Bagian Ketiga Kecurigaan Jawir

3.7K 80 0
                                    

Part sebelumnya :

Tony bukan memperhatikan sumur tersebut. Ia malah menunjuk tepat ke arah belakang sumur tersebut, "Hmm tangga ini mengarah ke lantai dua kan ya?" ujarnya pelan. Ia tampaknya penasaran dengan tangga yang menuju ke lantai dua.

"Tampaknya iya!" jawabku datar.

Tony sebenarnya tak pernah tahu, kalau sepasang bola mata berwarna merah kini tengah memperhatikannya dari balik pintu.

***

Hari sudah hampir menjelang petang, rumah ini sudah dibersihkan sedemikian rupa dan beruntunglah sudah terlihat kalau rumah ini cukup layak untuk dihuni. Aku tidak terlalu lagi memikirkan mengenai lantai 2 rumah ini yang masih terbengkalai, sebelumnya Pak Kades menyarankan agar para wanita tinggal di lantai dua dan kami para pria di lantai 1. Namun karena banyak dari anak-anak yang lain itu takut terhadap suasana di lantai 2 rumah itu, mereka akhirnya menyepakati untuk melakukan pembagian kamar, sebenarnya hanya ada 1 kamar di rumah ini. Tapi, para wanita berpikir kalau tidak masalah untuk tidur berdesakan di kamar berukuran 5x5 meter tersebut yang tidak lain adalah tempat dimana keris sebelumnya ditemukan.

Feranda adalah salah satu orang yang mendukung kebijakan tersebut untuk para wanita mendapatkan kamar, sedangkan kami para laki-laki bebas untuk tidur di antara ruang tamu ataupun ruangan yang sebelumnya menjadi garasi. Aku akhirnya memutuskan untuk mengambil bagian garasi bersama dengan Endy, Toni, Dwi dan Jawir, bagian garasi ini cukup kecil namun memanjang, terkadang juga Toni ataupun Dwi lebih suka untuk tidur di ruang tamu dengan membawa bantal ataupun kasur, hal itu juga dikarenakan adanya televisi yang mereka bawa dan ditaruh di ruang tamu.

Aku masih berkutat membersihkan sampah, debu dan juga kotoran yang berada di garasi, kemudian membersihkan kasur usang yang terdapat disana, setelah dirasa cukup aku pun merebahkan tubuhku di atas kasur tersebut. Endy, Tony dan Dwi tampaknya sedang ada di belakang rumah, mereka sedang membantu para wanita membersihkan kamar mandi yang ternyata sangat kotor. Jawir kemudian mendekat ke arahku dan duduk sembari bersender di dinding garasi.

"Boleh aku lihat gelangmu, Han?" tanyanya pelan.

"Hmm ... ada apa memangnya, Wir?" ujarku penasaran.

"Ah tidak ada apa-apa! Aku hanya ingin memastikan sesuatu!"

Aku mendekatkan tanganku kepadanya dan Jawir pun berkata, "Ahh pantas saja! Kamu memiliki penjaga ya?" ujarnya ceplas-ceplos.

"Penjaga apa?" balasku.

"Ahh sudahlah, aku tahu semuanya!" ujarnya cepat sembari pergi.

Aku tidak mau ambil pusing dengan asumsi seseorang. Jawir kemudian meninggalkan aku sendiri di dalam garasi tersebut. Aku memang mengenakan sebuah gelang tasbih berwarna hitam yang terbuat dari olahan kayu yang dicat cantik, gelang ini diberikan oleh orang tua angkat mama yang merupakan orang dari daerah Banten berdarah sunda. Aku biasanya memanggilnya dengan Kakek Min.

Aku kembali mengingat dengan bagaimana sebenarnya kepribadian Jawir ini. Dia bercerita kalau baru saja menikah, berprofesi sebagai seorang driver, berdarah Jawa dan bisa dibilang memiliki keyakinan yang berbeda dari orang kebanyakan, ditambah dengan sifatnya yang sok tahu dan juga sedikit arogan membuatnya menjadi sosok komplit yang boleh dibilang sangat mudah untuk disukai orang banyak. Tapi dibalik itu semua, aku tidak membenci sosok Jawir, aku tau kalau sebenarnya dia kesepian dan tidak memiliki banyak teman, namun caranya mengakrabkan diri terhadap orang lain mungkin berbeda dengan orang kebanyakan.

Jawir kemudian lewat sekali lagi di depan pintu. Ia kembali berkata dengan nada pelan, "Hati-hati rumah ini ada yang menjaga! Hal buruk pasti terjadi hahaha!" ujarnya dengan nada mengejek.

Kuliah Kerja Berhantu 40 Hari (KKB 40H)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang