FOUR

23 13 22
                                    

Keningnya mengkerut hingga berlapis-lapis. Panggilan itu masih tersambung, namun keduanya hanya saling merapatkan mulut sebelum akhirnya seseorang dari seberang membuka suara--- bersamaan dengan suara Daebi yang hendak menanyai alasan orang tak dikenal tersebut tiba-tiba menghubunginya semalam ini.

'Udah lo simpen?'

"Apanya? nomor lo?" tanya Daebi mulai error. Pasalnya, ia benar-benar dibuat merinding plus keringat dingin oleh sosok tersebut.

'Ya iya la, bloon!' suara itu jadi berseru nge-gas saking gregednya dengan sikap Daebi.

"Lo om-om ya? atau bujangan?" tanya Daebi ngawur. Ia benar-benar dibuat penasaran setengah nyungsep oleh sosok tersebut.

'Dibilangin gue tu cogan.' Orang itu malah numpang narsis yang reflek menimbulkan suara 'Pfffft' dari mulut Daebi sendiri.

Apaan si ni orang?

Tuuutt...

Kening Daebi kembali mengernyit dalam setelah panggilan itu terputus sepihak. Tentunya, orang tak dikenal itu yang menutup panggilannya duluan--- mungkin saking gondognya dengan sikap Daebi yang LoLa-nya kebangetan. (Loading Lama).

***

Kelas yang tengah mereka bersihkan kini masih terlihat sepi kerontang, hamparan langit di atas sana pun masih terlihat hitam keunguan. Untungnya suara riuh cicitan burung-burung pipit telah meriuhkan sunyinya kelas X IPS 1 yang letaknya kebetulan berdekatan dengan halaman sekolah. Jadi, feel horornya gak terlalu kerasa banget lah ya.

Hari ini, Rae dijadwalkan piket kelas seperti kesepakatan teman-teman sekelasnya saat tahun ajaran baru setengah bulan yang lalu mungkin. Namun, Daebi malah ikut terseret urusan si kutil dugong itu untuk bersih-bersih kelas. Ditambah lagi sebelum subuh, mahluk jejadian itu sudah nangkring manis di atas sofa rumahnya lengkap dengan sepiring roti bakar sambil berbincang-bincang seru dengan ibunya.

"Weh, Renong! jangan lupa sama janji lo tadi," ingat Daebi mengulas senyum selebar mungkin seraya mengelap-elap kaca jendela kelas.

"Heh! sejak kapan gue ganti nama." Rae rasanya ingin sekali mengepel muka Daebi kalau bisa saat itu juga. Akan tetapi, ini masih pagi buta dan hawanya pun masih menyegarkan. Ia tidak ingin merusak mood-nya hanya gara-gara makluk konyol seperti Jung Daebi.

"Sejak kucing tetangga lo selingkuh terus nelor," jawab Daebi asal tanpa mau menatap Rae. Tatapannya tetap terfokus ke arah jendela yang sedang ia bersihkan dengan niat.

Kreek...

"ALLAHUMAA!"

Daebi terkejut bukan kepalang setelah mendengar jeritan singkat milik Rae yang nge-bass nya mirip suara cowok.

"Kenapa si lo?" sungut Daebi yang masih mengelus dadanya beberapa kali agar debaran jantungnya kian mereda.

"Itu si Shuga. Palanya tiba-tiba nongol udah kek hantu. Ya, gue kaget lah!" Rae jadi nge-gas sendiri sambil mengelus dadanya frustasi, namun selang beberapa detik ia buru-buru menutup mulutnya setelah ia sadar ia sedang ditatap intens oleh Shuga saat cowok itu baru akan duduk di kursinya.

"Lebay lo," rungut Daebi yang sudah turun dari kursi di luar kelas. Lalu, melengos masuk ke kelas untuk bertanya sesuatu pada Shuga.

CASPER 🌙Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang