BLUE MOON - NINE

4 1 0
                                    



Dino menarik (Namakamu) ke belakang dan memeluknya. Tangan Dino melingkari tubuh (Namakamu) dengan sikap melindungi. Menyalurkan kehangatan dan perasaan yang tidak bisa diartikan.

Menyadari anak panah itu sudah jatuh dan tidak melukai (Namakamu), Dino benar-benar merasa lega walau nafasnya masih terdengar belum stabil di samping kepala (Namakamu), dan dapat (Namakamu) rasakan di belakang punggungnya ada sesuatu yang menendang-nendang kecil. Degupan jantung Dino. (Namakamu) benar-benar merasakannya.

"Kenapa dengan jantungmu?" (Namakamu) bertanya dengan polos, masih terdiam, dia seperti syok tapi bukan karena anak panah yang hampir mencelakai kakinya.

Dan tiba-tiba saja, setelah menyadari kenapa dia bisa merasakan degupan jantung Dino, menyadari posisi mereka sekarang-menyadari Dino memeluknya, jantung (Namakamu) jadi ikut-ikutan berdegup brutal.

(Namakamu) tidak ingin memahaminya. Sedikit saja (Namakamu) menoleh ke samping kanannya dapat dipastikan, pipinya akan langsung menempel pada wajah Dino.

"Hei! Kalian sedang apa?!"

Dari udara terdengar suara kekanakan Zuwi membuat mereka langsung terkesiap dan menarik dirinya masing-masing menjauh. Baik (Namakamu) dan Dino sama-sama salah tingkah.

Dino mengusap tengkuknya sementara (Namakamu) menggigit bibir bawahnya sendiri, kebingungan berusaha mencari kata-kata yang akan dia jadikan sebagai jawaban dari pertanyaan Zuwi barusan. Ia harus cepat mengutarakannya agar tidak membuat Zuwi berpikiran macam-macam. Tapi otaknya seperti tidak mau berfungsi, menyebalkan sekali otaknya sekarang malah bekerja lamban.

Zuwi menatap (Namakamu) dan Dino bergantian, kemudian tatapannya tertuju pada Dino dengan tajam. "Hey! Kau mau mencelakai (Namakamu) ya?"

Dino sedikit memundurkan kepalanya dan mengernyit. "Tidak. Dia yang menjatuhkan panahnya."

"Apa? Kau mencoba memanahnya?"

Hah Dino salah berbicara. (Namakamu) meringis saat melihat Zuwi memandang ke arah Dino dengan berapi-api. Padahal dulu, saat pertama kali Zuwi bertemu dengan Dino, mereka baik-baik saja bahkan Zuwi menyambut Dino dengan terbuka.

Nah, jadi Zuwi berubah setelah apa yang terjadi di tebing itu, Zuwi jadi sering bersikap sinis pada Dino. Seharusnya juga (Namakamu) tidak menceritakan soal keburukan Dino pada Zuwi jika jadinya malah seperti ini.

(Namakamu) hanya mencertitakan keburukannya.

Lupa menceritakan kebaikan Dino akhir-akhir ini.

"Zuwi. Jangan seperti itu," (Namakamu) merajuk dengan manja. "Dino hanya... euh malah tadi dia menyelamatkanku. Aku yang menjatuhkan panahnya. Jangan marah ya?"

Zuwi memutar kepalanya kesal. Jika bukan (Namakamu) yang memintanya, Zuwi tidak akan mau mengangguk. "Iya!"

Dino mengangkat bahunya acuh, dia tidak mengharapkan Zuwi meminta maaf. Dino cukup mengerti dengan sikap Zuwi.

"Dia juga sudah baik padaku. Kemarin dia berkata di depanmu 'kan? Dia akan menjagaku." Zuwi hanya berdecih seraya merutuk, 'omong kosong'. Ternyata membuat Zuwi berpikiran seperti semula lebih sulit dari pada menghasutnya. (Namakamu) benar-benar merasa bersalah.

"Zuwi," (Namakamu) meringis. Haruskah dia mengungkit hal ini lagi? Tapi demi agar Zuwi kembali bisa memandang Dino sebagai manusia yang 'baik' maka (Namakamu) pikir ia harus mengatakannya, walau sebenarnya dia ingin mengatakannya setelah menutup telinga Dino. "Kau tahu Zuwi? Dino juga kemarin mengkhawatirkanku dan meminta pada Ratu Lauronia agar aku tidak ikut berperang melaw---" Ucapan (Namakamu) tidak tuntas.

BLUE MOONWhere stories live. Discover now