6. Rumah Bos

11 3 1
                                    

Pagi yang cerah membuat aku menambah semangat untuk melakukan aktifitas hari ini.

Ddrtdrtdrt

"Siapa yang telfon sepagi ini?" batinku bertanya

"Halo Humaira." Suara seorang laki - laki yang menurutku pernah aku dengar.

"I ... iya ini siapa ya?" tanyaku agak gugup, karena takut yang aku fikirkan itu benar.

"Ini saya Joshep bos kamu," jawabnya dari sebrang sana.

"I ... iya pak ada apa ya?" tanyaku terbata-bata.

"Saya ingin kopi! Buatkan sekarang juga di rumah, aku tunggu. Tidak ada penolakan!" perintahnya.

"Maaf pak, tapi ini hari minggu pak bukan hari kerja dan saya mau pergi ke kajian rutinan pak," jelasku dengan sedikit was-was, karena takut kalau bos marah besar.

"Saya tidak peduli! Pokoknya nanti supir pribadi saya akan jemput di rumahmu untuk jemput kamu dan sekarang bersiap-siaplah," perintahnya dengan tegas.

"Kalau kamu tetap menolak maka hari senin kamu saya pastikan tidak bekerja lagi dikantor saya!" ucapnya dengan final tak terbantah.

"Astaufirullah Humaira sabar," ucapku dalam hati setelah telfon berakhir.

"Assalamu'alaikum lily. Lily kajiannya nanti sampai jam berapa ya. Terimakasih😇😊

Setelah mengirimkan pesan ke lily aku segera turun kebawah untuk sarapan pagi bersama ayah dan bunda.

"Assalamu'alaikum Ayah, Bunda," ucapku dengan sayang kepada mereka orang yang selalu membuatku tersenyum.

"Wa'alaikumsalam sayang," balas ayah dan bunda bersamaan.

"Ayah dengar kamu sudah mendapatkan kerja ya nak?" tanya ayah sambil menunggu bunda mengambil piring didapur.

"Eh ... iya Yah, Humaira sudah bekerja, tapi sebagai OB," jawabku sambil menunduk takut kalau ayah kecewa atas perkataanku barusan.

"Alhamdulillah anak Ayah sekarang sudah bekerja dan sudah mulai mempunyai penghasilan sendiri," mendengar ucapan ayah barusan aku kaget, yang aku kira ayah kecewa tapi ini malah ayah bersyukur.

"Masyaallah Yah, Ayah tidak kecewa karena Humaira hanya bekerja sebagai OB?" tanyaku dengan nada pelan.

"Masyaallah nak kenapa Ayah harus kecewa? Malah Ayah bahagia karena putri Ayah sudah bekerja," ucap ayah dengan senyum mengembang.

"Masyaallah Ayah, Humaira bersyukur punya Ayah dan Bunda, Yah Humaira ingin peluk Ayah," kataku kepada ayah dan ayah langsung melebarkan tangannya untuk siap memelukku.

"Masyaallah ada apa ini? Humm ... kayaknya Bunda ketinggalan nih," ucap bunda sambil ikut berpelukan setelah melihatku dan ayah berpelukan.

"Yasudah yuk makan sayang," ucap ayah dengan nada lembut dan penuh sayang. Sebagai jawaban setuju aku balas anggukan.

Setelah aku, ayah dan bunda, kami bertiga duduk di balkon. Saat sedang enak bersantai di balkon kami melihat ada mobil berhenti tepat dirumah kami yang sederhana dipenuhi tanaman dan sayuran yang indah.

"Siapa itu Yah? Rekan kerja Ayah ya?" tanya bunda ke ayah.

"Bukan Bun. Ayah hari ini tidak ada janjian untuk beretemu dengan rekan Ayah maupun dengan orang lain," balas ayah sambil menggelengkan kepalanya.

"Astaufirullah atau jangan-jangan itu suruhannya pak bos ya?" tanyaku dalam hati sambil masih fokus melihat mereka yang sedang turun dari mobil menuju pintu rumah.

Saat melihat mereka menuju kearah pintu kami bertigapun turun ke balkon menuju ke mereka.

Tok tok tok


"Siapa ya?" tanya ayah setelah membuka pintu rumah kami.

"Saya disuruh bos Joshep untuk menjemput Humaira," terang salah satu laki-laki yang sudah berusia.

"Untuk apa ya Pak?" Sekarang giliran bunda yang tanya.

"Urusan kerja," jelas laki-laki yang usianya tidak jauh beda dengan laki-laki pertama tadi.

"Humaira apa yang mereka ucapkan benar?" tanya ayah sambil melihat ke aku.

"I ... iya Yah. Jadi tadi pagi Humaira disuruh datang ke rumah bos untuk buatkan kopi Yah, karena bos suka dengan kopi Humaira maka dari itu setiap kali bos ingin kopi maka itu harus buatan Humaira," jelasku dengan jujur.

"Masyaallah gitu ya nak. Yasudah kalau memang begitu kamu bisa pergi dan laksanakan tugasmu dengan baik ya sayang," ucap bunda dengan pengertian.

"Alhamdulillah terima kasih bunda sudah izinkan Humaira untuk pergi ke rumah bos," ucapku sambil memeluk tubuh bunda.

"Saya titip anak saya ya Pak," ucap ayah ke pada 2 laki-laki tersebut dan dibalas dengan anggukan sebagai jawaban iya.

"Yasudah Humaira berangkat dulu ya Ayah, Bunda. Assalamu'alaikum," ucapku sambil memeluk mereka berdua.

"Wa'alaikumsalam sayang, hati-hati ya sayang," ucap mereka berdua dan aku jawab dengan anggukan kepala sebagai tanda siap.

Rumah Bos

Setelah sampai di rumah bos aku langsung di tuntun menemui bos ke kamar. Setelah sampai di depan kamar, entah kamar apa ini bapak-bapak tadi pergi meninggalkan aku sendirian di depan pintu kamar yang hanya aku tahu bahwa dipintu ini ada tulisan Jonathan.

Tok tok tok

"Ku ketuk pintu yang ada di depanku ini dan betapa terkejutnya aku melihat pemandangan seorang Ayah dengan penampilan rumahan yang sedang menggendong baby gembul yang gemesin.

"Sudah datang Humaira," Ya itu perkataan bos Joshep.

"Iya su ... sudah Pak," jawabku selalu terbata-bata saat di dekat bosku ini.

"Yasudah kamu buatkan kopi saya sekarang juga dan sekalian buatkan susu buat anak saya ini," perintah bos sambil melihat anaknya yang masyaallah ganteng, lucu dan gemesin itu.

"Iya Pak," jawabku sambil menganggukkan kepala dan setelah itu aku dituntun bos menuju dapurnya yang luas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Iya Pak," jawabku sambil menganggukkan kepala dan setelah itu aku dituntun bos menuju dapurnya yang luas.








Assalamu'alaikum teman - teman yuk baca part ini ya dan jangan lupa tinggalin jejak kalian ya.😆😂
.
.
.
Teimakasih😇😊😍

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 30, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Suamiku Seorang MualafTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang