Setelah mengetahui tentang penyakitnya. Deasy memutuskan untuk merahasiakannya dari semua orang, entah itu pacarnya atau bahkan keluarganya sendiri. Deasy merebahkan badannya, karena dia merasa sangat letih seharian berada di rumah sakit.
"Kenapa...? Kenapa harus gue yang ngalamin ini semua Tuhan?!" ucap Deasy yang menarik rambutnya baah orang frustasi.
Dirinya hanya menatap langit-langit kamarnya. Meratapi segala takdir yang Tuhan beri untuknya. Keluarganya memang masih utuh, baik mamih atau papihnya juga tidak berpisah. Hanya saja... Deasy selalu merasa, jika dirinya tidak memiliki keluarga yang utuh. Mamih dan papihnya selalu menyibukkan dirinya dengan pekerjaan mereka. Terlebih, papihnya yang sangat jarang sekali untuk pulang ke rumah.
Dengan perlahan Deasy mengusap pipinya yang sudah dibanjiri oleh air matanya. Tangannya menggapai sebuah bingkai foto di atas nakas yang ada di samping tempat tidurnya.
"Anna... Kamu apa kabar? Kamu udah tenangkan di sana?" Deasy tengah mengusap sebuah foto yang dibingkaikan itu. Terlihat ada Deasy dan juga Deana kembarannya. Di foto itu mereka tengah bersama, saling senyum terlihat sangat bahagia.
"Kamu tahu nggak, Na. Sebentar lagi aku akan ketemu sama kamu, menikmati masa-masa yang indah, melanjutkan kisah kita." Deasy terus mengusap foto Deana, tanpa dia sadar jika wajahnya telah dibanjiri oleh air matanya lagi.
*****
Di dalam ruangan, Gara terus saja memandang wajah Prilly di sebuah bingkai. Senyumnya melebar, sekalipun dadanya sesak saat Gara dipaksa harus menerima kenyataan jika Prilly yang dia cintai sudah meninggalkan dia untuk selamanya.
Namun, seketika bayangan tentang Deasy tiba-tiba saja terlintas di dalam pikirannya. Gara kembali memikirkan gadis cantik itu yang memiliki sakit yang sama seperti kekasihnya, Prilly.
"Pril... saya janji sama kamu, saya akan menjadi seorang dokter yang bisa menyembuhkan semua pasein-pasein saya. Terutama pasein yang sakit sama seperti kamu, Deasy. Entah kenapa...setiap kali saya menatap wajahnya, saya melihat kamu di dalam dirinya. Seandainya itu benar kamu, Pril. Saya merasa sangat bahagia, dan akan mencoba mencintainya sama seperti saya mencintai kamu." Gara terus saja berbicara dengan foto Prilly. Bahkan senyumannya melebar saat berbicara dengan foto kekasihnya itu. Mungkin, dia merasa jika saat ini Prilly ada di sampingnya, dia bahkan mendengar semua apa yang Gara ucapkan saat ini.
Saat Gara tersadar dengan ucapannya. Terlintas dalam benaknya untuk menghubungi Deasy. Tangannya langsung meraih handphone ber-merk IPhone itu dan membuka kunci layarnya.
******
Deasy sedang mencoba untuk tidur, karena dia harus melanjutkan aktivitas di ke esokan harinya. Namun, saat matanya baru saja terpejam. HPnya berdering dan membuatnya harus kembali membuka mata.
Deasy menatap layar HPnya, melihat siapa orang kurang kerjaan yang menghubunginya di larut malam seperti ini.
Nomer tidak dikenal.
Saat melihat nomer yang tidak dikenal itu, Deasy langsung menyentuh tanda hijau yang artinya dia menerima panggilan masuk itu.
Deasy : Hallo....?
Dari seberang sana Gara tersenyum saat Deasy mengangkat telfonnya.
Gara : Malam... Saya Dokter Gara. Bagaimana kondisi kamu?
Deasy belum menjawab pertanyaan dari Gara. Dia hanya mengedipkan kedua matanya, menandakan jika dia sedang tidak ingin berbicara. Namun, apa daya...Gara merupakan seorang Dokter.
KAMU SEDANG MEMBACA
JAM TANGAN BARU
Romance"Kamu tahu? Saya pernah sangat-sangat terpuruk dan larut dalam rasa sedih. Sebelum akhirnya saya tahu; Tuhan masih memberikan saya satu kesempatan, untuk bisa bahagia sama kamu, Deasy." ~Sagara Dimas Anggara "Awalnya... Aku berpikir; Hidup aku cuman...