BLUE MOON - TWO

12 1 0
                                    

.

.

Aku peri? Peri?
Dino mendesah. Ia rasa sudah gila. Besok dino akan mengunjungi psikiater untuk menanyakan kejiwaannya, dan dengan senang hati akan menuruti perintah dokter untuk berhenti menulis novel bergenre fiksi-fantasi jika memang dokter menyuruhnya.

"Kau tidak nyata! Kau hanya ada dalam novelku. Aku benar-benar merasa tidak waras karena berbicara pada makhluk fiksi sepertimu!" setelah itu dino menarik tangannya dan berjalan menuju lemari untuk mengambil handuk.

Sambil menuju kamar mandi, dino berusaha mencari hal yang akan membuat pikirannya jernih kembali. Tapi yang selama ini dino pikirkan hanyalah kelanjutan dari novel yang ditulisnya. Dan sekarang, dino benar-benar tidak ingin memikirkannya, tepat setelah melihat ada peri di kamarnya? Itu sulit dipercaya.

Ternyata putus dari yunri membuatnya berkhayal tinggi. Atau ini sebagian dari depresi?

***

(Namakamu) duduk di tempat tidur milik dino dengan bosan. Setelah menunggu hampir setengah jam, akhirnya (Namakamu) melihat dino keluar sambil menggosok-gosok rambutnya dengan handuk. Penampilannya kini lebih segar dari pada tadi.

(Namakamu) mengamatinya lama, namja itu lebih tampan dengan rambut basah, terlihat lebih maskulin. Ya tampan, atau ada kata yang lebih dari itu untuk menggambarkan penampilan dino. Ah padahal saat ini namja itu hanya memakai baju putih polos dan celana kain selutut.

"Oh astaga!"
Suara keterkejutan itu membuat (Namakamu) ikut tersadar. Dino sudah menyimpan handuknya dan sekarang namja itu menatapnya dengan tatapan sulit digambarkan. "Kenapa masih disini?!" desis dino lalu berjalan memutari kasurnya dan duduk di sisi lain.

(Namakamu) bangkit, setelah itu berdiri di hadapan dino. "Masih belum percaya bahwa aku ini nyata ya?" (Namakamu) mengerucutkan bibirnya sebal. Hal yang ia pikir akan menyenangkan ternyata malah membuatnya kesal. Ini menyulitkan juga.

"Ya nyata," kata dino tanpa ekspresi. Namja itu menengadahkan kepalanya menatap (Namakamu). Dapat namja itu lihat, binar kesenangan tampak di mata (Namakamu). "Dalam kegilaanku," lanjut dino dengan nada menyebalkan.

"Berhenti menyebut dirimu gila. Kau tidak gila. Aku memang nyata, apa yang harus aku lakukan untuk membuktikannya?" dino terdiam lama, berpikir, apa benar ini nyata? Apa benar ada peri dikamarnya? Apa yang ada dihadapannya itu adalah seorang peri?

"Mustahil!" Lalu terkekeh, menertawakan dirinya sendiri yang masih bertahan bicara dengan makhluk fiksi yang dia ciptakan dalam imajinasinya.

(Namakamu) menggeleng putus asa. Sulit sekali meyakinkannya. "Kau penulis ya?" dino mengernyit. "Aku membaca tulisanmu yang tertumpuk di atas meja itu. Benar-benar menyesatkan! Jadi kau pikir peri itu makhluk kecil yang tinggal di hutan dan suka mengganggu manusia? Parasit merugikan dan sukanya hanya bersenang-senang? Kami tidak seperti itu!"

"Kau bisa membaca?" tanya dino tak percaya. Dan sebelum dino harus tahu bahwa peri bisa membaca atau tidak, terlebih dahulu dino harus memastikan bahwa makhluk dihadapannya ini benar-benar peri? Maksudnya apa ini bukan mimpi? Ini sungguhan? Jadi peri itu ada?

Tanpa sadar, dino sudah mengucapkan semua pertanyaan yang ada di otaknya secara langsung membuat (Namakamu) semakin kesal. "Kau baru sadar ya? Aku ini nyata! Nya-ta! Nyata-nyata-nyata-nyata-nyata! Sshh, benar-benar sulit membuatmu percaya!" (Namakamu) menghentak-hentakan kakinya. Mukanya sudah memerah padam karena kesal.

"Dan kau bisa berbicara padaku? Bisa marah?" Sekali lagi ucapan bodoh terlontar dari mulut dino. (Namakamu) melipat kedua tangannya di depan dada. "Kau! Berhentilah bersikap tolol seperti itu!"

BLUE MOONWhere stories live. Discover now