Iris berwarna tannya terbuka, menampilkan keping almond yang cantik mempesona, jika saja tidak diikuti ringisan nyeri karena rasa tidak nyaman di sekujur tubuh.
"Argh.." Ia mengerang sakit.
Seingat Taehyung, seseorang mendorongnya hingga terjatuh di lantai, menyerempet meja kaca di tengah kamar hotel hingga pecah berhamburan. Dan bagian terburuk yang membuat isi perutnya bergejolak sekarang adalah, saat orang itu membenturkan kepalanya ke lantai beberapa kali. Semua potongan ingatan itu membuat telinganya berdenging sakit, dalam artian sebenarnya, bukan konotasi. Ia yakin jika kepalanya tidak baik-baik saja, minimal ia mendapat gegar otak ringan.
Samar-samar, sang dokter forensik mulai meraba keadaan. Ruangan yang remang, ada kain-kain usang berserakan di pojok ruangan. Bau debu menumpuk, menandakan tempat ini bukanlah tempat yang didatangi oleh banyak orang. Taehyung tidak bisa bergerak, seseorang mengikat kedua tangannya di belakang sandaran kursi kayu, tambang usang melukai pergelangan tangannya setiap kali Taehyung berusaha bergerak.
Bohong jika Taehyung tidak diserang rasa takut, tapi dia harus memutar otak keluar dari tempat ini sebelum sebuah suara mengganggu pendengarannya.
"Kau sudah bangun, Pendosa?!"
Jantungnya seakan meledak, panggilan itu lagi, membuat telinga Taehyung bergemerisik, berisik yang menyakitkan.
'Aegi-yaa..'
Hatinya mencelos perih karena secara otomatis Taehyung meningat kejadian itu.
Taehyung melihat sekelilingnya, seseorang baru saja membuka pintu besi berjarak lima kaki di depannya.
Jika pintu itu baru saja terbuka, lalu siapa yang tadi bersuara?
"Jangan berwajah bodoh, suara itu adalah hukumanmu." laki-laki itu bersuara serak, bukan karena batuk atau radang tenggorokan, lebih seperti pita suara yang memang rusak. Cara berjalannya pun tidak sempurna. Taehyung hanya menahan napas saat orang tersebut mulai mendekat.
Taehyung tahu orang ini, dia adalah orang yang Taehyung lihat waktu itu, di flat bobrok. Laki-laki yang menyeret mayat perempuan.
"Kau pendosa, Kau pembunuh! Kau Ibu yang buruk!"
Taehyung tersedak napasnya sendiri. Baru kali ini mendengar serapah yang tepat langsung di depan wajahnya. Namun ia tidak mengelak, sebagian dari dirinya mengakui apa yang telah ia lakukan pada anaknya sendiri.
"Bayimu tidak bersalah! Kenapa orang-orang seperti kalian tega membunuh mereka!"
Iya, Calon bayinya sama sekali tidak bersalah. Kenapa Taehyung tega menghilangkan hak hidup anaknya sendiri?
"Ba--bagaimana..--ak--aku-ka--ka"
--
Inspektur Jung dan petugas Jeon Jungkook melakukan semua proses pencarian dengan cepat. Beberapa anggota kelompok Gwangju pun ikut turun tangan. Hoseok menatap nanar satu tempat yang lagi-lagi terbakar. Kali ini bukan padang ilalang di dekat Pabrik Semen, tempat ini berjarak sekitar satu setengah kilometer dari bangunan mangkrak itu. Semua hasil penyidikan sementara di Hotel tempat Taehyung diculik mengarahkan mereka kembali ke tempat ini, dan mereka menemukan lagi mayat yang kali ikut terbakar, seorang perempuan dan untuk hasil awal otopsi, perempuan ini juga pernah mengugurkan kandungannya.
Hoseok sama sekali belum menemukan titik temu petunjuk keberadaan Taehyung. Ia belum mendapatkan pencerahan sedikit pun selain visualisasi orang yabg menculik Taehyung adalah orang yang sama dengan tersangka pembunuhan yang sedang timnya buru. Dengan kata lain, Taehyung dalam bahaya.
Tapi, apa motifnya?
Matanya menerawang sepanjang kawasan yang tarbakar. Otaknya sebagai salah satu anggota terbaik kepolisian Seoul berputar cepat. Jika otaknya tidak bisa ia andalkan sekarang karena kalut, maka Hoseok akan menggunakan instingnya yang memimpin. Paduli setan dengan tindakan prosedural. Ia harus segera menemukan Taehyung.
KAMU SEDANG MEMBACA
S T I G M A
FanfictionSaat STIGMA tersemat, bukan dari orang lain tapi dari diri sendiri. Sakit itu, Sesal itu, sesak itu akan selalu terasa baru bagi Kim Taehyung. "Dia yang memintaku pergi. Maka aku akan pergi." - Jung Hoseok.