Taehyung tidak menjawab pertanyaan yang memang sama sekali tidak ingin ia jawab. Ia beruntung karena si penanya teralihkan oleh getar ponsel di dalam saku parka. Satu panggilan masuk.
"Bagaimana bisa?! Selidiki siapa saja yang datang malam tadi! Aku segera ke sana."
Di telinga sang Dokter Forensik, suara Jung Hoseok jelas menahan amarah. Pasti ada hal di luar prediksi terkait kasus yang sedang mereka hadapi. Jujur saja, Taehyung rindu netra yang dulu hangat itu. Sesak, karena sekarang sedang menatapnya dingin sembari memasukkan ponselnya ke dalam saku. Dan pergi keluar dari ruang mayat rumah sakit terbesar di Gwangju ini.
Jung Hoseok baru saja mendapatkan sebuah laporan darurat. Seseorang baru saja merusak TKP dengan membakar lahan ilalang yang kering di tengah musim panas.
Dan akhirnya, pertanyaannya pada sosok yang ia rindu berbuah bisu.
Kim Taehyung berhasil menghindar dari sebuah tekanan, dari suara datar dan dari tatapan dingin seorang Jung Hoseok, karena ia pun akan memilih diam. Tidak ingin bersua, hanya lebih ingin sendiri, lebih suka memendam tapi menjadi pesakitan. Karena ia sudah takut menghadapi tumpahan kekecewaan yang lebih menyesakkan.
-----------------------------------------------------------
"Sampai kapan kau akan menyembunyikan hal itu Tae?"
Kakak-beradik ini memilih beristirahat sejenak di kamar hotel dekat rumah sakit. Seluruh hasil otopsi mereka sudah diserahkan pada Pihak Kepolisian, hanya menunggu bukti kecocokan dari pusat data penduduk dan mencari jejak tersangka, bisa dipastikan adalah orang yang sama yang membakar lahan ilalang dekat pabrik semen yang mangkrak.
"Selamanya." Taehyung memilih memasukkan tubuhnya ke dalam selimut. Berharap semu, karena bahan fabric itu sama sekali tidak bisa membunyikan dirinya dari dunia.
"Dia berhak tahu, dia Ap--"
"Jangan diteruskan! Jin Hyung! kau membuatku sakit."
"Kau pikir Hoseok tidak sakit? Kau menolak bertemu dengannya lalu mengirimkan surat cerai begitu saja, dia juga butuh penjelasan. Saat itu dia bahkan mau mencarimu. Dia sudah meminta maaf padaku karena hilang kontak selama di luar negedengan kita, dia punya penjelasan Tae," Seokjin mendengus sebagai jeda. "Lalu bagaimana denganmu?"
"Seokjin Hyung!" Taehyung menaikan suara. Kembali membuka mata meski merasa letih badan dan pikiran. "Siapa yang adikmu?! Kenapa kau membelanya?! Kenapa kalian semua tidak berhenti menyalahkan aku?!"
"Kau yang adikku. Aku tidak membela siapa pun. Dan Bukan kami yang menyalahkanmu ataupun mengecapmu sebagai pendosa, tapi dirimu sendiri Taehyungie," Seokjin beranjak dari tempat duduk. "Aku sudah muak! Bukankah itu sudah atas persetujuan kita bersama? Bahkan Jihoon saja merelakan, padahal anak itu yang paling bersemangat. Kau juga menandatangani keputusan itu, kan? Jelaskan pada Hoseok! Dia pasti mau mengerti." Seokjin melangkah keluar dari kamar hotel adiknya. Perdebatan ini tidak akan pernah ada habisnya. Apalagi Taehyung sudah berseru seperti tadi.
Sesaat setelah pintu kamar hotelnya tertutup.
Taehyung kembali mengubur tubuhnya ke dalam selimut. Kembali terisak seorang diri, kembali sakit dengan sejuta sesak dan sesal. Juga rindu.
"Maafkan aku Maafkan aku.. Maafkan aku..."
Taehyung memukul dada seolah hal itu bisa melegakan. Respirasinya tersendat sesak. Menggigit bibir demi meredam isakan pilu. Padahal ia seorang diri.
Tangisnya, Sudah terlalu malu didengar angin, terlalu risih dilihat langit yang mungkin saja sudah bosan.
"Maaf.. "
![](https://img.wattpad.com/cover/198797186-288-k25784.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
S T I G M A
FanficSaat STIGMA tersemat, bukan dari orang lain tapi dari diri sendiri. Sakit itu, Sesal itu, sesak itu akan selalu terasa baru bagi Kim Taehyung. "Dia yang memintaku pergi. Maka aku akan pergi." - Jung Hoseok.