Kursi

120 14 4
                                    

"Dibalik raga yang santuy, terdapat pula jiwa yang bar-bar."

🍂🍂🍂

Dari aku pulang sekolah, hingga hari sudah menjadi malam seperti sekarang. Tetap saja, aku tidak bisa berhenti memikirkan seseorang yang bernama Eza itu. Padahal aku sudah menyibukan diriku dengan segala pekerjaan yang ada sampai aku kelelahan karena melakukannya. Pikiranku sangat di penuhi oleh pertanyaan-pertanyaan yang takan pernah ada jawaban bila aku tidak mencari jawabannya sendiri.

Aku merebahkan tubuhku di atas kasur, untuk menghilangkan sedikit rasa lelah yang kurasakan. "Kenapa gue gak nyari info tentang dia? Tapi gue harus mulai dari mana?" Aku berbicara dan bertanya kepada diriku sendiri. Aku berusaha mengingat sesuatu.

Oh, iya. Gue kan seorganisasi sama dia. Pasti ada grup WhatsApp kan, trus pasti nomor dia ada di grup itu. Aku membuka handponeku dan mencari aplikasi chatting tersebut.

Aku mencari-cari grup organosasi Pecinta Alam, hasilnya nihil. Aku tidak menemukan grup tersebut. "Ah, sial. Gua lupa, kan kita blom kumpul, kan kumpulnya besok pas pulang sekolah. Lagian formulir yang kemaren dikumpuin kan gak ada nomer handponenya."

Gimana kalo minta nomer handponenya ke temen sekelasnya? Ah, ngak. Bisa mikir macem-macem mereka. Trus gue harus nyari dimana infonya? Aku membatin.

Aku pun berpikir keras lagi, untuk mencari ide dan mengingat-ngingat sesuatu. Terlintaslah sepenggal kalimat dari cerita Putri tadi siang. Dia pernah bikin puisi yang bagus banget sampe di pajang di blog sekolah.

Aku pun memiliki ide untuk awal dari mencari tahu tentang dirinya. "Kenapa gue gak kepikiran dari tadi, ya? Ah, bego!" Aku mengumpat pada diri sendiri, karna terlalu bodoh untuk berpikir sesederhana itu.

Aku pun beranjak dari posisi rebahanku, lalu aku mendekati meja belajar dan terduduk disana. Aku membuka Laptopku dan menyalakannya. Setelah itu aku biarkan jari-jemariku menari diatas tombol-tombol huruf yang ada disana.

Setelah beberapa menit mencari akhirnya aku menemukan puisi karya si Eza, Eza itu. Sebelumnya aku terkekeh sendiri karna melihat judul dalam puisi yang dia buat. "Gue kira lo manusia, eh ternyata pohon."

🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾

Sebatang Pohon Padi

Fahreyza DW

Kau bagiku adalah mentari
Yang selalu bersinar sepanjang hari
Sedangkan aku,
Hanyalah sebatang pohon padi
Yang butuhkanmu agar aku tak mati
Juga selalu berharap kehadiranmu disini
Sebagai semangat dikala sunyi

Namun, aku sadar diri
Karna sinarmu banyak dinanti
Hingga dengan pasti aku akan terganti
Oleh banyak pohon yang lebih pasti

🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾🌾

"Bucinnn amponnnn!!" Ujarku terkekeh sambil cekikikan sendiri setelah membaca puisinya dengan selewat dan tidak disertai dengan pemaknaan bahasa kiasan.

Untuk mengerti semua kata-kata kiasan yang dibuatnya, aku pun membacanya lagi. Setelah sekali lagi membaca puisi yang ditulisnya aku dibuatnya kagum. "Gue akuin, keren juga puisinya. Gak nyangka yang buat orang misterius kaya dia." Ucapku seraya tersenyum simpul. Karna tidak banyak siswa jurusan IPA bisa membuat rentetan kata-kata kiasan yang sederhana namun bermakna, seperti apa yang dia buat.

EZAQILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang