3. Tidak disangka tidak diduga

16.9K 742 28
                                    

Ouh my good.. Jadi laki-laki itu ternyata sudah duda, Aku tak menyangka itu. Aku kira dia masih perjaka. Upss...

Tidak menjadi masalah juga sih bagiku, yang menjadi masalah adalah besok aku harus sekolah dan kini jam sudah menunjukkan pukul 1 dini dan aku masih belum bisa memejamkan kedua mataku akibat ulah rusuh Alano dan Alain.

"Abang, ade. Kalian nggq ngantuk?" aku merapal dalam hati, semoga keduanya mengantuk.

"Abang ngga, kalo ade?" alano menatap adik beda 12 menitnya polos.

Menggemaskan sekali kedua bocah ini, aku tak habis pikir arah pikiran ibu kandung dari keduanya. Sampai tega meninggalkan titipan tuhan yang indah seperti keduanya.

Sibungsu menggeleng. "Ade ngga ngantuk, kalo mama ngga nemenin tidur," jawab Alain sembari memainkan ujung rambut panjangku.

Senyumku terbit. Aku akan menemani kedua bocah ini tidur, lalu setelah itu aku pulang.

Rencana yang bagus bukan?

"Mama temenin tidur di kamar yah," aku membawa tubuh Alain ke dalam gendonganku. Membuat Alano menangis.
"Kenapa? Jangan nangis dong sayang," aku menepuk-nepuk punggung kecil itu lembut.

"Mama gendong ade, tapi ngga gendong abang," bibir Alano bergetar siap menangis kembali.

"Uttu, uttu... Maafin mama yah, sini mama gendong." dengan usaha keras aku menggendong keduanya.

Dady Vian juga mommy Ella sudah pergi ke kamar mereka sedari tadi, sedangkan ayah dari kedua bocah ini entah kemana, menghilang seperti ditelan bumi.

Aku berjalan sesuai intruksi yang di berikan keduanya.
Ternyata aku harus menaiki beberapa anak tangga untuk dapat sampai di lantai dua, apa aku bisa? Mana berat badan ke duanya tidak bisa dikatakan ringan.

"Hei! mau kamu bawa kemana putra saya?!" sembur Al dengan suara tegasnya.

Idih, nih iblis baru nongol udah nuduh yang ngga-ngga aja.

"Qia mau bawa pulang, lumayan nanti minta tebusan uang yang banyak sama situh."

Tuhkan aku jadi berniat jahat. Semuanya gara-gara Al.

"Kamu!" al menggeram terhan, menahan rasa jengkel yang sudah sampai di titik paling atas ke sabarannya.

Dasar Al kampret ngga niat bantuin bawa bocah satu gitu, ngga peka banget sih jadi bapak. Bisa encok pinggangku ini.

Aku kembali menaiki anak tangga, mengabaikan laki-laki yang masih mengomel menyuruhku agar aku tidak kebanyakan membantah.

"Tidur yah," aku meletakkan keduanya kemudian ikut tidur di samping mereka.

"Ma, ade mau mama cerita biar bisa tidur," mata bocah kecil itu sudah terpejam setengah, tak jauh berbeda dengan Alano yang bahkan kelihatannya sudah membangun mimpi indahnya.

Kepalaku mengangguk. "Oke boy. Mama akan mendongeng," dengan cerita yang aku karang sendiri. Aku mulai mengeluarkan suara agar Alain juga cepat tidur.

Tidak memakan waktu lama, napas Alain sudah teratur dengan mata yang terlelap dengan damainya.

Mataku sudah tidak bisa diajak kompromi lagi, dengan lembut aku memeluk kedua bocah kembar itu. Akupun ikut tertidur bersama mereka.

Seseorang tersenyum lebar melihatnya. Orang itu Al, yang bahagia melihat kedua putranya memiliki calon ibu baru yang sangat penyayang seperti Qiana.

Al terkekeh sendiri. Calon ibu? Apa gadis polos yang begitu cerewet itu mau menikah dengannya?

Seringai muncul di wajah tampannya. "Mau tidak mau, siap tidak siap. Kau akan menjadi istri dan ibu dari Alano juga Alain dan anak-anak kita kelak. Mine," laki-laki itu mengecup kening kedua putranya dan jug kening Qia dengan lembut.

Possessive Widower Tail Two || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang