3

3 1 3
                                    



Seperti pagi biasanya, aku melihat Kintan sedang beridiri didepan gerbang sekolah menungguku. Kintan adalah satu-satunya laki-laki yang bisa dekat denganku. Bobi dan Alan saja aku masih merasa kurang nyaman padahal mereka berdua adalah teman dekat Kintan.

Kintan adalah orang terbaik selain ayah yang selalu memperhatikan makanan apa saja yang aku makan. Bahkan ayah dan Kintan sudah beberapa kali berdiskusi tentang menu baru dikedai baso milik ayah.

Walaupun dijakarta sudah sangat marak orang-orang berjualan baso. Tapi kedai baso ayah mulai tumbuh secara perlahan. Dari mulai pertama buka kami memulainya di kios kecil dekat rumah. Hingga saat ini kami sudah pindah ketempat yang lebih luas dan sedang membangun lantai dua.

Kintan juga terkadang membantu para pekerja bangunan padahal sudah ayah larang mati-matian.

"nih sarapan" Kintan memberikan sekotak bekal ketika aku sampai dihadapannya.

"makasih yaa"

Kami berjalan menuju kelas, Kintan sedang menceritakan tentang menunya pagi ini untuk sarapanku. Sara dan Dalia datang menghadang langkah kami berdua dengan wajah cemas.

"lo jangan lewat mading, lo kudu jalan lewat kantin. Gapapa muter juga." Itu suara Dalia.

"terus jalannya jangan liat orang-orang, nunduk aja" disambun oleh Sara.

Mereka bersahut-sahutan menyuruhku untuk begini dan begitu agar sampai dikelas dengan aman. Aku menengok kearah Kintan yang menatap kedua sahabatku dengan sama bingungnya.

"woy ngomong tuh satu-satu!. Kasian Ilal gue bingung jadinya"

Bukannya menjelaskan secara jelas apa yang mereka khawatirkan tadi. Dalia dan Sara malah saling lirik.

"udahlah kita lewat jalan biasa aja" Kintan menarik tanganku untuk berjalan dengannya.

Aku menoleh kebelakang dimana Sara dan Dalia sedang berdebat seperti menyalahkan satu sama lain.

***

Musibah. Inikah yang dimaksud kedua sahabatku untuk tidak melewati mading. Mereka mencoba menyelamatkanku dari rasa malu yang luar biasa.

Disana didalam kaca mading itu terpasang tangkapan layar ponsel dari percakapanku dengan Raka.

Aah lebih tepatnya pernyataan cintaku pada Raka.

Mereka semua berkumpul didepan mading untuk menertawakan betapa kasihannya aku. Ada yang menyerukan aku akan bernasib sama dengan Rosi cewek yang pindah sekolah karena ditolak Raka. Ada yang menyumpahiku karena berani menyatakan perasaan pada Raka dan ada yang menertawakan karena ini benar-benar lucu.

Tapi dari semua itu aku hanya berfokus pada Raka yang berada disebelah tulisan itu sedang diam menatapku dengan tangan bersedekap.

Apa yang akan Raka pikirkan tentang aku. Cewe dibawah rata-rata berani mempermalukan dia dengan cara seperti ini. atau jangan-jangan Raka sendiri yang menempelkan tangkapan layar itu. Itu tidak mungkin, Raka tak mungkin sejahat itu padaku, kan ?

Kintan yang sudah memahami situasi maju secara brutal dan langsung membuka kaca mading untuk merobek bukti memalukan itu. Tapi tertahan karena kaca itu terkunci."woy siapa yang berani nempelin beginian disini?" teriaknya.

Tak ada yang menjawab teriakan Kintan. Mereka semua hanya saling melempar muka, dan berbisik-bisik sambil melirik kearahku. Lalu aku melihat salah satu teman Raka membisikan sesuatu padanya. Raka tersenyum miring ketika temannya itu selesai mengatakan sesuatu.

BalancekissTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang