Peringkat Pertama
-o0o-
Gia berjalan mondar-mandir di kelasnya. Ia sedang cemas. Hari ini adalah hari pembagian rapor sekolah. Kira-kira, peringkat berapa yang berhasil ia raih? Kelas satu kemarin, dirinya memang meraih peringkat pertama. Lalu sekarang? Apakah dirinya tetap berada diposisi itu?
"Gi, ayo, udah mau pengumuman!" panggil Regan dari luar kelas. Tanpa babibu lagi, Gia dan Regan berlari menuju aula.
"Peringkat ketiga, dari kelas dua A, diraih oleh... Eva Gerindra, putri dari Bapak Setioaji," suara Bu Resti menggema di seluruh penjuru ruangan.
Semuanya bertepuk tangan. Papa Eva berdiri, kemudian mengacungkan kedua jempolnya kepada Eva. Gia memegangi dadanya yang tengah berdentum dengan keras. Ia benar-benar cemas.
"Kemudian, di peringkat kedua, diraih oleh.. Bayu Abara, putra dari Almarhum Bapak Hussein Petra,"
Sejenak, dentuman di dada Gia terasa melambat. Gia dan Regan bertepuk tangan dengan keras mendengar nama Bara disebutkan. Gia menepuk pundak Bara, lalu mengucapkan kata selamat. Bara membalas itu dengan anggukan kepala. Setelahnya, Bara beralih melirik kearah sang Mama yang duduk di pojok aula. Ia kemudian menunduk diam. Tidak tersenyum. Dan tidak merasakan apapun.
"Dan yang paling ditunggu, peringkat pertama, diraih oleh..."
Gia menutup matanya erat-erat. Ia merapal ribuan doa pada Tuhan. Tuhan, tolong, buatlah Bu Resti menyebutkan namanya. Gia menengadahkan kedua telapak tangannya di depan dada. Kepalanya menunduk tanda ia sedang berdoa dengan khusyuk.
"Gia Saphiera, putri dari Bapak Rahardian Sanjaya!" sebut Bu Resti pada akhirnya.
- Trisagis -
"Peringkatku naik, loh! Kemarin kan dua puluh, nah, sekarang jadi lima belas. Kata Bang Rendi, ini pasti gara-gara belajar bareng kalian. Jadi nanti, mampir ke rumahku ya. Belajar bareng lagi!" celoteh Regan dengan semangat. Ia menenteng rapor miliknya dengan bangga. Dirinya yakin, kelak, ia pasti bisa berada diurutan tiga besar bersama dengan kedua sahabatnya itu.
Gia mengangguk mengiyakan. Cemasnya sudah hilang. Ia bahagia sekali hari ini. Bara ikut mengangguk saja. Ia tak menunjukkan eskpresi apapun meski telah berhasil mempertahankan rangkingnya sedari kelas satu kemarin.
Ketiganya berpisah di pertigaan. Gia mengambil jalan kearah kiri. Sedangkan Regan dan Bara berbelok ke kanan. Rumah Regan dan Bara itu hanya berbeda lima rumah. Rumah Regan nomor 13 dan rumah Bara nomor 18. Sedangkan rumah Gia sendiri nomor 4.
Dan, sampailah Gia di depan bangunan megah bercat putih milik Oma-nya itu. Pak Asrul berlari dengan tergopoh-gopoh melihat Gia telah pulang dari sekolah. Itu adalah kebiasaan dari cucu nyonyanya. Selalu berangkat dan pulang sekolah sendirian. Pak Asrul kadang bingung, bagaimana bisa gadis kecil seperti Gia semandiri itu.
Pak Asrul membuka gerbang dengan cekatan. Gia tersenyum melihat Pak Asrul yang tak pernah telat membukakan pintu gerbang untuknya. Gia berucap terima kasih. Lalu segera berlari kedalam rumah.
"Opaa, I'm home!" teriak Gia dengan lantang.
Seorang lelaki paruh baya menoleh begitu mendengar suara cucunya. Ia tersenyum dengan lebar. Lalu merentangkan tangannya kearah sang cucu. Gia pun dengan bersemangat berlari kearah sang Opa dan memeluk Opa-nya yang tengah duduk di sofa dengan erat. Opa Bram mengangkat tubuh kecil Gia ke dalam pangkuannya. Ia menciumi pipi gembul milik Gia.
"Bahagianya Cucu Opa. Dapet rangking berapa, hm?" tanya Opa Bram.
Gia tak menjawab. Ia malah terfokus pada televisi yang menampilkan siaran tinju favoritnya dan sang Opa. Opa Bram tersenyum. Ia mengecup surai Gia dengan sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trisagis
Teen Fiction[ LAGI REVISI PENUH ] Gia tak pernah membayangkan akan berpisah dengan kedua sahabatnya. Tanpa Regan dan Bara, ia seperti bukan apa-apa. Ini bercerita mengenai Trisagis. Tiga orang baik, di tengah semesta yang sadis.