Chapter 10 (Keyno's Side)

639 120 16
                                    

HAPPY READING!!!


Patut ku syukuri di usia ku yang sudah diharuskan memenuhi tugas perkembangan untuk berkeluarga, aku dipertemukan dengan sosok Airin Kenisha. Gadis... ah bukan dia sudah bukan gadis lagi saat resmi menjadi istriku 2 minggu lalu.

Sangat disayangkan memiliki sifat seperti diriku yang sulit untuk membuka diri terhadap perempuan. Hanya ada beberapa perempuan yang membuatku nyaman, yakni perempuan yang tidak banyak tingkah dan yang berlebihan. Berlebihan dalam memakai make up, pakaian serta parfum yang terlalu mengganggu indra pembau.

Aku memang tidak munafik sebagai seorang pria normal begitu memperhatikan wajah cantik serta tubuh dari seorang perempuan. Dan hampir perempuan disekitarku dari mulai model, dokter, artis, pengusaha, selebgram, atlet dimana aku hampir memiliki kenalan semua. Namun aku hanya memperlakukan mereka sebatas profesionalitas kerja saja.

Saat sosok Airin Kenisha muncul ditengah keluargaku yang mengkhawatirkan Kala yang kembali kambuh sakit saat itu, tanpa sadar aku memperhatikan wajah cantik, putih dan bersihnya cukup lama, dimana saat itu wajah innocent nya memperlihatkan kesenduan dan kekhawatiran akan kondisi Kala yang bukan siapa-siapanya. Bahkan saat hujan deras semalaman yang membuat Siska -pengasuh Kala- tidak bisa kembali secepatnya ke Rumah Sakit, Airin tanpa ragu mau menemani Kala bahkan menginap disana. Aku mengetahui saat aku baru saja selesai dengan pekerjaanku di jam 11 malam, dan melihat kamar rawat inap Kala temaram, disana ada sosok Airin dan Kala tertidur diranjang yang sama. Kala dengan anteng terlelap mendusel dada Airin dengan tangan yang diinfus ia letakkan dipinggang Airin. Bagiku itu begitu manis dan Airin berhasil membuat perasaanku tak karuan mulai saat itu.

Pertama mengenalnya, Airin terlihat seperti sosok yang dingin. Pendiam. Tidak akan berbicara sebelum orang lain mengajaknya berbicara terlebih dahulu terutama dengan orang baru. Namun dia cukup piawai dalam memimpin. Aku mulai mengenalnya saat itu dan mencoba dekat atas permintaan tante Anisa.

Hingga disuatu acara dimana NEO media bekerja sama dengan AIM, salah satu pengisi acara penting mendadak masuk rumah sakit dan tidak bisa menghadiri acara. Saat itu pukul 1 malam, saat semua staff AIM sudah meninggalkan kantor NEO media, Airin bertahan seorang diri untuk menyusun ulang acara dan berpikir keras untuk menghilangkan kekosongan itu dibantu oleh tim kreatif NEO. Mau tidak mau akupun tidak jadi memutuskan untuk pulang. Aku bisa melihat dari ruanganku ke arah ruang rapat, dengan kaos hitam panjang dan legging hitam, dan rambut yang dicepol keatas membuat ku iba melihat tubuh mungil itu terlihat serius dan tidak ada raut wajah lelah disana. Ia masih bisa tertawa kecil dan lebih mengkhawatirkan orang lain. Airin akan mengusap pundak staffku dan tersenyum hangat saat staffku menguap dan mulai tidak fokus.

Saat itu aku mengirim pesan untuk mengabarkan kalau sudah selesai. Aku beralasan bahwa aku akan mengantarnya pulang atas perintah tante Anisa. Padahal itu adalah inisiatifku, karena merasa tidak tega harus membiarkannya sendiri -sebagai orang luar NEO media-. Untungnya Airin tidak menolak saat pukul 4 pagi ia mulai meninggalkan ruang rapat tersebut dan diantar oleh staffku menuju lobby. Saat itu aku menyusul mereka di belakang dan mendapati tatapan heran dari mereka kepadaku karena aku berkeliaran di kantor di jam 4 pagi. Karena biasanya walapun ada acara, aku tetap harus menyempatkan pulang dan tidur setidaknya 1-2 jam agar tubuhkan bisa dipersiapkan untuk menerima kesibukanku selanjutnya.

Sejak saat itu, staffku terlihat segan berdekatan dengan Airin. Aku menyadari bahwa saat itu para staffku mengira aku memiliki hubungan dengan Airin. Sehingga saat biasanya beberap staff laki-laki menawarkan diri untuk mengantar Airin pulang, kini tidak ada lagi yang berusaha menggombal atau sok manis dihadapan Airin.

Karena sudah terlanjur kedapatan gosip yang beredar, aku memberanikan diri untuk berbicara pada Airin saat itu. Entah keberanian dari mana padahal aku belum terlalu lama mengenal dirinya, Airin sempat menolak. Ia bilang bahwa ia tidak terbiasa dengan dengan laki-laki dan berpacaran. Ia bilang karena umurnya yang bukan remaja lagi ia tidak mau menjalin hubungan lama-lama yang tidak tahu ujungnya. Entah apalagi yang merasuki diriku aku mengajukan diri untuk mengatakan niat baikku yang tengah mencari isteri, dan mengatakan bahwa dia lah kandidat terkuatnya. Aku tiba-tiba mengatakan hal itu seperti tengah melamarnya padahal aku bahkan tidak tahu tanggal lahirnya, alamat rumah yang di Bandung dan tidak mengenal seluk beluk keluarganya. Benar-benar buta.

With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang