"Apa kau membuat dirinya berubah?"
"Menurutmu?"
"Tidak mungkin, mana mungkin orang brengsek sepertimu mampu membuatnya terbuai oleh kemanisanmu. I-ini tidak seperti yang kubayangkan."
Pria dominan itu tertawa sarkastik yang tentu saja terlihat mengerikan bagi pria manis di hadapannya. "Hahaha, kau hanya tak tahu kemampuanku... Ayo marilah... kau pasti bahagia hidup bersamaku."
Tangan mungil dan mulus itu tergapai erat oleh tangan yang kasar dan dominan. Pria manis itu menangis, berusaha melepaskan dirinya dari monster yang selama ini ia hindari.
"Brengsek, bisa-bisanya kau melakukan ini. Kumohon, kembalikan anakku... dan buatlah ia berubah seperti dulu."
"Semudah itu kah? Jangan harap dengan berteriak seperti itu aku akan melakukannya. Tentu saja aku tak akan melakukannya. Kecuali ada satu hal–"
"Apa itu?"
"Jadilah milikku sekali lagi dan selamanya."
"Eren?"
"Eren?"
Eren terbangun dari tidurnya saat pipinya dipukul pelan oleh orang tercintanya. Ia berkeringat, pucat dan menangis yang tentu saja membuat lelaki di sampingnya terlihat khawatir. "Apa kau baik-baik saja? Apa kau sakit?" Itulah yang pertama kali Eren dengar saat dirinya membuka matanya.
Eren mengatur napasnya karena ia merasa sesak dadanya. Mimpi itu benar-benar membuatnya seperti diserang pukulan berkali lipat gandanya. Bahkan ia merasa tak enak badan berkat mimpi itu.
Kemudian secara tak sengaja, ia melihat gedung-gedung besar yang menjulang di sekitar jalan raya Marley. Ia sama sekali tak tahu tentang bangunan unik itu. Marley benar-benar berubah
"Museum?"
"Iya."
"Apa itu museum?"
"Haha kau ini, aku pikir kau sudah mengetahuinya sejak dulu."
"Dulu? Aku bahkan baru saja mendengar kata aneh itu."
Si Raven terkekeh geli sejenak dengan cangkir teh hijau dipegangnya. Melihat pria manis brunette itu bertingkah polos layaknya anak kecil. Sungguh, hal itu masih terlihat menggemaskan walau pria manis itu bukan anak kecil lagi.
"Apa saja yang kau lakukan Eren? Orang kaya itu apa tak tahu perkembangan Zaman?"
"Hmm sudahlah Levi-san, lebih baik fokus dengan tujuan kita disini."
Eren membuat keheningan sehingga ia sedikit terasa canggung. Levi hanya memutarkan bola matanya sebal. "Kenapa kau menjadi seperti ini? Kenapa saat aku membahas Arano kau menjadi seperti ini?" Tanyanya.
"Karena aku tak menyukainya Levi-san. Aku tidak suka jika kau membahasnya lagi."
Levi membuatkan mulutnya. Sekarang mobil pun sampai di sebuah apartemen yang terdapat di pusat Marley. Cukup mewah menurut Eren dan ia merasa nyaman dengan apartemen tersebut.
Setelah menbereskan semua barangnya, Levi mengajak Eren mengunjungi Museum yang selama ini tak dikenal Eren. Dia yakin sekali, Eren pasti menyukainya karena Eren lama tak melihat benda bekas perang yang pernah mereka ikuti.