." Aku menunduk, menyandarkan keningku pada punggung tanganku.

Aku mendengar Kak Seira menghela nafasnya, ruangan kami menjadi sangat sunyi. Dia mendekatiku kemudian duduk di hadapanku. Kak Seira mengangkat wajahku lembut.

"Kakak akan pastikan itu tidak terjadi."

Sebagai lelaki sangat lemah dan memalukan aku harus menerima kata-kata itu dari Kak Seira seperti itu. Tapi karena dia begitu mirip dengan Dira, kalimat itu menguatkan hatiku.

***

Aku menyusuri lorong rumah sakit, tidak menyukai aroma yang menyengat. Lagipula siapa yang suka. Kutarik hoodie dari jaket yang aku pakai, juga membetulkan kacamata hitam yang menutupi wajahku ditambah masker aku yakin tak ada yang mengenaliku di tempat ini.

Kala Kembali (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang