1

7 1 5
                                    



Aku terbangun dengan bunyi alarm yang keras. Masih dengan mata yang tertutup aku mencoba menggapai meja samping tempat tidur untuk mematika alarm yang masih berbunyi. Setelah berhasil mematikan alarm itu aku kembali bergelung didalam selimut. Masih malas untuk beraktifitas.

"Ilal bangun nanti kesiangan upacaranya!" ayah teriak mencoba membangunkanku.

Memangnya ada upacara, upacara apa. Bukankah aku sudah tidak lagi sekolah Karena masih liburan untuk kenaikan kelas tiga diSMA.

Tunggu.

Tunggu.

Aku kelas tiga sekarang.

"aaa ayah aku kesiangan" aku melompat dari tempat tidur dan karena selimut masih menggulung seluruh tubuhku jadi bukannya berhasil berlari kekamar mandi aku malah terjatuh dikaki kasur.

***

Selain kepala sekolah upacara kali ini disampaikan oleh Raka. Murid kelas XII IPA 1 yang merupakan murid dengan iq diatas rata-rata. Seharusnya setiap tahun selain kepala sekolah yang harus memberikan penyambutan kepada seluruh murid baru adalah ketua OSIS SMA ARTAPEDIA.

Tetapi semua itu berubah ketika dua tahun yang lalu masuklah seorang anak bernama Raka dengan iq 200 yang menjuarai berbagai perlombaan nasional dan internasional masuk kesekolah ini. Sesi pidato Raka yang penuh dengan keheningan karena semua orang sibuk mengagumi sosok Raka yang tampan, pintar, berwibawa, penuh karisma, cerdas dan tinggi.

Termasuk aku. Aku sudah mengaguminya dari pertama mengucapkan salam pembuka bahkan hingga saat ini setelah dua tahun berlalu. Ia kerap tampil diberbagai acara sekolah, mengikuti lomba akademis dan non akademis nasional maupun internasiol, dan aku selalu mengikuti update terbaru seputar Raka dari berbagai gosip yang diam-diam aku sering dengar di kelas, di kantin, di ruang guru, di lapangan, di toilet bahkan di tempat parkir padahal kenyataannya aku tidak memiliki kendaraan pribadi yang dibawa kesekolah.

Kebalikan dari Raka, aku hanyalah remahan manusia yang cukup beruntung masuk ke sekolah ini, dengan hasil tes yang sama persis dengan standar penerimaan, dan nilai yang paling besar dari berbagai tes yang aku jalani adalah wawancara dengan orang tua. Ayah dipanggil untuk memenuhi salah satu persyaratan yang masuk dalam tes.

Ayah ditanyai berbagia pertanyaan dari mulai mengapa memilih sekolah ini sebagi tujuan selanjutnya melanjutkan pendidikan sampai dengan apa yang akan dilakukan jika aku tak lulus dalam tes. Berbekal kelembutan hati dan percaya diri yang tinggi ayah dapat mengetuk pintu hati penguji dan mendapatkan hasil yang sangat memuaskan.

Walaupun keadan aku dan Raka yang sangat berbeda, maksudnya otak kami yang berbeda. Itu tak memutuskan semangatku untuk terus berusaha mendapatkan dan memiliki Raka untuk diriku sendiri.

Walaupun aku harus bersaing dengan seluruh siswi disekolah ini, tunggu maksudku seluruh siswi di kota ini. Aku tak akan menyerah begitu saja. Aku sudah memiliki misi yang sudah kususun dalam dua tahun. Aku sangat yakin misiku ini akan berhasil 100%. Aku mengepalkan tangan memberi semangat pada diriku sendiri.

"untuk semua siswa-dan siswi baru selamat datang di SMA ARTAPEDIA" salam penutup Raka disambut dengan tepuk tangan meriah seluruh manusia di lapangan.

***

"kayanya yang jadi ketua osis sekarang gedeg banget ya"

Aku dan Delia melihat kearah Sara dengan wajah kebingungan.

"yakan harusnya yang kasih sambutan buat murid baru itu ketua osis, eeh ini malah si Raka lagi dan lagi kaya ga ada lagi aja"

Aku cemberut mendengar penjelasan Sara barusan. Aku tidak terima jika ada seseorang yang tidak menyukai Raka, maka sebagai fans garis keras Raka aku rela membelanya sampaimati,"iiih Sara lo gatau apa, si ketos itu kan dengan suka rela menyerahkan kehormatan itu ke orang yang terhormat."

Sara mendelikan mata padaku, yang aku balas dengan senyuman.

Brakkkk

Suara dentuman pintu yang terbentur dengan dinding terdengar begitu keras. Semua manusia yang ada di kelas ini serentak menoleh kearah pintu dan sedetik kemudian wajah kami semua berubah pasi karena ketakutan.

Didepan pintu sana telah berdiri bu Edah, guru sejarah yang selalu terlihat marah. Terutama pada anak-anak dikelas duabelas ips 5 ini. Kami anak kesayangannya.

"kalian ini sengaja tutup pintu biar ibu ga masuk" bu Edah masih berdiri didepan pintu.

"ibu dari tadi berdiri diluar hampir sepuluh menit" tambahnya

"ibu kira ada guru lain yang lagi masuk" tambahnya lagi

"kalo kalian ga mau belajar pelajaran ibu, ibu bias langsung kasih kalian nilai pas-pasan" tambahnya lagi

"kalian mau ga lulus gara-gara ibu kasih nilai jelek" tambahnya lagi

dan lagi..

dan lagi..

kami sebagai anak-anak kesayangan bu Edah hanya bias menundukan kepala tanda bersedih bukan menyesal

***

Masih noob dalam hal tulis menulis. Semoga certia sederhana ini bisa diterima dan dinikmati oleh kalian yaa.

Salam kenal dari aku sang Noob 😉 😊

BalancekissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang