04

2.2K 253 54
                                    

Dari arah kiri ke arah kanan. Dari arah kanan, kemudian kembali lagi ke arah sebaliknya. Terus-menerus seperti itu yang Jeon Jungkook lakukan selama lima menit terakhir. Ini bermula ketika di siang hari tiba-tiba Lisa mencetuskan sebuah ide gila-meski cukup membantu dan masuk akal, tetap saja itu ide gila. Dengan pikiran berkecamuk, butir peluh turun basahi kening, kedua tungkai masih loyal menjadi pemecah hening.

"Kook, bila aku kalkulasikan, mungkin kau sudah memutari ruang tamu penginapan sebanyak lima kali." Lisa berujar jengah sambil menopang dagu. Jungkook yang punya masalah, kenapa dia juga yang harus turun tangan? Ah, dia lupa. "Aku 'kan penolong Jungkook," katanya berucap lirih.

Mencuaikan eksistensi Lisa merupakan opsi yang ia pilih sejak tadi. Jantungnya bertalu hebat tatkala kedua netra seketika berpendar menatap nama yang tertera di layar ponsel. Sudah sejak tadi ia menanti dering benda pipih itu mengusap gendang telinga, akhirnya ia datang juga. Tak ada satu niatan yang terbesit dalam benak untuk menolak panggilan telepon tersebut, maka yang ia lakukan adalah menggeser tombol hijau ke atas, kemudian mengucap salam sebagai awalan.

"Bagaimana? Apa kau bisa?" Satu tangan Jungkook bersemayam di salah satu saku celananya. Membiarkan tubuh mengisi daya dengan bersandar di tembok penginapan. Jungkook lantas tersenyum tatkala si lawan bicara baru saja mengiyakan ajakannya. "Tiga puluh menit lagi aku akan sampai. Tunggulah di sana," kata Jungkook.

Lisa mendekati Jungkook. Ada rasa keingintahuan bersemayam dalam diri ketika menatap pendar penuh kelegaan dari iris cokelat kehitaman Jungkook.

"Dia mau?"

Jungkook menaikkan pandangan dari layar ponsel menuju wajah penasaran Lisa. Susah payah ia berusaha menahan tawa saat berkata, "Tentu, karena aku tampan, jadi dia mau-mau saja."

Geram, Lisa melayangkan satu pukulan tepat di salah satu pundak Jungkook. Kikik tawa ia lepas begitu saja ketika si Jeon meringis walau ia yakin itu hanya mendramatisir.

"Jadi, di mana?" tanyanya setelah berhasil menguasai diri.

"Kedai kopi dekat penginapan."

Labium Lisa kontan membulat sambil bersua, "Oh...."

"Kenapa jantungku berdetak kencang seperti ini? Apa ini pertanda kalau aku akan gagal lagi?" tanya Jungkook sambil menekan dadanya dengan satu tangan. Cemas mengambil alih pikiran seketika, Jungkook mulai dibanjiri keringat dingin.

Kedua bola mata Lisa berotasi jengah. Menggantikan Jungkook yang bersandar dinding dengan kedua tangan terlipat di depan dada sambil menatap Jungkook lekat. Dia lantas berkata, "Jangan pesimis begitu, Kook. Kau bahkan belum mencobanya."

"Iya, tapi tetap saja aku takut gagal lagi, Lisa." Jungkook menatap Lisa tak kalah intens. "Ini benar-benar sangat menegangkan bagiku, jika saja kau lupa."

"Tidak, aku tidak lupa," kata Lisa. Ia alihkan atensi hingga fokus ke arah jarum jam yang loyal berdetak beraturan. Dentingnya memekakkan telinga kadangkala-akan terjadi apabila nyenyat menyergap ruang, jika tidak? Suaranya teredam dengan vokal bersahutan. Lisa kembali bersua, "Kapan kau akan ke sana?"

Jungkook ikut mengarahkan pandangan pada jarum jam. "Mungkin sebentar lagi."

"Kenapa tidak sekarang?"

Jungkook mengedikkan bahu. "Entahlah, hanya saja... aku ingin membuatnya menunggu presensiku hadir untuk terakhir kalinya."

Lisa berdecak kagum diiringi tepuk tangan tiga kali, lalu ia berucap seringan kapas, "Bagus, Kook. Kau bisa lakukan apa pun yang kau mau untuk kali ini. Aku mendukungmu."

Satu sudut bibirnya tertarik hingga tercipta sebuah senyum miring penuh pesona tiada tara. Mungkin benar kata Lisa, ia bisa lakukan apa pun yang ia hendaki untuk kali ini. Ia lantas mengangguk pro sambil melayangkan sebuah kata setuju, "Iya."

[✓] 4 Days With SereiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang