FIVE

28 9 8
                                    

Beginilah jadinya jika seorang Jung Daebi sudah terusik. Ia jadi reflek mengeluarkan sifat keduanya saat moodnya benar-benar sudah turun hingga ke dasar. Tatapan setajam silet cukur itu tak segan ia lemparkan pada manik mata hazel cowok tersebut.

"Rusuh aja di kelas lo. Gak usah ke kelas lain!" Seru Daebi sembari menyembunyikan tangan kanannya di belakang punggung yang tadi ia gunakan untuk meninju rahang Arel. Kuat juga tu bocah.

"Kenapa? lo gak suka?" Arel menaikkan sebelah alisnya---merasa tertantang dengan lawan bicaranya tersebut.

"Iya lah."

Satu... Dua...

Atmosfir kelas dilanda keheningan sebab pelaku dalam pertikaian kecil itu kini tiba-tiba merapatkan mulut.

Lima... Enam... Tujuh...

Tanpa membuka mulut lagi, Arel langsung melenggang pergi begitu saja menuju keluar kelas X IPS 1 dengan dagu terangkat congkak dan satu tangan dimasukkan sebelah ke saku celana seragamnya.

Huffft...

Atmosfir kelas seketika berubah pesat. Pasokan oksigen kini terasa menyebar ke ruangan kelas yang awalnya sesak oleh bau-bau persengitan. Bisikan-bisikan dari seisi kelas kini mulai bermunculan, tatapan beragam itu juga mulai mengarah ke arah meja Daebi lalu bergantian ke arah Shuga. Kenapa sialnya Arel justru datang saat kelasnya sudah ramai oleh kedatangan teman-teman sekelasnya?

"Anjaiiii! Jung Daebi! itu beneran lo?" Eunri mulai lagi. Udah tau mood Daebi sedang turun-turunnya.

Daebi hanya melirik malas, mulutnya pun telah terkunci rapat--- malas menanggapi sekitarnya yang mulai riuh membicarakan fenomena most wanted yang kena bogem dari seorang siswi biasa seperti Daebi. Daebi tau sekarang ia bisa saja leyeh-leyeh di kursinya. Namun, nanti?

"Bi, lo kalau mau keluar kelas harus bareng gue loh ya." Rae tiba-tiba menyahut di kursi depan Daebi. Orang yang di ajak ngobrol hanya merespon dengan senyuman tipis, menghargai niat baik sahabatnya yang ingin berusaha menaikkan moodnya.

Di saat itu juga ia jadi diam seribu bahasa sekaligus menaruh kepalanya di atas meja dengan malas. Ia hanya ingin menghindari tatapan menilai dari teman-teman sekelasnya yang membuatnya risih setengah mati sejak tadi. Dari dulu, Daebi memang tidak suka jadi sorot perhatian.

"Hee, dia bukan bocah ingusan lagi tau. Ya kali kemana-mana harus dianter." Eunri yang mendengar ucapan Rae barusan jadi ikutan nyambung.

"Lo tau kalo udah berurusan sama Arel kan, Ri?" tanya Rae dengan mimik wajah muram.

"Tau, kok." Eunri menyahut enteng seraya mengangkat kedua alisnya dengan santai.

"Dulu habis MOS, si Meira aja hampir mau ditampar sama dia gara-gara tas nya ketumpahan minum Meira. Gimana lo yang nabok dia ampe segitunya, Bi?" oceh Rae jadi flasback pada hari-hari MOS.

Daebi hanya diam mendengarkan seraya menangkupkan kedua tangannya menutupi muka. Kalau diingatkan pada hari-hari MOS, ia jadi malu plus kesal sendiri.

"Kenapa lo, Bi?" tanya Rae mengernyit bingung.

"Ohhh... Itu ya, Bi?" tanya Eunri dengan nada suara menggoda yang sukses membuat Daebi menoleh ke arahnya cepat.

"Apa emang?"

"Yang itu loh. Kamu suka pura-pura lupa deh," ucap Eunri dengan suara dibuat selembut anak kecil yang masih polos.

Daebi langsung menutup mulutnya yang sudah menjerit tertahan diiringi senyum maklum Eunri. Dan itu sungguh membuat Rae emosi sendiri karena dia merasa seperti orang dongo' yang tidak mengerti dengan alur pembicaraan teman-temannya tersebut.

CASPER 🌙Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang