Lembar Pertama

329 18 5
                                    

Satu Bangku, Tiga Kursi

-o0o-

Seorang gadis kecil dengan seragam merah putihnya melenggang santai di koridor sekolah yang panjang. Langkahnya tak gentar, membawa kaki kecil itu menuju ruang kelas yang berada di pojok lorong. Anak seusianya akan menangis tersedu ketika harus berangkat sekolah sendiri di hari pertamanya memasuki sekolah dasar. Tetapi, hal itu tidak berlaku bagi seorang Gia Saphiera.

Gadis cilik dengan rambut yang dikuncir kuda itu berjalan sendirian. Oma-nya sibuk. Cabang butik milik Sang Oma di kota sebelah baru saja diresmikan. Dan dengan berat hati, Erma tidak bisa mengantar cucu kesayangannya itu untuk pergi ke sekolah.

Jadi, disinilah Gia. Berdiri mematung menatap satu-persatu teman-teman barunya yang didampingi oleh orang tua mereka masing-masing. Tubuh Gia melemas. Gadis itu tak lagi bersemangat. Meskipun Oma-nya sering mengatakan jika dia adalah gadis super yang kuat dan tak boleh bersedih, Gia tetaplah seorang gadis kecil. Gadis kecil yang rapuh dan sendirian.

"Mari, Bapak, Ibu.. boleh ditinggal sebentar putra-putrinya. Kelas akan segera dimulai," tutur Ibu guru berkerudung biru di depan kelas. Perempuan dewasa itu terlihat antusias menatap murid-murid barunya.

Gia pun tersadar dari lamunannya, kemudian segera berlari kecil memasuki ruang kelas. Gia mengambil duduk di bangku nomor dua dari depan, deretan ketiga dari kiri. Gadis itu mungkin akan duduk sendirian. Kepalanya sesekali melirik kearah bocah di samping bangkunya yang terus merengek. Gia mendengus tidak suka.

"Ih, cengeng!" desisnya.

Di kelasnya, satu bangku terdiri dari tiga buah kursi. Karena tidak ada yang duduk bersamanya, Gia mengambil duduk di kursi tengah. Di sebelah kiri, ia gunakan untuk menaruh tas selempang abu-abunya, dan di sebelah kanan ia biarkan kosong.

Setelah semua wali murid keluar dari kelas, Bu Lilik, Ibu guru berkerudung biru itu pun lanjut memperkenalkan diri dan mulai mengabsen murid-muridnya satu-persatu.

Di tengah Bu Lilik mengabsen, suara dua anak laki-laki dengan nafas yang terengah memotong.

"Permisi, Bu!" ujar mereka hampir bersamaan. Semua yang ada di dalam kelas pun menoleh, tak terkecuali dengan Gia.


Anak laki-laki dengan rambut seperti bulu landak melangkah kearah Bu Lilik, lalu mencium tangan Ibu guru itu. Sementara anak laki-laki dengan dasi merah yang berada digenggamannya itu terus berlalu begitu saja.

"Eh, eh, kamu! Kok, langsung masuk begitu saja? Sini, dulu!" panggil Bu Lilik sembari melambaikan tangan. Gia cekikan sendiri di bangkunya melihat semua itu. Sepertinya, ia baru saja menemukan anggota geng-nya yang baru.


Dan sebagai hukuman karena telat, Bu Lilik memerintahkan kedua anak laki-laki itu untuk memperkenalkan diri di depan kelas dengan satu kaki yang terangkat. Seisi kelas pun menertawakan mereka.

"Namaku, Bara," ujar si rambut bulu landak.

Bu Lilik pun langsung mengecek buku absensinya. "Ooh.. jadi kamu, Bayu Abara?" tanya Bu Lilik, yang langsung diangguki oleh Bara.


"Kalau kamu?" tanya Bu Lilik berikutnya pada anak kecil yang berlalu melewatinya begitu saja tadi.

TrisagisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang