5. Penghapus Luka

42 2 0
                                    

Setelah cukup lama membolos. Akhirnya Deasy pun memutuskan untuk berangkat ke sekolah, yah sekalipun mata pelajarannya hanya dua yang akan ia pelajari. Namun, lebih baik terlambat bukan? Daripada nggak sama sekali.

Deasy tidak membawa mobil brio berwarna merah miliknya itu. Karena mobilnya masih ada di parkiran rumah sakit. Coba saja ... jika Sagara tidak mengajaknya mengantar Prilly ke peristirahatan terakhirnya. Mungkin, ia akan berangkat ke sekolah dengan mobil kesayangannya.

"Pak Sapto!" panggil Deasy dari balik pintu gerbang tinggi itu. Pak Sapto merupakan satpam sekolahnya, Deasy yakin jika Pak Sapto akan membantunya lagi.

Pria tinggi bernama Sapto itu menoleh. Ia melepas topinya untuk melihat lebih jelas siapa yang memanggilnya.

"Loh! Neng Febby?"

Deasy mengecap. Dia tidak suka orang luar memanggilnya Febby. Febby merupakan panggilan khusus untuk orang yang khusus juga.

"Deasy Pak! Deasy."

"Eh- iyah maaf neng."

"Bukain!"

"Loh, tapi sudah jam 9 neng. Maaf!"

"Pak! Saya telat karena tadi saya habis mempertemukan anak kucing sama induknya pak. Kan kasian!" Deasy mulai mencari-cari alasan yang tepat namun bikin orang yang mendengarnya ngakak.

Pak Sapto hanya menggaruk tenguknya yang tidak gatal.

"Tapi kali ini aja yah neng."

Deasy mengangguk cepat saat Pak Sapto sudah berjalan mendekati pintu gerbang. Tangan gagahnya itu meraih klop pintu dan ia pun membuka pintu gerbang kecil khusus untuk anak pejalan kaki yang terlambat.

Deasy tersenyum tak lupa ia mencium punggung tangan Pak Sapto.

"Makasih pak! Nanti saya beliin rokok 10 deh," ucap Deasy yang akhirnya pergi sambil berbicar soal beli rokok 10 batang untuk menyogok Pak Sapto.

"Siap neng!" Pak Sapto hanya tersenyum senang saat tahu Deasy akan membelikannya rokok 10 batang. Siapa juga yang akan nolak, dibelikan rokok 10 batang dan itu GRATIS tanpa bayar.

******

Selesai sudah riwayat Deasy. Saat dirinya sedang berjalan santai mengapa harus bertemu dengan guru super duper killer dan ngeselin. Yah, itu Mr. Jey atau Mr. Jeylani. Dia selalu membuat Deasy frustasi saat dirinya harus berhadapan dengannya lagi.

"DEASYYYY!!!" Teriak Mr.Jey yang seketika juga Deasy menutup kedua telinganya rapat. Setelah itu ia hanya tersenyum tanpa dosa tak lupa dengan mata genitnya.

"Please! Mister... Saya janji deh nggak akan telat lagi." Mr. Jey hanya menatap Deasy dengan penuh amarah. Mungkin ia akan menerkamnya.

"Deasy? Kamu kemarin kenapa? Kamu baik-baik ajakan?" Tak ada badai atau hujan. Mrs. Jey berubah 180° jadi baik. Wajah yang memerah tadi sudah hilang, hanya ada raut wajah yang penuh gelisah nan khawatir.

Deasy sendiri bingung. Ia melirik Mrs. Jey dengan seribu keheranan.

"Saya nggak apa-apa!"

"Nggak kenapa-napa gimana? Orang pingsan dari jam olahraga sampai jam pulang kok! Terus disaranin sama Dokter yang praktek di sini, kamu harus di bawa ke rumah sakit."

DEGGG!!!

Deasy terdiam saat Mrs. Jey berkata seperti itu, jelas dan dapat dimengerti oleh si pendengarnya. Barulah Deasy mengingat kejadian kemarin, di mana dirinya tersungkur jatuh dan tergeletak di lapangan volly begitu saja. Dia mengingat, saat dirinya tersadar namun, sudah berada di dalam Ambulance bersama dengan Jerry dan suster di dalam mobil itu.

JAM TANGAN BARUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang