Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
“ Asa menantang sanubari Sayang raga tak kuat menanti. hingga hati ikut mati ”
_______
Disinilah aku
Tempat remang dengan aroma harum khas bunga mawar, diatas ranjang berbahan per yang melegakan tidur. Terbangun dari dunia fana yang tak berujung.
Jam dinding menunjuk pukul setengah empat pagi. Masih membisu diatas ranjang, menatap heningnya dunia kala fajar menengok semesta.
Helaan panjang membuat sentakan tersendiri, senyumanku pudar kala melihat sosok fana bergerak diatas kelopak mata, seolah bayangan lembut yang elok. Berbeda dengan monster di kolong maupun hantu ditangga sekolahan.
Sosok yang mengingatkanku akan hangat peluk sosok ibunda tercinta, wanita tentunya. Melayang, kecil bentuknya, ajaib sekali bukan?
"Adimas?" panggilnya, membungkuk. "Aku Tinker Bell, peri mimpimu." ia berkenalan.
Aku balaslah dia dengan hening, masih membisu kala pikiran berusaha mencerna situasi. Tiada yang masuk akal disini, peri—Tinker bell? Mungkinkah ini santet atau sejenisnya? Hantu jenis terbaru?
"Apa-apaan! Aku bukan setan tau, aku mau bantu dimas buat mengulang semuanya. Dimas mau?"
Mengulang apa? Tunggu... Mengapa bibirku mengatup, seolah terkunci. Pantas sedari tadi membisu, diriku bahkan tak bisa menggerakan sekujur tubuhku.
"Kamu terus membohongi dirimu ya Dimas, kamu masih mencintai Ade, bahkan sejak kamu bercinta dengan orang lain."
Mengapa dia tahu jejak-jejak masa laluku? Apa aku harus percaya bahwa dia benar-benar peri mimpi? Ini pastilah khayalanku. Tiada makhluk mitologi seperti itu—ini abad 20 yang ada hanyalah setan dan hantu. Mana ada peri, goblin, raksasa dan sejenisnya.