Retak #08

190 11 8
                                    

RETAK #08
—Masih Sama—

“Ternyata mencintai dalam diam itu terasa begitu menyesakkan.” –Alvina  R.

Menuju kamar mandi terdekat, Alvina membasuh wajahnya guna menghilangkan sisa cairan bening di kedua pipinya. Ia memperhatikan wajahnya di cermin dan tampaklah matanya yang sembap, bibir kering dan pucat serta kantung mata yang terlihat begitu jelas menghitam. Belum lagi ingus yang keluar dari hidungnya membuat penampilan Alvina terlihat begitu kacau. Tapi, Alvina tak peduli dengan itu. Yang terpenting baginya sekarang adalah cara agar hatinya terasa baik - baik saja.

Alvina bingung. Ini kali pertama ia merasakan perasaan absurd itu di dalam hatinya, dan pada saat itu juga hatinya patah. Harapan yang ia buat musnah begitu saja. Membuat ia merasa sedikit linglung dengan hati yang terasa begitu sesak. Rasanya menyakitkan, seperti ada ribuan belati yang menusuk dadanya secara bersamaan.

“Sekarang, apa yang harus aku lakukan?” tanyanya pada cermin yang memantulkan wajahnya. Ingin sekali Alvina berkeluh kesah, tapi pada siapa? Ia tidak memiliki teman. Tak ada yang mau berteman dengannya. Semua orang selalu saja memandangnya dengan sebelah mata. Membuat ia merasa menjadi makhluk yang rendah diri dan mudah pesimis.

“Ah! Seharusnya aku tak perlu memikirkannya. Tak akan ada yang tahu. Untuk saat ini, aku akan menyimpannya sendiri dan bersikap seperti biasa. Luka ini pasti akan sembuh seperti luka yang lainnya.”

Alvina membasuh wajahnya sekali lagi. Tersenyum pada cermin dan mengusap wajahnya dengan tisu. Setelah memastikan wajahnya telah kering, Alvina memutuskan untuk kembali ke kamar inap Jaydan. Menarik nafas berulang - kali guna meredakan rasa sesak yang membuat ia ingin menangis lagi. Memaksakan sedikit senyuman untuk terbit, Alvina berharap agar tak ada yang mencurigainya.

“Kenapa lama sekali? Lo gak tidur di kamar mandi, ‘kan?” Kalimat pertama yang diterima Alvina saat ia kembali dari kamar mandi. Gadis itu mendongak, menatap netra Arnold yang tampak memukau di matanya. Terpancar sorot penuh kekhawatiran dari kedua netra milik laki - laki itu.
Memberikan senyuman tipisnya, Alvina berkata, “tidak. Kau tahu bukan, kalau wanita selalu lama di kamar mandi?”

“Tapi kau berada di sana hampir selama 2 jam, Vin. Lo ngebuat gue khawatir.”

“Aku baik - baik saja. Bagaimana jika kita pulang sekarang?”

“Oke.”Arnold mengangguk. Mengalihkan atensinya pada ketiga pemuda yang duduk dalam diam, memperhatikannya.

“Cepat sembuh, Bro!” Menepuk bahu Jaydan pelan, Arnold menengok ke arah Alvina yang tampak lebih pendiam dari biasanya. Batinnya bertanya – tanya kemungkinan perihal yang bisa membuat Alvina seperti itu.

Alvina tersenyum singkat sebelum mengikuti langkah Arnold yang lebih panjang disbanding dirinya. Gadis itu menundukkan kepalanya hingga rambut sepunggung yang ia miliki menutupi sebagian wajahnya.

“Alvina!!”

Alvina menoleh, keningnya mengernyit bingung. “Iya?”

“Lo harus kembali besok sampai gue sembuh. Ingat! Lo yang ngebuat gue begini.”

Sontak kedua lelaki yang sedari tadi diam dan berlagak sebagai pengamat, mengalihkan perhatianya pada Jaydan dengan raut wajah terkejut.

Tak peduli dengan raut wajah kakak dan adiknya yang menuntut jawaban, Jaydan tetap menatap Alvina tajam. Membuat Alvina harus menahan napas karena tatapan Jaydan yang seakan ingin membunuhnya.

“I … iya.”

“Yaudah, gue sama Alvina pulang duluan. Lo harus cepet sembuh, Bro! Ntar kalau lo gak sembuh - sembuh fans lo gue embat. Mampus lo.” Arnold terkekeh seiring langkahnya yang meninggalkan ruangan Jaydan. Arnold berjalan perlahan menyesuaikan langkah Alvina yang tak begitu panjang. Ia menghela nafas. Rongga dadanya tiba – tiba terasa sesak melihat Alvina seperti itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 28, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RETAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang