Hampir 5 jam lamanya perjalanan akhirnya Riren dapat menikmati udara di luar mobil. Namun ia kaget setelah melihat lingkungan di sekitarnya. Ini benar-benar jauh dari perkiraannya.
"Ini rumah baru kita Riren. Emang aneh tapi inilah nyatanya."
"Apa disini aman paman? Ini benar-benar seperti di tengah hutan."
Benar saja, rumah itu mewah sekali namun sangat jauh dari perkotaan. Sekelilingnya hanyalah pohon-pohon tinggi menjulang hingga menutupi ruang cahaya. Bahkan Riren merinding ketika suara burung liar menusuk gendang telinganya.
"Apa aku bisa tinggal disini?" Batinnya.
Kemudian Arano membawanya ke dalam rumah barunya itu.
Tak buruk juga. Rumah itu bahkan lebih mewah jika dibandingkan dengan rumah sebelumnya. Lebih besar dan lebih nyaman. Jika kau berada di lantai 5, kau bisa menikmati pemandangan hutan yang hijau dan damai yang dapat membuat siapa saja merasa takjub dan nyaman dengan keindahannya.
Riren dengan seluasa berlari ke sana kemari sebab rumah tersebut sangat luas. Arano pun tersenyum melihatnya, anak itu benar-benar menggemaskan. Ingin rasanya menggigit pipinya itu...
Setelah berlari sana-sini Riren akhirnya tumbang juga. Ia tersungkur di sofa mewah yang menghadap langsung ke kaca besar yang memperlihatkan pemandangan indah Marley. Saat ini Riren berada di lantai 5.
"Apa kau lapar?" Tanya Arano yang berada di sampingnya.
Riren hanya mengangguk sambil mengatur napasnya yang lelah. Arano tersenyum. Ia kemudian memanggil asisten rumahnya yang terlebih dahulu telah menepati rumah ini.
"Ada apa tuan?" Tanya sang asisten rumahnya sebut saja dia Nancy.
"Siapkan makanan di meja makan."
"Baiklah."
Kemudian Nancy berlalu...
Jika boleh tahu, Arano mempunyai 15 asisten rumah. Masing-masing mempunyai pekerjaan yang berbeda-beda.
Malam hari pun tiba. Sudah berapa jam Levi menghadap laptopnya dan bertanya sana-sini pada kerabatnya di Marley. Usahanya tidak membuahkan hasil. Arano benar-benar menghilang seperti ditelan bumi saja. Bahkan para anak buahnya pun tak tahu keberadaan tuannya sendiri. Levi benar-benar merutuki dirinya sendiri. "Aku benar-benar ayah yang buruk." Gumamnya.
"Kita akhiri saja, Kita lanjut besok saja... aku sudah lelah." Ucapnya di pada sambungan teleponnya.
Di seberang sana hanya mendengus napasnya kasar. "Sejak kapan kau mudah menyerah Levi-San?"
"Aku bilang aku sudah lelah."
"Demi tuhan, aku tak pernah mendengar kalimat itu dari mulutmu.. lelah bagaimana? Sejak pagi kita hanya bersantai, ingat itu!"
Nadanya sungguh tinggi. Levi pun menghela napasnya lelah. Ada apa dengan Eren?
"Lebih baik kau pulang saja, aku tahu kau sedang kelelahan sampai-sampai kau berani meninggikan nada bicaramu."