"Telah terjadi perampokan yang didahului dengan pembunuhan di Bank Dagang Negara, Seoul. Hal ini mengakibatkan dua orang satpam meninggal dunia. Dari hasil penyidikan telah diketahui lima orang tersangka yang seluruhnya warga negara Jepang. Dari pengembangan penyidikan diketahui bahwa otak dari perampokan tersebut adalah seorang warga negara Singapura. Otak dari aksi masih----"
Trak!
"Hhhhhahhh!" Sepasang iris caramel terbeliak kaget punggung rampingnya menegak tiba-tiba, tidak peduli kursi yang ia duduki berderak atau sendi-sendi yang mungkin mengeluarkan suara gemelutuk. Napasnya memburu dengan satu-dua keringat di pelipis.
"Hhaahh..hhhaahh... Mimpi itu lagi."
"Dokter Kim?"
Sebuah suara memecah konsentrasi pada trauma yang masih menghantuinya. Seseorang yang ternyata masih duduk di tempat yang sama saat dirinya memutuskan mengistirahatkan kepala berbantal lengan sendiri di atas meja.
"Ya--ya? ada apa perawat Park?"
"Anda lebih baik istirahat di rumah. Jam jaga anda sudah selesai."
"Ah--itu.."
"Taehyung hyung.." Sang perawat berujar sendu, sekaligus mengubah sufix panggilan pada dokter yang juga teman lebih tuanya. "Masih memimpikan hal itu?"
"Jihoonie, aku masih takut."
"Emm.. aku tahu, hyung."
Yang lebih muda mengangguk mafhum, tangannya mengelus punggung si netra caramel yang sudah ia anggap saudara seayah-ibu.
"Aku minta maaf, "
"Aku sudah memaafkanmu, Hyung"
Park Jihoon hanya menghela napas, prihatin pada sosok dokter berhati luar biasa di depannya. Kim Taehyung.Selalu seperti ini, saat mimpi itu datang Taehyung hanya bisa meminta maaf pada yang sudah pergi. Pada yang kehilangan. Pada yang dihilangkan dan terlebih pada yang memutuskan pergi dan menghilang dari hidupnya.
-----------------------------------------------------------
"Inspektur Jung! Identifikasi mayat terkendala. Beberapa yang membusuk. Selebihnya terbakar. Pelaku berusaha menghilangkan sidik jari korban."
"Iya.. Aku sudah melihatnya sendiri." Sang Inspektur menutup kantong mayat di bawah kakinya. "Minta tim ahli Forensik menambah anggota tim otopsi. Katakan pada penghubung aku meminta dokter terbaik."
"Siap pak!"
Sepeninggalnya salah satu petugas, Jung Hoseok mengedarkan pandangan sampai sejauh padang ilalang tempatnya berada. Gelap, minim pencahayaan di tengah malam seperti sekarang. Matanya menelisik setiap apa yang bisa ia tangkap. Tak terkecuali tiga belas kantong mayat yang terjejer di sayap kanan tempat kejadian perkara, dekat dengan bangunan bekas pabrik semen di daerah Gwangju. Ditempatkan dengan lebih layak.
Drrt Drrt
Ponsel di sakunya bergetar.
"Ya Namjoon? Ada apa? Aku masih di pabrik semen."
"Kau meminta tambahan Tim Investigasi lapangan, Hoseok-ah?"
"Iya. Bajingan itu merusak tubuh korban, sebagian tim mundur, tidak mampu. Ini jarang terjadi."
"Buruk sekali?"
"Lebih buruk dari masakan gagal jadi milik Jaehwan." Kim Jaehwan (sepupu jauh Namjoon) dan dapur bukanlah kombinasi yang baik.
"Ya ampun! Itu siaga satu!"
"Benar sekali.. Berikan aku dokter forensik terbaik untuk membantu identifikasi. Mayat-mayat itu harus segera dimakamkan."

KAMU SEDANG MEMBACA
S T I G M A
FanfictionSaat STIGMA tersemat, bukan dari orang lain tapi dari diri sendiri. Sakit itu, Sesal itu, sesak itu akan selalu terasa baru bagi Kim Taehyung. "Dia yang memintaku pergi. Maka aku akan pergi." - Jung Hoseok.