Bagian 2

20 3 0
                                    

    Jam dinding yang menghiasi sisi kosong sebuah kelas bernuansa biru muda ini sudah menunjukkan pukul 7 lebih 30 menit. Seharusnya jam pelajaran pertama sudah dimulai, akan tetapi guru yang mengajar di kelas ini harus mangkir karena urusan pribadi yang sangat mendesak. Tetap saja, puluhan nomor soal matematika sudah menunggu untuk dikerjakan. Diva menghela napasnya kasar. Diva bukannya tidak pintar, bahkan ia selalu mendapatkan peringkat tertinggi di kelasnya. Tapi Diva akan merasa sangat bosan jika harus mengerjakan puluhan soal dengan angka-angka yang berderet memanggil-manggil untuk dikerjakan.

"Div, kantin aja yuk." Ajak Kamila teman sebangku Diva sekaligus sahabatnya sejak beberapa tahun terakhir.

"Emang udah selesai?"

"Udahlah, kan ada kamu. Gampang itu mah."

"Males gila mil. Belajar ih, bentar lagi UNBK malah masih malas-malasan aja."

"Nanti aja belajarnya kalau UNBK nya udah dekat banget."

Diva spontan mencubit lengan Kamila gemas. Kamila hanya tersenyum meringis sambil mengusap-usap lengannya yang dicubit Kamila.

"Terus aja deh ya kamu kayak gitu. Kalau nilai ujianmu jelek baru deh nangis-nangis."

"Jangan doain gitu dong Div. Iya-iya ntar aku belajar. Kalau udah pengen."

    Sekali lagi, Diva hendak mencubit lengan Kamila, namun sang empunya sudah menghindar terlebih dahulu keluar kelas sambil berteriak.

"Ampun Div. Kerjain ya soalnya. Ntar aku beliin kamu es jeruk deh, dadah."

    Diva hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Sahabatnya yang satu itu memang tidak pernah berubah sedikitpun sejak awal Diva mengenalnya. Terlepas dari itu, Diva kembali menyelesaikan soal-soal matematika miliknya. Tersisa 5 nomor lagi, tapi ketua OSIS masuk ke dalam kelasnya dengan membawa tumpukan selebaran. Diva mengeryit, bertanya-tanya apa yang membawa Agus si ketua OSIS sampai harus mampir ke kelasnya ini. Ternyata Agus menempelkan sebuah selebaran pada mading kelas Diva kemudian melenggang pergi. Mungkin saja dia tidak melihat keberadaan Diva.

    Diva memang sedang sendirian di kelas sedang teman-temannya yang lain sudah berhamburan ke berbagai penjuru sekolah. Ah, ralat maksudnya berdua dengan satu teman sekelasnya, Dirga yang kutu buku dan selalu menyendiri di bangku pojok paling belakang. Diva beranjak dari tempat duduknya kemudian menuju papan mading kelasnya.

"Kamu mau ikut lomba nyanyi lagu keroncong ini?"

"Aww!" Diva menjerit saat kakinya tanpa sengaja menabrak kaki meja di hadapannya. Suara yang hanya beberapa kali Diva dengar itu membuatnya terkejut setengah mati. Bahkan jantungnya seakan hampir meloncat keluar dari tempatnya.

"Maaf."

"Eng..enggak apa-apa kok. Aku Cuma kaget aja aja tiba-tiba kamu bunyi. Eh ngomong maksudnya."

    Terlihat sudut bibir sebelah kanan lawan bicaranya terangkat, seperti tersenyum. Tapi bagi Diva itu lebih layak disebut sebagai smirk ketimbang senyuman.

"Kamu mau ikut?"

"Ah, eh enggak deh. Not my style."

"Yakin?"

    Diva mengangguk dan keheningan pun kembali terjadi. Dirga kembali ke tempat duduknya, dan Diva masih bertanya-tanya tentang apa yang baru saja terjadi.

--------------





Terima kasih sudah menyempatkan diri untuk membaca bagian ke-2 cerpen ini😁 Vote + Comment!!!!❤
-Ksmrtz

Desiran MelodiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang